Sriwedari

65 10 0
                                    

LYS

Alyssa

Ini nggak seperti yang kamu bayangkan Lys!

Samantha bangun dengan mata terbelalak, tubuhnya basah oleh keringatnya sendiri. Napasnya masih satu-dua. Gadis itu memukul-mukul dadanya, berharap rasa sakit yang bercokol di daerah itu bisa hilang. Sayang seribu sayang, sakit hati tidak mungkin hilang semudah itu.

"Sam, udah siang. Kamu bangun, cepet. Katanya mau bantu Ibu masak."

Marthania mengetuk pintu putih gading itu. Kamar Samantha.

"Iya, Bu. Sam bangun."

Diikatnya rambut gadis itu dengan ikatan kuncir kuda asal. Lalu membuka pintu kamarnya.

***

Tak ada yang bisa mengalahkan kenikmatan kopi arabica khas Gayo, bagi seorang Arraya Airlangga. Atuknya yang memang turunan asli Aceh selalu membawakan kopi itu selepas Arraya menjenguknya.

"Lo tuh ya, suka banget bikin kopi ga ngajak-ajak gue."

Gibran mendecakkan lidah, menarik kursi lalu mendudukan bokongnya ke kursi tersebut. Memandangi gelas berisi kopi yang asapnya masih mengepul.

"Ini kopi dari Atuk, khusus buat gue. Oranglain gaboleh ambil. Nanti jodoh gue diambil, Bang."

Gibran tertawa berderai-derai, menatap adiknya penuh dengan tatapan jenaka.

"Yang ada lo yang ambil jodoh gue."

Candaan, tapi mengena.

Arraya meraih gelasnya, memilih meminum kopinya tanpa mau melirik lagi ke Gibran. Ia tahu kakaknya itu ingin membahas hal ini, mengenai Illana. Sejak kepulangan laki-laki itu dari Swiss.

"Kalau Abang mau bicarakan soal dia. Maaf Bang, gue lebih baik balik ke apartemen."

Gibran menatap kepergian adik tirinya yang kini membuka pintu apartemen milik Gibran, untuk kemudian tertelan di balik pintu itu.

"Padahal lo harus tahu ini Ar."

***

"Kamu dimana? Ke studio sekarang!"

Arraya tengah menyetir mobilnya, menelpon siapa lagi kalau bukan Samantha?

Laki-laki itu butuh pengalihan, ia butuh Samantha untuk mengalihkan perhatiannya dari pokok bahasan dengan Gibran yang mampu mengeruk luka lamanya.

"Saya tidak bisa Pak, ini weekend, saya sedang di rumah orangtua saya."

Menghela napas, Arraya lalu berkata : "Saya tidak mau tahu, Samantha. Dalam sepuluh menit kamu tidak sampai di studio-"

"Bapak sinting! Saya di Kelapa Gading, butuh waktu lama bagi saya untuk sampai di Thamrin. Belum lagi macet. Bapak tidak bisa tidak mengganggu saya sehari saja?"

Tidak mempedulikan nada frustasi Samantha, Arraya kembali berkata.

"Saya akan jemput kamu, siap-siap. Dalam tigapuluh menit kamu belum siap, gaji kamu saya potong."

Ma AntifansTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang