Secret Mission

32.3K 1.3K 196
                                    

‘Ughhh ….’

 

<Aku bilang mendesah bukannya mengeluh, bodoh.>

Suara itu, aku mendengarnya di kepalaku. Tapi bukan berarti suara hatiku sudah pindah ke kepala. Lagipula suara nurani macam apa yang memberi perintah yang selalu di sertai kata ‘bodoh’.

Empero Narengga. Dia cucu lelaki Kapolri yang sedang menjabat saat ini, juga partnerku dalam banyak hal sekaligus. Walau kenyataannya hubungan kami lebih menyerupai pasangan sadomasokis yang paling sering di gosipkan di Mabes.

Tidak pernah ada partner lain yang lebih galak sebagaimana Pero memperlakukanku. Sejak hari pertama menjadi partnernya, aku bagai kembali dipaksa menjalani masa SMU sebagai gadis culun korban bully dari anak-anak populer. Mengesalkan sekali, padahal aku ini Perwira Polisi.

Sebagai perwira pertama tingkat ketiga dalam Kepolisian, usianya enam tahun lebih tua. Tapi usia matang tampaknya sama sekali bukan jaminan dia partner yang menyenangkan, sama sekali tidak.

Mungkin aku masih akan terus merengek pada atasan langsung yang juga Ayahku sendiri, agar menyetujui keinginanku berganti partner andai visi pertama yang terlintas saat kami bertemu muka menjadi kenyataan beberapa minggu yang lalu.

 

<Ai … berhenti melamun dan lakukan apa yang kuperintahkan.>

 

“Uhhhmmm …” Aku mengerang, tepat di telinganya.

<ITU MENGGUMAM, BODOH!!>

 

‘Brengsek kau, aku ini masih perawan. Mana tahu aku seperti apa yang namanya mengerang atau mendesah seperti yang kau inginkan.’

 

<Cih, tidak profesional …> keluhnya pelan. <Baiklah aku akan membantumu memberi tahu mengerang itu seperti apa, pertama-tama biarkan aku menghilangkan keperawananmu dulu …> Detik berikutnya, kepala polisi mesum satu itu sudah menyelusup turun di belahan payudaraku, menjilat lembahnya dengan ujung lidahnya yang basah dan kasar.

 

“Ahhh …” PLAAAKKK …, erangan itu keluar dari bibir dan menyatu bersama suara sentuhan tapak tanganku di pipinya.

Setan sialan itu mengangkat kepala sambil

mengelus pipi yang memerah dan membentuk cap lima jari. Alisnya terangkat separuh saat balik menatapku. <Wow, erangan yang sensual … tapi seharusnya tidak di sertai dengan tamparan>

Tatap sengit mataku tertuju padanya tapi yang aku terima sebagai balasan justru cengiran mesum partnerku yang menyebalkan. ‘itu sama sekali bukan bantuan …’ keluhku kesal, ‘itu kemauanmu’

Seringai mesumnya terkembang, memenuhi rongga dadaku dengan rasa sebal dan gerutuan tentang kenapa gairahnya terbangkitkan justru di saat yang tidak tepat.

My Story Book (One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang