[24] Jam Istirahat

2.1K 196 23
                                    

"Pacar lo kemana dah? Tumben nggak masuk."

"Lagi tepar."

Andri mengangguk, lalu menggeser satu kotak makan berisi dimsum buatan Renata yang sengaja Andri bawa ke sekolah dan berniat membaginya dengan Shalsa. Tak lupa dua botol minuman dingin yang sempat dia beli di kantin dan menempelkan salah satunya ke pipi perempuan yang sedang merebahkan kepalanya dengan lesu itu di atas meja.

"Dingin ish!"

Andri tertawa, dan dengan jailnya malah semakin menempelkan botol minuman dingin itu berkali-kali hingga membuat Shalsa mengangkat kepalanya, menatap kesal kepada Andri, sebelum akhirnya dia mendaratkan sebuah gebukan pada lengan cowok itu.

"Ngeselin lo, kayak si Farhan!"

"Dih, ogah banget gue disamain kayak cowok lo!" Andri memutar bola matanya.

"Nih makan, Renata nyuruh gue buat bagi dimsumnya sama lo."

"Tumben, kesambet apaan dah dia?" Tanya Shalsa sambil menyomot satu buah dimsum dan mencocolnya pada saus, lalu melahapnya sekaligus.

"Akhir-akhir ini gue liat-liat dia makin baik sama gue." Lanjutnya setelah menyelesaikan kunyahannya.

"Udah nggak jealous dia sama lo."

"Cih, dari dulu apa yang mau dijealousin coba dari gue? Jelas apa-apa juga dia pasti yang menang."

Andri tidak menggubris, dan lebih memilih untuk ikut melahap dimsum miliknya. Mengabaikan suara riuh dari teman-teman Shalsa yang tampak ribut itu di dalam kelas.

Di jam istirahat kedua ini, Andri memang sengaja mendatangi kelas Shalsa. Mengingat dia memang mendapat amanah dari pacarnya untuk berbagi dimsum dengan cewek itu. Juga secara kebetulan, Farhan hari ini sedang tidak masuk. Jadi ya ini memang menjadi suatu kesempatan langka dimana Andri bisa menghabiskan waktunya lagi dengan Shalsa dengan leluasa tanpa terus diawasi oleh Farhan.

Karena jika Ada Farhan, sudah pasti cowok itu tidak akan membiarkan Andri berlama-lama mengobrol atau setidaknya memperbolehkan mengajak Shalsa untuk makan siang bersama.

"Btw, si Farhan sakit apa?"

"Demam,"

"Manusia kulkas macem dia ternyata bisa demam juga."

"Tau dah, tumbenan banget dia sakit."

"Tar pulang sekolah lo mau jengukin dia dong?"

"Nggak, dia ada di rumah gue lagian."

"Hah?" Andri mengerjap, "di rumah lo?"

"Iya, gue suruh istirahat di rumah gue."

"Kok bisa?"

"Dia ke rumah gue jam tiga pagi."

Andri ternganga, "wah, nggak waras."

Shalsa mengangkat bahu acuh, melanjutkan melahap dimsum milik Andri yang tinggal tersisa dua buah itu.

"Eh gue dengar-dengar, anak baru yang namanya Reina itu katanya mantannya Farhan. Emang iya Shal?"

"Kata siapa?"

"Kata anak-anak lain. Gue denger di kantin sih tadi pas beli minum." Kata Andri setelah menenggak minumannya.

"Lo bertiga lagi rame diomongin gara-gara kejadian kemarin di kantin. Katanya Farhan sama Reina sempat debat, dan lo cuma planga-plongo liatin mereka berdua."

"Gue nggak planga-plongo ya anjir!" Kilah Shalsa.

"Terus emang lo ngapain?"

"Cuma mantengin orang debat."

Andri berdecak, "sama aja!"

"Ya lagian kemarin gue emang nggak paham dan baru tau juga kalo mereka saling kenal."

"Terus mereka beneran mantanan?"

"Nggak lah, gue ini pacar pertama Farhan. Mana ada dia mantan."

