FAITH
Kuperhatikan dinding kamarku dengan tatapan kosong. Rasanya aku sudah tidak memiliki harapan hidup. Satu jam yang lalu, Ibu baru saja dimakamkan. Mozes bekerja, aku cuti kerja untuk beberapa hari. Untuk apa lagi aku bertahan hidup? Untuk siapa aku bertahan hidup? Aku sudah tidak memiliki tujuan hidup. Seorang suami? Tidak pernah terpikirkan sedikitpun olehku. Sudah tiga hari sejak meninggalnya Ibuku, aku tidak begitu banyak makan. Mungkin sekarang aku sudah turun beberapa kilo. Entah sampai aku akan berlarut-larut dalam kesedihan. Air mataku sudah terkuras habis siang tadi, mataku membengkak, oh.. aku pasti terlihat sangat jelek.
Kemana Faith yang periang? Dia sedang beristirahat untuk beberapa saat. Tidak setiap saat orang yang terlihat bahagia itu bahagia. Orang terlucu sekalipun pasti pernah menangis. Dan orang bahagia muncul karena kepedihan. Ini tidak akan berlangsung lama, aku berjanji. Telingaku menangkap suara bel dari luar. Siapa lagi yang ingin bertemu denganku? Aku sudah bosan dengan bunga-bunga yang mereka bawakan untukku, untuk apa ia membawakan bunga-bunga sialan itu? Aku mendengus kesal. Kutinggalkan tempat tidur lalu kubuka pintu kamarku. Bunyi bel itu tak berhenti hingga akhirnya aku mencapai pintu. Tangan kananku menekan gagang pintu, pintupun terbuka. Tn. Alex ada di hadapanku. Bagaimana bisa? Mengapa Nathan membiarkannya masuk? Demi Tuhan, pasti Tn. Alex berbohong pada Nathan, kakek tua yang ceroboh itu.
"Hei, Faith, maaf aku tidak bisa datang ke pemakaman Ibumu," ujarnya. "Aku turut berduka cita, kubawakan bunga mawar untukmu," lanjutnya menyodorkan seikat bunga mawar berwarna merah darah padaku. Aku terpaksa menerima bunga sialan ini. Jika ia bukan atasanku sudah pasti aku akan membuangnya.
"Tidak apa-apa," bisikku, atau mungkin hanya aku yang hanya bisa mendengarnya. "Masuklah," ajakku. Ia segera masuk ke dalam apartemen kecilku, lalu ia mendesah. Matanya melihat ke atas sofa yang dipenuhi dengan bunga mawar merah darah yang berserakan. Ia melipat bibirnya ke dalam, lalu kakinya berjalan menuju sofa yang lain. Mengapa ia harus datang? Kutautkan kedua alisku dan merengek dalam hati. Andai Mozes ada di rumah, sudah pasti aku menyuruhnya untuk membukakan pintu untuk Tn. Alex. Dan mengapa Tn. Alex tidak menghubungiku terlebih dahulu sebelum ia datang ke apartemenku? Aku terlihat buruk di hadapannya.
"Sebenarnya, ada keperluan apa Tn. Alex?" Tanyanyaku seramah mungkin, suaraku serak. Mata Tn. Alex yang awalnya dari tadi memerhatikan bunga-bunga di atas sofa itu segera ia alihkan padaku. Ia terlihat kebingungan.
"Aku hanya ingin melihat keadaanmu,"
"Yah, kau tahulah, aku kehilangan," ucapku kasihan pada diri sendiri. Aku memakai pakaian tidur berwarna merah muda yang memiliki gambar kelinci, oh, sangat imut. Di hadapan Tn. Alex! Tembak aku saja. Tanpa malu-malu aku berjalan menuju sofa yang dipenuhi dengan bunga itu, lalu kukesampingkan sebagian agar aku memiliki tempat yang kosong. "Aku tidak memiliki tujuan hidup, Tn. Alex," desahku.
Mata Tn. Alex tak lepas dariku, aku sudah menduganya ia akan melakukan itu padaku. Apa masalahku? Seharusnya aku sudah terbiasa. "Kau tidak memiliki tujuan hidup? Kau bahkan sudah menginjak 22 tahun,"
"Dulu, aku memiliki tujuan untuk tetap menghidupi Ibuku. Tapi ia sudah tidak ada, jadi..."
Kepala Tn. Alex tergeleng. "Bukan itu, itu bukan tujuan hidupmu," ucapnya. "Mungkin kau harus mencoba untuk bersosialisasi di luar sana. Memulai kehidupan yang lebih terbuka. Dan siapa tahu, kau mendapat ilham apa tujuan hidupmu. Seperti misalnya, berpacaran?" Tanya Tn. Alex mulai memegang tangan kananku yang tersandar di pinggiran sofa. Kuperhatikan jari-jarinya yang mengelus jari-jariku, ia sangat hangat. Berbeda dengan Tn. Justin yang tangannya terasa sangat dingin. Aku tahu kemana tujuan percakapan Tn. Alex sekarang. Ia menginginkanku. Mengapa harus aku? Aku tidak secantik Lennion yang memiliki rambut pirang. Aku tidak memiliki mata biru indah seperti suster Carla. Aku merengek dalam hati, hidup ini sangat sulit ditebak. Kau tidak akan tahu apa yang akan terjadi 10 menit ke depan. Imajinasi yang telah kaubuat secara garis besar memang bisa saja terjadi, tapi kau tidak akan pernah tahu apa yang terjadi satu menit setelahnya. Seperti sekarang, aku tidak tahu kalau Tn. Alex akan datang ke apartemenku dan membicarakan hal pacaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Mistakes by Herren Jerk
RomanceJustin membutuhkan seorang submissive. Dia bertemu dengan seorang gadis polos bernama Faith Edwina. Sebenarnya Justin adalah seorang psikopat yang kejam. Justin meminta Faith untuk tinggal di rumahnya karena ada sesuatu hubungan antara ibu Faith den...