Berpulang

297 26 0
                                    

Sudah dua bulan keluarga Sisil dekat dengan Mr. John. Tapi hubungan mereka dengan Mr. John ternyata tidak seperti yang diharapkan. Memang, awalnya Sisil dan ibunya sangat dekat. Tapi, akhir-akhir ini seperti ada pembatas diantara mereka. Entah apa sebabnya, Mr. John tidak lagi mendatangi rumah Sisil dengan membawa sebuket bunga untuknya. Bahkan, Mr. John yang menurut Sisil adalah orang yang sering mengganggu lewat telepon, kini jarang sekali meneleponnya. Bahkan bisa dikatakan tidak pernah.

Hoaamm .... Sisil meregangkan ototnya. Tubuhnya menggeliat. Sisil dibangunkan oleh dering alarm yang sedari tadi mengusiknya ditambah panggilan telepon dari Harris. Dia bilang kalau Sisil mau diajak jalan-jalan. Bukan di taman, bukan juga di danau. Menurut Harris, mereka terlalu sering menghabiskan waktu di tempat yang berbau alam. Kali ini, Harris akan mengajaknya ke salah satu pusat perbelanjaan yang cukup jauh dari rumah.

Ding dong ding dong

"Eh iya sebentar." Sisil yang baru saja mandi dan berdandan, langsung bergegas ke pintu.

"Iya, cari si-Harris? Aku kira tadi siapa." Sisil mengerucutkan bibirnya tatkala mendapati sosok Harris didepannya. Sementara orang didepannya malah mematung, diam seribu bahasa. Matanya tak berkedip melihat Sisil.

"Kenapa?" tanya Sisil yang juga merasa aneh melihat Harris diam memerhatikannya seperti itu. Lebih tepatnya, Sisil risi.

"Enggak. Kamu cantik. Beda aja." Harris tersenyum. Dan ini memicu rasa bungung Sisil.

Apanya yang beda?

Sebenarnya tidak ada yang beda. Sisil tetap Sisil seperti biasanya, dengan rambut menipisnya. Oh iya, Sisil melupakan sesuatu. Hari ini dia berdandan tipis. Pantas Harris takjub.

"Jadi nggak, sih?"

"Eh, jadi, dong. Oh iya, ibu kamu mana? Biasanya dia ikut keluar kalau aku datang." Harris celingukan mencari-cari Ibu Sisil.

"Dia lagi nggak di rumah. Ada urusan katanya. Tenang aja, aku udah bilang kok kalau mau jalan sama kamu. Ya udah, yuk buruan." Sisil menarik tangan Harris agar segera bergegas untuk menyingkat waktu.

*****

"Emang mau beli apa sih, Ris?" Mata Sisil berkeliaran memandangi setiap item yang dijual di mall.

"Kamu maunya apa?" Bukannya menjawab pertanyaan Sisil, Harris justru balik bertanya.

"Aku? Nggak deh, aku kan cuma ikut kamu. Nggak lagi pengin apa-apa juga."

"Mau ini? Bagus nih buat kamu. Cocok." Harris mengambil dress warna merah yang digantung dideretan baju-baju khas anak muda.

"Ini? Nggak usah, Ris. Baju masih banyak di rumah. Kamu aja yang beli."

"Yakin nggak mau? Nggak lucu ah kalau cuma lihat-lihat." Ekspresi wajah Harris kali ini terlihat seperti anak kecil yang sedang memohon agar dibelikan permen lollypop.

"Yang ngajak kan kamu. Aku cuma ikut. Kamu aja yang beli. Aku nggak usah." Sisil berkali-kali menegaskan kalimat berupa ungkapan penolakan.

"Ya udah deh, aku yang beli." Harris menarik tangan Sisil menuju kasir. Bukan seperti kebanyakan baju lelaki yang dibelinya, melainkan baju yang sudah diambilnya tadi, dress warna merah.

"Eh?"

*****

"Kan aku udah bilang kalau aku nggak mau. Eh tadi kamu malah main bayar aja di kasir." Sisil berdecak kesal dengan makanan yang masih memenuhi mulutnya.

"Emang kenapa sih kalau aku belikan kamu baju? Nggak suka ya?" tanya Harris sedikit kecewa.

"Bukan gitu, aku suka banget kamu beliin aku baju kayak gini. Aku cuma nggak mau habisin uang kamu. Ngerepotin, Ris."

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang