Chapter 3

10.7K 421 3
                                    

JUSTIN

Akhirnya. Akhirnya bibir itu menyentuh bibirku. Sial, dia sangat panas. Matanya terpejam merasakan bibirku, aku mulai mengecupinya satu kali. Namun matanya terbuka, ia menautkan kedua alisnya lalu ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Tanpa mengatakan sepatah katapun, ia membuka pintu mobilku dan keluar. Ia tidak mengatakan 'terima kasih' atau 'selamat malam', tapi hanya sebuah dobrakan pintu mobil. Aku memejamkan mataku dengan tangan yang mengepal. Apa aku harus keluar? Raut wajahnya seperti ia ingin menangis karena aku mengecupinya. Ini sama sekali tidak sejalan dengan skenario yang kubuat di otak. Seharusnya ia tidak berlari dariku, seharusnya sekarang ia menginginkanku. Seharusnya sekarang dia telah berada di hotel bersama denganku. Dan seharusnya sekarang ia telah menandatangani kontrakku. Ini lebih sulit dari yang kukira.

Aku memutuskan untuk turun dari mobil. Kubuka pintu mobil dan berharap jika aku bertemu dengannya di atas nanti, ia tidak menamparku. Setelah mengunci pintu mobilku, aku berjalan masuk ke dalam gedung apartemennya. Seorang penjaga apartemen sedang membaca sebuah buku dengan kacamata yang tergantung di ujung hidungnya, ia seorang kakek tua. Aku berdiri di hadapannya dan berharap ia tidak mengacaukan apa pun. Hanya saja, tidak mungkin aku mengambil pisauku dan menyembelihnya karena alasan dia tidak mengizinkanku untuk pergi ke atas. Setelah beberapa detik berada di hadapan kantornya, ia akhirnya mendongakkan kepalanya.

"Ada yang bisa kubantu, sir?" Tanyanya dengan suara seraknya.

"Dengar, bisakah kau mengizinkanku untuk bertemu dengan kekasihku? Faith? Aku memiliki masalah kesalahpahaman dengannya. Aku hanya ingin meluruskan yang benar,"

"Tertangkap basah berselingkuh?"

"Tidak, aku tidak berselingkuh. Ini privasi. Dimana apartemennya?"

"Di lantai 3, nomor 7. Kuharap kau berhasil membuat hatinya luluh. Ya, aku mengerti mengapa dia bisa seperti itu. Faith adalah gadis yang sangat sensitif, seharusnya kau berhati-hati bertingkah laku jika sudah berpacaran dengannya,"

"Pasti." Balasku secepat mungkin. Kakek tua yang ceroboh! Aku berlari menuju lift dan menekan tombol menuju atas. Aku harus bertemu dengan Faith. Seharusnya ini tidak terjadi dan aku tidak boleh kehilangannya. Aku ingin dia menginginkanku, tanpa paksaan. Aku belum memaksanya, belum. Gadis ini sungguh menarik, dia hanya tidak sama dengan gadis-gadisku yang dulu. Cerita Ibu Faith tentang Faith tidak semenarik ini. Ibunya cukup ramah, sayang, Ibunya harus terserang stroke. Jujur saja, Ibunya terdiagnosa kanker payudara stadium 2. Faith belum mengetahui apa pun tentang ini. Hanya aku, dr. Carlisle, dan Ibunya yang mengetahui ini. Aku membiarkan Ibu Faith mendapatkan perawatan penyembuhan kanker payudara yang maksimal asalkan Faith akan menjadi milikku. Ibu Faith tidak ingin Faith tahu bahwa ia terserang kanker payudara karena ia tidak ingin melihat Faith semakin stress. Dan Ibunya hanya menganggukan kepalanya, entah mengapa ia malah memberikanku senyum juga ketika aku memberitahu padanya bahwa anaknya akan aman di tanganku. Dia mendukungku. Lihat? Mudah meraih hati orangtua.

Aku masuk ke dalam lift setelah pintu terbuka.

Ya, itu salah satu alasan mengapa aku harus mengejar Faith. Aku telah memberikan yang terbaik pada Ibunya, ia harus beruntung karena rumah sakit tidak memberikan tagihan tambahan karena aku yang bertanggungjawab. Aku tidak ingin dirugikan. Bisa kukatakan, Ibu Faith menjual anaknya hanya karena ia tidak ingin melihat anaknya stress. Setidaknya Ibu Faith beruntung karena aku yang menginginkan anaknya.

Dentingan dari lift mulai terdengar. Pintu lift terbuka dan aku keluar. Mataku segera mencari-cari dimana apartemen nomor 7. Setelah mendapatkannya, aku menekan bel dari samping pintunya. Dua kali aku menekan belnya, akhirnya pintu apartemennya terbuka. Ia memakai kimono berwarna putih yang menutupi tubuhnya. Aku yakin dan percaya ia sedang telanjang di balik kimono itu. Sialan. Ketika ia melihatku, tangannya segera mendorong pintu itu kembali, namun aku menahannya.

Right Mistakes by Herren JerkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang