Tiada

501 50 10
                                    

Sisil menginjakkan kaki di lantai rumahnya. Kosong. Kini rumah yang disewanya itu seperti tak berpenghuni. Baru kemarin Sisil bercanda-tawa bersama ibunya. Tapi sekarang dia sudah pergi. Hanya bayang-bayang ibunya saja yang masih tersisa.

"Sisil ...." Harris memegang pundak Sisil. Menatapnya nanar.

"Ris ...." Sisil memeluk Harris. Tangisnya tumpah-ruah membasahi baju Harris.

"Sil, yang sabar, Sayang." Harris balas memeluknya. Berusaha menenangkan Sisil.

"Aku harus gimana nanti?"

"Kamu tinggal di rumahku saja ya?"

Sisil melepaskan pelukannya. "Tapi Ris, apa nggak repot?"

"Nggak ada tapi-tapi. Kamu nggak boleh sendirian, Sil. Aku sudah bilang sama Mommy dan Daddy. Mereka ngizinin, kok.

"Kamu pulang aja, Sayang. Beri aku waktu," ucap Sisil yang dibalas anggukan dari Harris. Kemudian, dia mencium kening Sisil, dan berpamitan untuk pulang.

Gadis itu melangkah masuk ke dalam kamar ibunya. Mencermati setiap sudut kamar ibunya. Sisil menghela napas panjang. Dia mendekati foto mereka berdua yang terpajang di dinding.

"Bu, kita belum lama benar-benar akrab seperti ini, kan? Kok Ibu udah pergi duluan? Aku juga belum sembuh. Nanti siapa yang akan bawel menasehatiku? Siapa yang setiap minggunya membelikan aku novel lagi? Ibu itu malaikat tanpa sayap yang di kirim Tuhan untukku. Tapi dengan sangat cepat, Dia mengambil Ibu lagi. Apa ini adil, Bu? Sekarang, aku harus tinggal sendirian. Tadi, Harris memang mengajakku untuk tinggal di rumahnya. Tapi kan, itu bikin keluarga Harris repot." Sisil menunduk. Air matanya jatuh ke lantai. "Aku kesepian, Bu. Aku tau keluarga Harris pasti akan selalu menghiburku. Tapi tetap aja beda. Ibu hanya satu. Tidak bisa diduplikat." Sisil mengoceh kepada benda mati. Foto dimana mereka sedang membuat kue. Cream-nya belepotan kemana-mana. Sisil merindukan itu semua. Teramat rindu.

*****

Terdengar suara bel rumah yang dipencet. Ada tamu. Segera, Sisil memperbaiki penampilannya dan menuju pintu.

Setelah dibuka pintu itu, Sisil hampir tak percaya siapa yang baru saja datang. Orang yang pernah sangat dekat dengannya dan pergi begitu saja setelah sudah sangat akrab. Dia adalah Mr. John.

"Mis-ter?"

"Oh, hi Sisil! Long time no see you. How are you? You look so different now."

Sisil hanya mengangguk.

"About your Mom, I'm sorry for hear that. Hope you will fine. Just be a strong girl, Sisil!" Mr. John tertunduk. Dia ikut berbela sungkawa atas kepergian ibunya Sisil. Aura keayahan Mr. John kembali dirasakan oleh Sisil.

"Silakan masuk, Mister."

"Terimakasih."

*****

"Saya punya sesuatu untuk kamu, Sil." Mr. John mengeluarkan sebuah bungkusan.

"Apa ini, Mister?" ucap Sisil seraya megambil bungkusan tersebut.

"Seperti biasa. Ada pakaian model baru yang perusahaan Mister produksi. Ini cocok sekali untuk kamu pakai," kata Mr. John sambil tersenyum ke arah Sisil yang diikuti dengan mengelus lembut pundak Sisil.

"Terimakasih, Mister. You're so kind. Saya sangat beruntung bisa bertemu dengan orang seperti Anda."

"Tidak, Sil. Saya yang sangat beruntung bisa bertemu denganmu dan ibumu," jawab Mr. John dengan seulas senyum di bibirnya. Hari ini dia banyak tersenyum. Mungkin untuk menghangatkan suasana. Sisil sedang berkabung, dia tidak mau menambah suasana hati Sisil semakin buruk.

HILANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang