Aku menggeliat pelan diatas tempat tidur, bayangan bulan purnama diluar sana terpantul dari dalam cermin meja riasku. Disaat yang sama kurasakan sesuatu yang panas dan liat menyelinap dibalik selimut, mendekap erat pinggangku dengan suatu gerakan paling posesif, membuat kesadaran cepat merasuki benak dan menguapkan rasa kantukku entah kemana.
“Kau sudah datang?” Aku bertanya pada mahluk dibelakangku. Mahkluk berdarah panas yang bisa datang dan pergi dari sisiku dengan sekehendak hatinya.
Tak ada jawaban melainkan hanya helaan nafas memburu miliknya, aku memfokuskan pendengaranku pada suara nafas yang ditarik dan berhembus lebih cepat dari yang bisa dilakukan oleh manusia normal. “Caramu bernafas,” bisikku “membuatku berpikir kau sedang menginginkanku.”
Dia terkekeh pelan, “Pada kenyataannya memang demikian” jawabnya sambil lebih mempererat pelukannya dipinggang.
Aku terdiam sambil menelan ludahku gugup.
“Aku telah lama menunggu hari-hari seperti ini, bagimu delapan tahun mungkin terasa lama, tapi delapan tahun versiku lebih menyiksa dari yang kau rasakan Bulan.”
Berbalik menghadapinya, kutemukan sosok sempurna yang membuatku merasa bagai sedang berada dalam mimpi. Kulitnya masih tetap keperakan saat tertimpa cahaya bulan, dan pijar dimatanya tetap membuatku merasa terintimidasi seperti sejak pertama menatap dulu. Kupandangi tubuhku sendiri, kulitku yang hanya terbalut gaun tidur tipis tidak pernah tersepuh cahaya bulan. Buram, tak bercahaya tidak sepertinya.
Ku tarik nafas sambil memejamkan mataku, tak lagi ingin melihat betapa jauh perbedaan antara kami berdua “Kita tidak ditakdirkan untuk bersama, tidakkah kau mengerti itu?” tanyaku frustasi.
Suara tawanya mengalun indah dikeheningan malam “Aku tidak peduli itu, yang kupedulikan hanyalah keinginan yang tak bisa kubunuh terhadap dirimu.”
Membuka mata kembali kutatap mata nocturnal pria cinta pertamaku. “Jadi, apa jalan keluarnya?” tantangku dengan berani.
“Menikahlah denganku.” Suaranya yang berbisik membuatku terpaku.
........
Menikah. Menikah dia bilang!! Ugh!
Aku pasti sudah gila akhir-akhir ini. Lagipula, siapa yang nggak jadi gila bila hidup di dunia nyata sementara kekasihku—pria yang ku cintai—tidak eksis di dunia yang sama dengan duniaku. Dan jangan lupakan fakta bahwa dia juga mengajakku menikah. Aku menghela nafas panjang lewat mulut.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Story Book (One Shoot)
Contokumpulan one shoot milik naiqueen...disini tempatnya.