AUTHOR
Justin Lexise berusaha untuk tidak bernafas di dalam ruangan itu. Ia menutup hidungnya dengan kemeja yang ia pakai. Wanita yang ada tergolek lemah di atas tempat tidur itu harus ia selamatkan sekarang juga sebelum ia benar-benar mati. Racun apa yang setan itu berikan pada gas ini? Tangan Justin secepat mungkin melepaskan ikatan-ikatan di tangan Faith, wanita yang tergolek lemah itu. Justin terbatuk-batuk ketika ia sedikit menghirup nafas. Ia menggendong Ibu hamil itu keluar dari kamar sialan berasap ini. Justin menggeleng-gelengkan kepalanya, ketika ia telah keluar dari kamar itu. Nafasnya tak beraturan, ia telah menghirup gas itu. Ia berjalan melewati lorong dengan tergopoh-gopoh tak mampu bernafas, namun ia sedang menggendong wanita hamil dan tidak mungkin ia menjatuhkan wanita ini. Terlebih lagi, yang wanita ini sedang kandung adalah anaknya sendiri. Penglihatannya buram saat baru saja akan mencapai tangga, ia bersandar sebentar di tembok dengan nafas tak beraturan. Dengan penglihatan yang masih buram itu, ia berusaha untuk bangkit kembali dari sandarannya, lalu berjalan kembali.
Ia berhenti di pinggir tangga. Tidak, ia tidak ingin mengambil resiko yang lebih besar. Mungkin ia akan menunggu Mozes. Justin terduduk di tangga paling atas sambil memposisikan Faith di atas pangkuannya. Tangannya menahan pundak Faith agar Faith tidak terlentang. Kepala Justin pening, tak bisa bernafas, pendengarannya mendengung seperti lebah yang mengelilinginya. Dilihatnya –meski buram—seseorang yang muncul di hadapannya.
"Seharusnya sutradara film Thor memintaku untuk menjadi pemeran utama di film mereka. Karena, lihatlah Justin, palu yang kupegang benar-benar berfungsi melawan orang-orang di bawah sana. Termasuk wanita seksi yang sebenarnya aku tak ingin memukul kepalanya dengan palu ini,"
"Mozes, apa yang kaukatakan? Faith! Bawa Faith ke rumah sakit, ia baru saja menghirup udara beracun. Atau adikmu akan mati!" Seru Justin tak tahan lagi. Ia benar-benar tak kuat. Tubuhnya telentang di atas lantai, tangannya telah melepas Faith yang sekarang telah berada dalam gendongan Mozes. "Pergi sekarang Mozes! Pakai mobilku, kuncinya kutinggalkan di sana!" Teriak Justin terbatuk-batuk. Mungkin sebentar lagi Justin akan mati karena menyelamatkan anaknya dalam kandungan Faith.
"Bagaimana denganmu?" Tanya Mozes saat ia baru saja satu langkah turun tangga.
"Jangan pikirkan aku! Aku bilang ..." Justin bangkit dari lantai, berdiri lalu ia hampir menendang Mozes. "Pergi sialan!" Teriak Justin emosi. Mozes dengan segera turun dari tangga, meninggalkan Justin yang merosot turun ke bawah, terduduk. Pikiran Justin terbang kemana-mana. Bagaimana jika Faith terlambat tertolong oleh para medis? Bagaimana jika sekarang ia mati? Apa dia akan bertemu anaknya? Tidak mungkin. Bagaimana dengan Carla? Justin lebih memilih mati daripada ia harus berhadapan dengan dunia. Faith harus selamat. Begitu juga dengan Carla. Sebelum Justin benar-benar kehilangan nafasnya, suara mobil polisi dari luar terdengar. Lalu kesadaran Justin berangsur-angsur hilang.
Joe menghubungi pihak kepolisian. Ia masih dapat menghafalkan nomor mobil polisi dari van milik Alex. Ia ingin menyelamatkan Faith. Ketika Mozes baru saja keluar dari rumah, mobil polisi sudah berada di halaman rumah Alex. Ada beberapa anak buah Alex yang kepalanya sudah bocor akibat pukulan Mozes memakai palu. Ya, Mozes memang membawa palu. Ternyata pekerjaan menjadi kuli bangunan benar-benar berguna untuk menghabisi anak buah Alex. Joe muncul dengan hidung yang telah diperban. Beberapa polisi keluar sambil menodongkan pistol. Mozes langsung berteriak.
"Ada seseorang di dalam sana. Di dekat tangga. Tolong selamatkan dia!" Teriak Mozes.
"Apa Anda baik-baik saja, Tuan?" Tanya salah seorang polisi mendekati Mozes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Right Mistakes by Herren Jerk
RomanceJustin membutuhkan seorang submissive. Dia bertemu dengan seorang gadis polos bernama Faith Edwina. Sebenarnya Justin adalah seorang psikopat yang kejam. Justin meminta Faith untuk tinggal di rumahnya karena ada sesuatu hubungan antara ibu Faith den...