"Lo pasti tau gue kan? Yang biasanya sama... Serra. Orang yang lo suka?" Ucap Neylia yang membuat mimik wajah Beryl berubah dari dingin, cuek menjadi kaget tak percaya.
"Gue.. gue nggak ngerti maksud lo."
"Gausah disembunyiin. Gue udah tau." Ucap Neylia. "Dan juga, gue udah tau ngapain lo disini."
"Emang lo tau apa tentang gue?"
"Pertama, lo itu suka sama sahabat gue Serra. Gue udah tau dengan cara pandang lo ke dia. Dan lo nggak pernah seperti itu ke cewek lain selain Serra." Neylia mengambil nafas, "Dan kedua, gue tau apa penyakit yang lo alamin sekarang. Mnemophobia kan?" Jelas Neylia.
Mata Beryl melebar seketika, dan kembali seperti semula, "Terus, mau lo apa?" Sinis Beryl.
"Gue gamau apa-apa sih. Gue akan bantu lo buat deket sama Serra." Jawab Neylia. "Dan juga, gue akan bantu lo buat ngilangin penyakit lo itu." Tambahnya.
Alis Beryl mulai bertaut dan dahinya mulai berkerut, "Kenapa lo mau berbuat sejauh itu ke gue?"
Neylia mulai berdehem, dan mulai menjelaskan, "Karena pertama, gue rasa lo orang yang tepat buat jadi pacarnya sahabat gue. Bukannya gue mau ngejodohin atau apa, tapi ada alasan lain gue ngelakuin ini."
"Alasan? Alasan apa yang lo maksud?"
"Gue nggak bisa beritau lo alasan itu. Yang penting itu alasan yang bisa menguntungkan buat lo."
Beryl hanya mengangguk-angguk kepala sembari membetulkan letak kacamatanya.
"Dan yang kedua, tadi gue bilang mau ngebantu lo buat nyembuhin penyakit lo kan?"
"Hem.."
"Karena gue ingin ngebantu bokap gue untuk nyembuhin penyakit pasiennya itu. Dan, pasien itu adalah lo."
"Bentar, maksudnya bokap lo adalah dokter gue?"
"Yap, that's right. Dia adalah Dr.Nicole"
Mata Beryl kembali melebar, karena kaget tentang kenyataan bahwa dokter yang ia percayai itu adalah ayah dari Neylia, teman sekelasnya.
"Jadi, lo mau nggak nerima bantuan gue?"
Beryl hanya diam dan memikirkan tentang ia menerima atau menolak bantuan dia.
'Kalau gue nerima bantuannya, itu menguntungkan sih buat gue. Dengan apa yang tadi dia jelasin ke gue. Tapi, apa untungnya buat dia? Hmm.. mungkin dapat melipat gandakan pahalanya karena ngebantu anak macem gue.' Batin Beryl.
"Gue terima bantuan lo." Setuju Beryl.
Neylia tersenyum, "Sekarang kita temen, oke?" Neylia mengajak berjabat tangan tanda untuk memulai pertemanan mereka.
Dan Beryl menerima jabatan tangan Neylia, "Oke." Jawab Beryl dengan memasang tampang datar.
'Matahari...'
Beryl secara tiba-tiba melepas jabatan tangannya dengan Neylia dan beralih pada kepalanya yang tiba-tiba pusing.
"Lo nggak papa Ber?" Cemas Neylia melihat perilaku Beryl.
Beryl tidak merespon perkataan Neylia.
"Bilang aja sama gue, kan kita udah sepakat tadi." Ucap Neylia.
Beryl berusaha menahan rasa pusingnya, "Oke, tadi gue denger suara anak kecil di kepala gue."
"Anak kecil?"
"Iya, tapi anak kecil ini cewek, bukan cowok yang biasa gue denger baru-baru ini. Dan perkataannya berbeda." Jelas Beryl sembari memijit pelipisnya yang masih terasa pusing.
"Lebih baik lo pulang dan istirahat biar pusing lo ilang." Kata Neylia. "Lo bisa pulang sendiri?" Tanyanya.
Beryl mengangguk, "Iya, gue bisa pulang sendiri."
"Oh ya, lo gue line kaga dibales." Cemberut Neylia.
"Line? Kapan?" Tanya Beryl.
"Waktu lo nerima ID Line gue." Jawab Neylia. "Kalo cuek tuh gausa cuek banget kali." Cibirnya.
"Nanti gue liat. Gue pulang dulu." Pamit Beryl dan pergi dari hadapan Neylia.
"Dinginnya lah tuh anak."
Dan tubuh Beryl hilang dari pandangan Neylia.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
His Not 'NERD'
Teen Fiction"Akulah Bintang..." "Dan akulah Bulan..." "Aku datang sebagai Matahari..." →Beryl Reymond← Serra Kraisya. Nama yang selalu ada dihati gue. Gue suka sama dia. Tapi, mungkinkah dia suka sama gue? Dengan sifat dan penampilan gue yang bisa dibilang Nerd...