Motor-motor yang dikendarai oleh tiga remaja berjenis kelamin laki-laki itu terparkir di depan sebuah Cafe. Papan nama 'Facadé' terpampang dengan megah diatas bangunan beserta cahaya yang berpendar di sekelilingnya. Lantunan live music yang terdengar di telinga membuat salah satu diantara ketiga remaja itu berdecak kagum.
"Kelihatannya lo emang nggak salah pilih tempat tongkrongan, Ron." ujar Ega yang terlihat sangat tampan dengan memakai kaos hitam dan topi biru yang dipasang terbalik.
Roni tersenyum bangga, ia menegapkan tubuhnya sambil berjalan angkuh mendahului kedua temannya kemudian mendorong pintu berkaca riben yang bertuliskan kata 'push' di tengahnya. Ega dan Andik mengikutinya dan masuk ke dalam Cafe tersebut.
Ega disuguhi interior pop art eropa klasik dari Cafe Facadé ini, para pelayan sedang sibuk mengantarkan makanan dan minuman yang sudah dipesan dari satu meja ke meja lainnya, Hidung mancung cowok itu mencium bau lezat makanan yang hampir membuat air liurnya menetes.
Cafe yang berukuran cukup luas itu dipenuhi oleh banyak pengunjung yang rata-rata remaja seperti dirinya, meskipun ia melihat di sisi kiri lampion kuning yang tergantung cantik di atas langit-langit ada salah satu pengunjung yang kelihatannya seperti keluarga besar sedang mengobrol santai sambil menyantap makanan.
Setelah melihat-lihat suasana Cafe Facadé ini, Ega dan Andik mengikuti Roni yang berada di depannya. Cowok jangkung itu akhirnya menghampiri dua buah sofa berwarna merah maroon yang saling berhadapan di dekat panggung kecil live music. Roni duduk di sofa merah yang menghadap ke arah utara sementara Ega dan Andik duduk berdua menghadap Roni.
"Ron, lo udah pernah kesini sebelumnya?" tanya Ega.
"Iya pernah sekali waktu gue masih pacaran sama Liza," jawab Roni.
"Dari modelnya kayaknya ini cafe Eropa banget, kalo mahal gimana ntar?" Andik yang sedari tadi diam seribu bahasa akhirnya melontarkan sebuah pertanyaan.
"Nggak kok, meskipun ini emang cafe ala-ala Eropa tapi harganya terjangkau buat remaja kayak kita makanya banyak muda-mudi yang nge-date dan nongkrong di sini." jelas Roni.
Tak berlangsung lama, seorang waitress berseragam merah menghampiri mereka. Tangannya menggenggam pulpen dan notes berukuran kecil beserta buku menu berlambang "F". Dia tersenyum ramah lalu menyodorkan tiga buku menu kepada ketiga cowok itu.
"Mbak, saya pesan beef burger steek terus minumnya ice coffee," ujar Roni pada si pelayan
"Saya juga sama," lanjut Andik.
Sementara Ega masih membaca semua makanan di buku menu itu dan kebingungan ingin makan apa karena kebanyakan semua makanan di sana adalah kesukaan Ega. Cowok yang masih sibuk membolak-balik buku menu rupanya membuat waitress cantik yang sedari tadi membuka notes dan bersiap menulis pesanan Ega mendengus kesal.
"Excuse me, Sir. What do you want to order? if you don't understand Indonesian language in this menu, you can read the English translation where written below here," (*)
Ega lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Nilai ancurnya di mata pelajaran bahasa Inggris membuat Ega tidak mengerti apa yang dibicarakan pelayan wanita ini.Ia tidak bisa menjawab apa-apa kemudian menatap Roni dengan tatapan minta tolong. Si waitress menaikkan sebelah alisnya sambil menatap Ega dengan lekat.
Untungnya Roni langsung tanggap dia lalu bilang kalau Ega memesan makanan & minuman yang sama dengan dia. Setelah si waitress cantik itu menuliskan semua pesanannya, dia mendekatkan kepalanya pada Roni sambil berbisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Girl (just) Friend ?
Ficção AdolescenteSegala hal tentang cinta di masa putih abu-abu itu menarik tetapi tak semenarik cinta dalam persahabatan - Ega Arkha Wardana