Entah mengapa Shalsa merasa bangga ketika mengatakan jika dirinya adalah pacar pertama cowok itu.

Padahal aslinya bukan pacar beneran, hehe.

"Terus Reina siapa?"

"Temen kecilnya Farhan. Dan dia tinggal sementara di rumah Farhan soalnya orangtua mereka sahabatan gitu deh."

"Lo emang nggak takut?"

"Takut apa?"

"Mereka tinggal serumah, dan temenan sejak kecil. Udah pasti mereka deket banget kan?"

"Nggak kok, mereka kayak punya masalah gitu dan Farhan kelihatan menjaga jarak dari Reina. Jadi ya apa yang harus gue takutkan?"

"Kalo misalnya masalah mereka selesai dan hubungan mereka kembali membaik, gimana? Lo yakin nggak bakal ada sesuatu diantara mereka?"

Shalsa terdiam, mencoba mencerna semua perkataan Andri untuknya.

"Mereka dekat dari kecil, Shal. Banyak waktu yang udah mereka habiskan bareng-bareng dan nggak mungkin mereka nggak bakal kembali dekat cuma karena satu masalah. Pasti mereka bakalan baikan dan sepengalaman gue, cowok itu pasti punya satu space kosong di hatinya buat teman ceweknya."

"Gue nggak bermaksud manas-manasin ya, tapi karena gue juga mengalami hal yang sama, persis seperti gue yang pernah punya perasaan sama lo disaat gue udah punya Renata, coba deh lo pikirin baik-baik omongan gue."

Iya juga ya. Apalagi Reina itu cinta pertamanya Farhan.

Dan cinta pertama pasti nggak bakalan semudah itu bisa dilupakan seseorang.

Tapi jika mengingat hubungannya dengan Farhan yang hanya pura-pura, untuk apa Shalsa repot-repot memikirkan hal ini? Terserah Farhan masih menyukai Reina tau tidak, Shalsa tidak mau tahu karena dari awal dia yakin jika sepertinya mereka memang ditakdirkan untuk kembali bersama.

Makanya, Shalsa tidak mau menganggap serius perkataan Farhan yang mengatakan jika cowok itu mencintai dirinya dan ingin memperjelas hubungan mereka tadi pagi yang berakhir dengan sebuah pertengkaran.

Yah walaupun, jauh di dalam hati Shalsa, dia juga sangat menginginkan Farhan. Tetapi Shalsa takut terluka.

Dia takut cinta pertamanya ini tidak akan berakhir dengan baik mengingat cinta pertama Farhan juga tidak berhasil (atau bisa saja berhasil jika kedatangan Reina yang kembali di kehidupan Farhan itu memang menjadi takdir yang akan membuat mereka kembali bersama).

Jadi lebih baik, Shalsa tidak memulai apapun yang serius dengan Farhan dan lebih memilih untuk menahan perasaannya sendiri sampai Farhan mengakhiri hubungan pura-pura mereka.

"Shal,"

"Ha?"

"Lo harus berhati-hati," kata Andri setelah mengamati Shalsa yang hanya terdiam cukup lama.

"Gue percaya sama Farhan kok." Jawab Shalsa akhirnya.

"Lagian kalaupun benar Farhan punya perasaan ke Reina, ya nggak apa-apa. Itu hak Farhan. Terserah dia mau terus stay sama gue atau lebih memilih Reina. Gue nggak masalah sama sekali."

"Halah, nanti kalo misalnya Farhan beneran lebih milih Reina juga lo pasti bakal nangis-nangis!"

"Nggak lah, gue tuh nggak bakalan goblok. Apalagi sampe nangis cuma gara-gara cinta, nggak mungkin banget!"

Shalsa berkilah, berusaha agar terlihat meyakinkan di depan Andri agar cowok itu percaya jika dirinya pasti akan baik-baik saja jika hal itu memang benar-benar akan terjadi.

"Oke, gue pegang omongan lo ya. Awas aja kalo sampe nangis!"

Gue bakal ngehajar si Farhan sampe mampus kalo nanti lo beneran nangis cuma gara-gara dia.

***

Relationshit [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang