Bagian 22

1.1K 83 6
                                    


Siang harinya, mereka sudah sampai di salah satu mal yang ada di Jakarta. Tujuan mereka sekarang adalah toko boneka. Kevin meminta Zella untuk menemaninya karena Kevin tidak tau selera perempuan. Kevin hanya tidak tau bagaimana rasa sakitnya Zella ketika mendengar itu. Namun, sikap tegar Zella membuat Kevin yakin bahwa gadis di sebelahnya itu baik-baik saja.

Mereka masuk ke salah satu toko boneka yang luas. Zella dengan mata berbinar-binar segera berlari menuju boneka yang berada di ujung. Kevin hanya menggeleng melihat tingkah Zella. Tingkahnya yang seperti anak kecil, membuatnya mengingat ke suatu peristiwa disaat dirinya masih bersama Zella. Dengan sifatnya yang masih kecil, tapi apa adanya, membuat Kevin nyaman berada di sampingnya. Tapi sekarang, Zella sudah mulai sedikit menjaga image-nya di depan Kevin. Zella terlihat seperti bukan dirinya.

"Yang ini bagus." Zella mengambil sebuah boneka berukuran sedang dengan warna biru putih yang menghiasinya.

"Kurang besar, deh," tolak halus Kevin.

Zella mengerucutkan bibirnya. Kemudian ia mengambil sebuah boneka lagi. "Kalo yang ini?" Zella membawa boneka yang besarnya lebih besar daripada dirinya dengan kesusahan. Boneka beruang dengan warna pink putih itu sangat lucu, ditambah dengan bulunya yang halus dan juga wangi.

Kevin membantu Zella yang sedang kesusahan membawa bonekanya. "Jangan kecil-kecil dong jadi orang," ledek Kevin yang niatnya hanya bercanda. Namun tidak bagi Zella.

Zella menyengir. "Lo mau ambil yang itu?" tanyanya.

"Iya." Mereka berdua berjalan menuju kasir dan segera membayarnya. Boneka tersebut Kevin bawa menggunakan troli yang ia temukan di pojok mall. Beruntunglah, mereka tidak perlu susah-susah menggendong benda raksasa itu.

"Makan dulu yuk," ajak Kevin. Belum sempat Zella menjawab, Kevin sudah menarik tangannya. Kevin tidak tahu jika organ tubuh Zella bagai berhenti bekerja. Mereka masuk ke salah satu restoran yang ada di mall itu. Seperti biasa, Kevin yang memesan makanannya. Dan hidangannya juga sama seperti biasa mereka makan.

Selama satu 15 menit mereka di restoran itu, tidak ada percakapan yang terjadi di antaranya. Keduanya canggung. Gelora aneh yang terus menjalar di hubungan keduanya membuatnya tak bergeming sama sekali.

"Zella? Kevin?" Panggilan itu membuat keduanya menoleh ke empunya suara. Chaca.

Chaca menghampiri meja mereka dengan wajah sumringah. Ia hanya sendiri. "Apa kabar?" tanyanya dengan nada senang. Sejak insiden menyeramkan itu, Chaca pindah kelas, omong-omong.

"Baik. Duduk sini. Gabung sama kita," Zella dengan senang hati mempersilahkan Chaca duduk di sampingnya.

"Makasih," Chaca menempelkan bokongnya di kursi. "Kevin, lo makin ganteng aja."

Kevin tersenyum tulus. Senyuman meluluhkan. "Makasih."

Chaca melihat lebih teliti wajah Kevin. Sementara yang di pandang masih melanjutkan makannya. Kemudian pandangan Chaca beralih pada troli yang berisi boneka besar. "Kok ada boneka? Buat siapa, tuh? Kalian udah pacaran, ya?" tanya Chaca was-was. Padahal ia sudah tahu jawabannya.

"Ha? Enggak. Kami nggak pacaran. Tadi Kevin minta anterin buat beli boneka."

"Buat siapa?"

"Buat cewek yang gua suka, lah," ceplos Kevin. "Tapi cewek yang gua suka udah pacaran sama orang lain. Lo mau bonekanya? Kalo mau, ambil aja buat lo," ia bertanya kepada Chaca. Dan dengan senang hati Chaca menerimanya.

Kevin tidak tahu bagaimana sakitnya Zella sekarang.

Kevin tidal tahu betapa terlukanya hati Zella.

AlmondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang