Chapter 17

5.8K 223 2
                                    

AUTHOR

Wanita berambut cokelat itu disekap oleh pria bertubuh tegap dan misterius dari belakang. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, namun terlambat, ia sudah terbius. Pria yang memiliki mata biru itu dengan segera bangkit dari tempatnya, berusaha untuk mengejar wanita yang telah digendong itu tetapi kepalanya benar-benar pening. Ia berlari seperti orang mabuk, penglihatannya buram saat wanita itu telah dibawa masuk ke dalam sebuah van berwarna biru. Ia mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali untuk mendapatkan penglihatan yang jelas, ia melihat nomor polisi van itu yang telah melaju tempatnya. Ia mendapatkannya, lalu ia ambruk begitu saja.

Berbeda dengan pria yang lain. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya saat ia sedang membawa wanita yang bertubuh kurus itu ke dalam mobilnya. Darah yang mengalir melalui dada wanita itu menetes-netes di sekitar perjalanan. Justin menutup pintu belakang ketika ia telah memasukkan Carla ke dalam mobilnya. Ia lalu masuk ke dalam bagian depan mobil lalu menyalakan mobilnya. Secepat mungkin ia keluar dari parkirannya untuk pergi ke sebuah rumah sakit terdekat. Justin menggeleng-gelengkan kepalanya, tak habis pikir apa yang baru saja terjadi padanya. Istrinya, di belakang, sedang sekarat karena tertembak oleh peluru yang bisa saja benar-benar berbahaya. Bahkan Justin menancap gas lebih kencang lagi, melebihi batas rata-rata biasanya. Matanya menatap speedometer yang jarumnya telah menunjukkan angka 80. Namun di bawah speedometer itu, ada sebuah kertas yang sebelumnya tidak ada di sana. Perlahan-lahan kaki Justin melonggarkan injakannya terhadap pedal gas lalu berhenti. Tepat. Tepat ketika rambu-rambu lalu lintas menunjukkan lampu merah.

Ia mengambil kertas itu dengan jari-jarinya. Sebuah tulisan tangan terlihat di sana, tulisan dengan huruf kapital. Itu adalah nomor telepon dan sebuah alamat. Di sudut kertas itu tertulis kata kotor yang Faith tidak mungkin sukai. Justin dengan segera mengambil ponsel dari kantong celananya lalu menekan nomor yang tertulis di kertas itu, dan ia menghubungi nomor itu sesegera mungkin. Jantungnya berdegup kencang diiringi dengan bunyi sambungan dari ponselnya. Keringatnya mengalir, menghias pelipisnya. Rambutnya basah. Dan kemudian kepalanya menoleh ke belakang. Wajah istrinya benar-benar pucat, darahnya semakin mengalir, ia harus berada di rumah sakit secepat mungkin. Tiba-tiba ponsel itu mengeluarkan suara seorang pria.

"Ingat aku?" Suara pria itu dengan nada suara yang benar-benar menantang.

"Alex Bajingan Siccrosire!" Justin memaki pria itu. Di seberang sana, pria itu menertawakan Justin dengan tawa mengejek. Seharusnya Justin menduganya dari awal! "Apa yang kau inginkan dariku, sialan?"

"Tidak ada," ucap pria itu tersenyum licik. "Ini hanya balas dendamku yang lain. Omong-omong, Faith sedang bersamaku di sini. Dia hamil. Gadis yang cantik, yang tidak pernah mengecewakanku. Tetap seksi, polos, tapi sayangnya bukan milikku,"

"Jangan pernah berani untuk menyentuhnya, bajingan!"

"Sayang sekali, baru saja menciumnya beberapa saat yang lalu. Tidak keberatan, kan?" Goda pria itu terkekeh. Dan memang pria terdengar serius dengan ucapannya. Justin menggertak. "Well, jangan berani-berani kau menghubungi polisi. Datang ke alamat yang telah kuberikan atau Faith akan mati!" Seketika itu juga sambungan terputus. Percakapan apa yang baru saja ia lewati? Mengapa pria itu masih berada di dunia ini dan berubah menjadi diri Justin? Iblis? Dan tidak mungkin Alex membohongi Justin dan mempermainkannya. Istrinya baru saja tertembak dan tentu saja itu perbuatan dari Alex sialan itu. Demi Tuhan ia harus pergi ke alamat sialan ini. Semoga GPS yang terpasang di mobilnya berguna untuknya dalam waktu 1 jam.

Carla dibawa ke ruang gawat darurat. Ia benar-benar kekurangan darah sekarang. Justin berlari mengikuti tempat tidur beroda itu yang membawa istrinya. Para suster terus mendorong menuju ruang gawat darurat lalu dua di antaranya dengan cepat membuka kedua pintu ruang gawat darurat dan menahan Justin untuk tidak masuk ke dalamnya. Di satu sisi ia ingin menunggu Carla yang benar-benar sekarat, Carla harus tetap hidup.

Right Mistakes by Herren JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang