Doa yang Terjawab

497 56 13
                                    

Mata Sisil celingukan ketika sampai di depan gerbang rumah Harris yang sudah di kunci. Seketika matanya langsung tertuju di atas atap rumah Harris.

"Harris!" teriak Sisil dari bawah.

Harris menoleh, tersenyum ke arah Sisil dan melambaikan tangannya. Terlihat sangat manis meski tak begitu jelas karena hari benar-benar sudah malam. "Sebentar! Aku turun!" Harris langsung ngacir menghampiri Sisil.

"Mau ngapain, sih?" tanya Sisil sambil membenahkan syal di lehernya.

"Pake tanya, kayak biasanya lah, Sil. Emang mau ngapain lagi?" Harris terkekeh, sambil nunjuk ke atap.

"Nggak bosan? Pemandangannya, kan, itu-itu mulu" ungkap Sisil dengan bibir manyunnya.

"Kalau nggak mau kesini bilang dari tadi, dong, daripada cemberut kayak gitu. Jelek!" ucap Harris dengan menjulurkan lidahnya.

"Ih ya udah, buruan. Keburu malam banget." Sisil mendorong tubuh Harris sambil jalan, lalu naik ke atap.

*****

"Dingin, ya?" kata Sisil sembari mendekapkan tangannya ke tubuhnya sendiri sambil menatap pemandangan langit dari atas atap.

"Iya. Emmm ... Sil, aku boleh tanya sesuatu sama kamu?"

"Tanya apa?" Sisil menaikkan alisnya, penasaran.

"Tadi, kan, kamu sempat bikin permohonan. Kamu minta apa sama Allah?"

"Mmmm... itu ... aku nggak bisa bilang kalau Allah belum kasih tau jawabannya." Bibir tipis Sisil terangkat membentuk sabit, tersenyum kecil.

"Dasar! Bikin penasaran tauuu .... Apaan, sih? Cerita, dong! Kamu pikir selama ini aku apanya kamu? Pake rahasia-rahasiaan segala. Hidupku nggak tenang baru tahu rasa kamu!"

"Ih, apaan sih, emang kamu pikir ini ada hubungannya sama kamu, gitu? Pake sok-sokan nggak tenang. Emang aku pikirin?" Sisil menatap Harris, mengejek.

Harris mendengus.

"Aku bakalan ngasih tahu ke kamu kalau Allah beneran udah jawab itu." Sisil cengengesan. "Lagian kamu jahat banget, ya, sama aku!" Lagi, Sisil memanyunkan bibirnya.

"Jahat? Jahat apa, coba?" tanya Harris dengan muka polosnya.

"Emang nggak peka banget, dasar! Berasa nggak punya dosa apa? Kamu tahu, emm ... bukannya aku mengharap atau gimana, nih, ya, jadi jangan kepedean. Catat! Jangan kepedean! Soalnya, diantara anggota keluarga kamu, cuma kamu yang nggak ngasih apa-apa sama aku. Seenggaknya, kan, bisa ngasih ucapan."

"Jadi nunggu hadiah dari aku? Jangan-jangan kamu kecewa banget karena hadiah dari orang paling ganteng sedunia ini nggak kamu temuin? Pasti lelah, ya, mengolak-alik bungkus-bungkusan tadi. Iya, kan? Ngakuuu!"

"Idih! Pede gila!" Sisil menyengirkan bibirnya.

Harris hanya terkekeh. Lalu melirik jam yang melingkar di tangan kanannya. Sudah jam 11.45 malam.

"Sil, mau lihat bintang lebih dekat, nggak?"

Sisil hanya mengernyitkan keningnya. Maksudnya?

"Wait!" Harris berjalan menuju cerobong asap, yang berada di samping kanan yang tak jaih darinya. Lantas, Harris mengeluarkan teropong dari lubang asap cerobong. Lalu, menghampiri Sisil.

"Teropong? Kok?" Sisil bertanya diikuti mulutnya yang sedikit menganga, juga penasaran, kenapa ada teropong di dalam cerobong asap.

"Kamu pikir aku nggak punya benda beginian?" ucap Harris sambil memamerkan teropongnya.

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang