LAKE REMINDS ME

8 5 0
                                    

“Entar kamu bakalan tau, kok”
----

“Entar kamu bakalan tau, kok” Lily menyajikan makanan malam mereka dan meletakkannya di atas meja makan. "Tunggu saja tanggal main nya.”

Alis mata Mia kembali naik, menunggu pernyataan yang jelas, singkat dan padat dari Lily tetapi gadis itu hanya senyum-senyum sendiri.

Setelah melewati hari yang begitu melelahkan, Mia dan Lily menyantap makan malam mereka dalam sunyi. Hanya suara dentangan sendok dan garpu yang menyentuh piringlah yang terdengar serta suara jangkrik malam. Dikarenakan besok adalah hari Sabtu, Lily memutuskan untuk menginap di rumah Mia. Selain itu ia ingin memastikan kalau sahabatnya baik-baik saja meskipun Mia telah mengulang sebuah kalimat berulang kali.

“Iya, Li. Aku baik-baik saja.”

Entahlah. Mungkin aku tidak baik-baik saja batin Mia

Mia’s POV
----
Lily tengah terlelap disebelahku. Aku tidak berniat untuk menyuruhnya pulang setelah menolongku tapi aku hanya tidak ingin ia bersusah payah untuk merawatku hanya karena aku pingsan. Jujur saja, ketika aku berada didalam lemari tersebut, segalanya menjadi gelap. Aku bahkan susah untuk bernafas. Dan beberapa gambaran itu mulai bermunculan. Aku tak sanggup menerima segala rasa perih yang dilemparkan pada ku ketika itu. Oleh seba itulah aku pingsan.

Disaat aku membuka mataku dari dunia yang begitu gelap, rasanya dunia ku seperti diguncang hebat. Kepalaku terasa berat dan pusing. Apakah penderitaan ku akan tetap bertambah? Aku rasa ini barulah permulaan.  Segerombolan orang gila akan menghantamku karena aku..

Jake dan Peter ada di sisiku. Maksudku benar-benar ada di masing-masing sisiku. Mereka menatapku dengan pandangan yang..entahlah. Aku tidak bisa menjabarkannya.

Disaat itu juga aku merasa ketakutan.

Bukan karena film horror atau hal semacam itu. Aku takut jika suatu saat hatiku akan menempati salah satu dari hati mereka.

Jam bekerku menunjukkan pukul 12 malam. Dengan mengendap-ngendap sambil menginjit kakiku, aku menuju lemari pakaian lalu mengambil jaket tipisku. Sendal swallow yang aku dapat dari supermarket seharga Rp.10.000; - aku kenakan. Tak lupa pula aku mengambil buku Diary ku dari meja belajar.

Dengan begitu pelan dan hati-hati, aku membuka pintu kamar. Suara decit dari pintu kamarku membuat Lily mengubah posisi tidurnya dan saat itu juga, aku berhenti bergerak. Merasa aman dengan situasi, aku pun langsung membuka pintu itu lagi dan melangkah keluar.

Aku berjalan diatas jembatan danau menuju ujung  jembatan. Jembatan ini dibangun oleh ayahku ketika aku berumur 9 tahun. Aku masih ingat kenangan itu.

Waktu itu aku dan abangku, Dave, membantu ayah untuk membangun jembatan ini. Karena umurku yang masih muda, aku lebih banyak meluangkan waktu ku sambil memainkan boneka Barbie pemberian ayahku. Aku menonton Dave membantu ayah. Dave sering menyembunyikan boneka Barbie ku namun aku selalu bisa mendapatkannya kembali.

Pada suatu hari, Dave kembali menyembunyikan Barbie ku tetapi aku tidak bisa menemukannya. Saat itu juga, dia menunjuk kearah ujung jembatan dan mengatakan kepadaku kalau ia menyemen Barbie ku ke kayu jembatan. Untuk memastikan perkataannya, aku berlari menuju ujung jalur jembatan. Dia benar. Boneka Barbie ku tersemen kuat di batang kayu jembatan. Aku begitu marah kepadanya sehingga menangis dua hari dua malam tetapi dia tetap saja menjahiilku dan tertawa terpingkal-pingkal.

Untuk membalas dendamku kepada Dave, aku mencuri baju kesayangannya dari lemari pakaian. Baju itu terlihat begitu konyol dimataku.

Sebuah pohon besar yang berdiri kokoh diatas tanah.

Aku baru menyadari kalau dipohon itu terdapat sebuah lobang yang menuju kedalam tanah. Entah kemana akhir dari lobabg itu. Tanpa pikir panjang akibat dari hal bodoh apa yang akan kulakukan, aku meletakkan baju Dave kedalam lobang tersebut lalu menyemen nya dengan sisa semen yang ia pakai untuk menyemen boneka Barbie ku.

Ke esokan harinya, ia mengamuk kepada seluruh penghuni rumah. Dia bahkan menuduh ibuku mencuri baju nya dan mencampakkanya ke dalam tong sampah. Ibuku sepakat denganku kalau dia sangat tidak menyukai baju kesayangan Dave.  Tapi tentu saja ibuku tidak melakukannya.

Aku yang membuangnya.

Dia sempat bertanya padaku dengan nada bentak tapi aku hanya menggeleng dengan polos.

Ah sudahlah. Walaupun itu kenangan yang begitu manis, tapi itu tetaplah kenangan. Danau ini yang menjadi saksi kehidupanku.

Dia mengetahui segalanya.

Kakiku bergelantungan di tepi jembatan. Sesekali aku sengaja menyentuhkan kakiku ke air danau yang sangat dingin. Pantulan bayangan wajahku terlihat kabur di permukaan air danau. Begitu juga dengan kehidupanku. Aku membuka Diary ku lalu mulai menuliskan beberapa rangkai kalimat. Terkadang aku tersenyum melihat tulisanku. Sering juga aku terbayang kejadian beberapa tahun lalu.

Aku merebahkan tubuh mungilku di kayu jembatan. Pandanganku lurus ke hamparan langit gelap yang dipenuhi bintang-bintang. Kakiku masih menyentuh permukaan air danau yang dingin. Suhu malam mulai menyelimuti tubuhku bahkan jaket yang aku kenakan tidak bisa menghalaunya. Satu demi satu bintang itu aku gabungkan menjadi sebuah huruf.

D untuk abangku, Dave.
M untuk ibuku, Monica
R untuk ayahku, Richard

Dan…

Ketika aku ingin menggabungkan beberapa bintang lagi, ternyata hanya dengan menambahkan satu bintang lagi aku bisa membentuk huruf P dan J.

P untuk Peter
J untuk Jake

Sekilas saja aku langsung membuyarkan pikiranku mengenai hal tersebut. Tidak ada yang namanya Jake ataupun Peter di kehidupanku.

Aku masih mengayun-ayunkan kedua kakiku kedalam air danau. Rasa ketertarikanku berpindah ke sebuah pohon besar dimana aku menyembunyikan baju Dave. Aku pun beranjak bangun dan berjalan menuju pohon itu. Ayahku bilang umur pohon ini sudah sang…sang..sang..sangattt lama. Dia bilang jarang ada pohon yang bisa hidup lebih dari umur ayah kala itu, apalagi di kota kecilku ini.

Pohon kami memiliki sebuah nama. Ide itu datang dariku yang dulunya sangat suka bersandar di akar pohon yang besar dan kuat sembari memainkan boneka Barbie ku.
Mr. Lulupa.

Konyol memang. Kala itu, aku juga menemukan cinta pertamaku, Jem. Dia adalah tetanggaku. Rumahnya lumayan jauh dari tempat tinggalku tapi dia sering sekali datang menemuiku. Terkadang dia ikut bergabung bersamaku dan ayah menaiki kapal ke tengah Danau untuk memancing.  Tapi sayangnya dia sudah berpindah ke negara lain. Kalau tidak salah dia pindah ke Inggris.

Beberapa jam sebelum keberangkatannya ke bandara, dia memberikanku pisau yang sangat tajam. Bukan untuk melukaiku tetapi untuk mengukir inisial kami di batang pohon itu.

“Tuliskan inisialmu. Dan aku akan tulis inisialku di batang pohon ini” dia menyuruhku dengan semangat. Aku pun mengiyakan dan langsung melakukannya.

M & J

“Aku berjanji jika aku menemui mu lagi, aku akan menikahimu”

Bagi ku waktu itu, perkataan yang keluar dari mulut Jem hanyalah hiburan semata sebelum ia meninggalkanku entah sampai kapan. Tapi kepastian akan hal tersebut tetap saja aku masih menanti.

Udara sejuk malam membuatku tak tahan berada diluar lama-lama. Aku memandang pohon itu untuk terakhir kali sebelum aku memasuki rumah. Dan aku pun meninggalkannya. Malam yang begitu indah. Danau bagaikan bank kenangan yang membantuku untuk mengingat segalanya.

LAKE WITNESSEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang