Sajak Tentang Cinta

83 11 0
                                    

SAMANTHA pernah membaca kalau bekerja dalam tekanan bisa membuat waktu terasa sangat lama. Agaknya hal itu benar adanya.

Sudah dua hari ini ia sibuk bolak-balik studio ke butik hanya untuk memenuhi keinginan si bos besar yang berlagak menjadi perfeksionis ulung. Kemarin-kemarin, ia menginginkan menggunakan kerah berwarna hijau tosca untuk menunjukan sisi lembut namun sarat luka dari lagu 'Nyanyian Dandelion', tapi hari ini secara mendadak--entah kerasukan setan darimana--Arraya meminta kerah kemejanya diganti menjadi warna abu-abu. Banyangkan betapa stressnya Sam, padahal konser peluncuran album baru tinggal sehari lagi!

Arraya sudah sinting dari masih zigot sepertinya.

Menghembuskan napas kesal dan berusaha mematrikan dalam otak kalau marah itu hanya akan mempercepat penuaan dini, Samantha memasuki studio dengan paperbag di kedua tangannya. Lalu menghempaskan benda itu begitu saja ke lantai ketika telah memasuki ruang studio.

Matanya yang dibuat setajam mungkin seolah menikamkan belati ke ulu hati Arraya. Membuat si bos besar berhenti memainkan pianonya.

"Ada apa ribut-ribut?"

"Kalau bukan karena kamu, saya nggak perlu turun-naik tangga darurat tujuh belas kali buat revisi jas. Kan ada handphone, kenapa kamu nggak sms atau apalah biar saya nggak perlu bolak-balik kaya orang gila!"

Samantha memekik, naik beberapa oktaf. Suaranya terdengar sampai ke kantor musik Arraya yang letaknya lima lantai di atas studio musik.

"PMS ya Non?"

"Merde. Shut up, bastard!"

Bukannya tersinggung karena hinaan Samantha, Arraya malah tertawa. Sukses besar untuk melecut amarah seorang Samantha Yamada.

"Damn! Bisa diam?!"

"Nggak, babe."

"Don't babe me! Go to the hell! Aku nggak mau--"

Arraya menyela Samantha, "Aku?"

"Gak tau dih persetan! Bodo amat mau gimana nanti konser lo!"

Lalu selanjutnya, pintu studio ditutup dengan kasar meninggalkan jejak berupa suara deguman yang kencang.

Di balik grandpianonya Arraya malah tertawa berderai-derai.

***

Dua puluh empat jam. Satu hari. Sangat tidak cukup bagi Samantha untuk menghentikan aksi marahnya pada Arraya atas tingkah sok perfeksionis bos besarnya itu. Tapi sebagai karyawan yang profesional, sebisa mungkin dia tekan kuat-kuat egonya itu sampai ke usus buntu. Ia tidak akan menunjukan kalau dirinya sedang marah besar pada Arraya Airlangga.

"Muka lo pucet amat, Des," kata Alvina disela sibukannya menghubungi EO untuk mendekor panggung konser.

Alvina satu-satunya orang yang memanggil Samantha dengan panggilan itu. Singkatan dari 'Judes', karena Sam selalu memasang wajah tidak bersahabat pada siapapun akhir-akhir ini.

"Stress hati dan pikiran, Pino. Gue bangga sama lo bisa tahan kerja dua tahun sama si bos."

Pucuk dicinta, Arraya pun tiba. Ia melenggang dengan penuh percaya diri menghampiri Alvina dan menepuk pundak manajernya itu dengan tepukan ala laki-laki.

"Ciao! Alvin and the chipmunks. Lama gue nggak ketemu lo, bro."

Lalu Alvin dan Arraya melakukan tos ala laki-laki dimana kedua tangan mereka dikepalkan dan diadukan. Samantha memandangi kedua makhluk aneh itu dengan pandangan tidak peduli. Untung Samantha masih cukup waras dibanding Arraya ataupun Alvina.

Ma AntifansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang