Pada akhirnya kami sampai villa tepat jam sembilan malam. Saat kami datang, Ayah sudah berdiri di depan pintu dengan wajahnya yang garang. Kami tidak tahu harus berbuat apa karena sudah tertangkap basah kabur. Jadi, semua dari kami menampakkan wajah nyengir dengan senyuman semanis-manisnya, berharap mendapat pengampunan dari Ayah. Namun sepertinya itu tidak berlaku, Ayah tetap dengan wajah garangnya.
"Kalian semua kembali ke kamar." Suruh Ayah.
Kami sudah mengira kalau Ayah memarahi kami, tapi nyatanya tidak. Ayah malah menyuruh kami ke kamar. Kami semua mematuhi suruhan Ayah.
"Liam!" Apa lagi ini? Kami semua ketakutan.
"Kartu kreditmu." Pinta Ayah sambil menengadahkan tangannya.Liam pun terpaksa mengambil kartu kredit dari dompetnya. Sial.
"Dad akan menyita kartu kreditmu selama satu bulan." Ucap Ayah kemudian berlalu pergi.
"Kami masih disini. Liam, gunakan saja kartu kreditku, tapi jika kau membeli sesuatu kau harus membaginya padaku." Ucap Tistan.
"Liam, kau tak apa memakai kartu kreditku asalkan setelah satu bulan dan kartu kreditmu dikembalikan Dad kau harus menggantinya." Tambah James.
"Hehh! Lebih baik kalian tidak usah meminjamkan kartu kreditmu!" Liam kesal kemudian ia pergi ke kamarnya.
"Bagaimana sih kalian ini. Kalau tidak mau meminjamkan ya tidak usah bilang. Ck, ck." Ucap Louis.
"Tapi aku punya niat baik, kan?" Balas Tristan.
"Ya, ya, terserah kalian." Jawab Zayn kemudian pergi ke kamarnya diikuti yang lain.Aku merebahkan tubuhku di kasur. Haahh, hari ini sangat melelahkan walaupun kelihatan menyenangkan. Perjalanan konyol yang belum sampai pada unjungnya itu terasa sangat singkat sebelum berakhir ketahuan oleh Ayah. Bahkan saat mereka mandi di kolam pembuangan membuatku tertawa geli. Untung saja aku tidak ikut mandi. Benar-benar konyol.
Paginya, aku membuka jendela kamarku menghirup udara segar yang beraroma pantai. Aku melihat Calum, James, Bradley, Louis, dan Tristan sedang bermain bola di halaman. Mereka sangat hebat seperti atlet nasioal. Di antara mereka, Louis lah yang sangat terlihat profesional. Aku memutuskan untuk duduk di jendela melihat mereka bermain.
Calum mengoper bola pada Tristan.
Tristan mengoper bola pada Bradley.
Bradley mengoper bola pada James.
James megoper bola pada Louis
Louis mengoper bola pada Bradley.
Bradley mengoper bola pada James namun tendanganya terlalu keras hingga keluar halaman dan ternyata mengenai Connor yang sedang berjalan menuruni tangga. Ia kehilangan keseimbangan, hingga tubuhnya terguling-guling menuruni tangga. Aku langsung menuju tempat kejadian melihat keadaan Connor.
"ARGHH!" Connor berteriak. Kurasa dia kesakitan pada kakinya.
"AARGHHH"! Ia berteriak lagi sambil memegangi kakinya.
"Connor, kau tidak apa-apa?" Tanya Bradley.
“Tentu saja kenapa-kenapa. Bodoh, dia kesakitan." Ucap Louis kemudian menjitak kepala Bradley.Calum dan Tristan mengangkat Connor menuju kamar. Louis menelpon dokter untuk ke villa. Connor masih saja merintih kesakitan. Bahkan ia sampai menangis tersedu-sedu. Aku sampai kasihan melihatnya. Untuk sementara kakinya ditaruhi dengan es. Setelah lima belas menit, dokter datang dan memeriksa keadaan kaki Connor.
"Kakinya patah. Dia harus segera di operasi. Saya akan mengambilkan kursi roda." Ucap Dokter.
Kami semua terkejut. Separah itukah kakinya?
"Dia akan di operasi di London. Semuanya berkemas hari ini juga kita pulang." Ucap Ayah.
"Baik. Kursi rodanya akan segera sampai." Ucap Dokter itu lagi.
"Iya, terimakasih, Dok." Balas Ayah kemudian dokter itu pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brothers Conflict
FanficWARNING : SEBAGIAN PART DI CERITA INI DI PRIVAT Bagaimana jika kamu mempunyai kakak-kakak yang ganteng dan terkenal? Inilah yang dialami salah seorang gadis yang merupakan anak bungsu dari keluarga musisi besar. Disinilah terjadi konflik persaudaraa...