Langit biru yang indah kini perlahan berubah menjadi gelap. Matahari yang tadinya bersinar menerangi hari berlindung di balik bukit-bukit. Sekelompok burung mengeluarkan suaranya, memecahkan kesunyian yang tercipta sejak senja tadi. Air danau menjadi dingin akibat suhu dingin yang mulai menjelajahi setiap wilayah. Daun pohon saling bersentuhan, menghasilkan suara yang begith menenangkan. Seorang gadis berumur 16 tahun duduk di tanah dekat danau. Sekali-kali matanya tertuju kepada bayangan dirinya yang ada didanau. Lalu kembali ke buku diary nya dan menarikan tangannya untuk merangkai beberapa kata menjadi kalimat yang ada di diary nya.
Gadis itu menarik nafas panjang seakan dia telah kehilangan nafasnya ketika berada dibawah air yang begitu dalam. Tubuh gadis itu hampir sedingin air danau. Rok kotak-kotak berwarna biru, hitam dan pink , sepatu boots berwarna coklat dan tshirt berwarna biru tua. Gadis yang tak terlalu memperdulikan penampilannya namun selalu menjaga dan memperhatikan hatinya yang akan hancur suatu hari. Lagi.
"Mia, kamu kenapa masih disitu?" panggil salah satu suara gadis yang tengah berdiri di daun pintu sebuah rumah, letaknya tak terlalu jauh dari danau.
"Iya, kak. Sebentar" jawab gadis yang tadinya bersantai di tepi danau. Gadis itu meletakkan pena nya di antara halaman lalu menutup diarily nya dan berjalan menuju rumah.
"Kau baik-baik saja?" tanya kakak Mia, Elena.
"Yeah, aku baik-baik saja" Mia menahan segala raungan didalam dirinya. Sebuah senyuman paksa dilukis kan dibibir nya agar Elena tak menanyakan apapun lagi.
Suasana dikamar Mia begitu ramai. Berbagai rangkaian tulisan berupa 'quotes' dan 'list of life goals" menghiasi kamar. Lampu 'LED' kecil mengelilingi tempat tidur Mia dan beberapa foto-foto Mia bersama sahabat-sahabatnya. Mia merebahkan tubuh mungilnya di atas kasur sambil memeluk diary nya.
Dengan perlahan pun, gambaran-gambaran itu mulai bermunculan di kepalanya. Gambaran itu sangat menyakitkan dirinya, tidak hanya secara batin namun secara fisik. Butiran air mata berjatuhan di pipinya. Mia menutup telinganya sekuat mungkin dengan tangannya, mencoba menghilangkan semua teriakan rasa sakit yang ia rasakan.
Jiwanya begitu gundah dan tak bisa henti menonton orang yang ia sayangi tersakiti. Erangan depresi selalu membuatnya baikan namun kali ini tidak membantu dirinya sama sekali.
Elena yang mendengar erangan Mia langsung menerobos masuk kedalam kamarnya. Adik kesayangannya sudah terduduk dilantai dekat kasur, menutup seluruh tubuhnya dengan tangan mungilnya. Elena langsung memeluk adik tunggalnya lalu mengusap rambut Mia perlahan-lahan.
"Sudahlah. Semuanya akan baik-baik saja."
Elena beranjak menuju meja belajar Mia yang terletak di dekat jendela kamar. Tangan kanannya meraih sebuah botol obat yang bertuliskan 'obat penenang'. Ia pun kemudian menyuapkan obat itu ke mulut Mia. "Udah tenangkan sekarang?"
Dalam sekejap saja, Mia berhenti dari tangisnya dan mulai terjatuh tertidur di pelukan Elena.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAKE WITNESSED
Teen Fiction"Hiduplah, mengenang hanya untuk orang-orang tua" Seorang gadis cantik nan jutek namun memiliki kepribadian penyendiri meskipun dia merupakan gadis yang digandrungi oleh banyak cowok. Kepribadiannya banyak mengundang tanya oleh sebagian murid disek...