Friska POV
Cahaya matahari menusuk kelopak mataku yang tertutup. Cahayanya berkolaborasi dengan suara alarm yang berdering nyaring. Huft, aku lelah sekali. Kupaksakan mataku untuk terbuka. Waktunya kuliah!!. Pak Aryan akan murka kalau tahu ada mahasiswanya yang terlambat masuk kelasnya. Benar-benar tipe dosen killer. Ku sibakkan handuk dipundakku. Sepertinya, beredam air hangat akan menghilangkan lelahku.
"Huft!" aku menghela nafas panjang lagi. Aku kesal sekali. Sekarang ini, aku sedang berdiri di depan pagar rumahku. Menunggu Reza yang tidak muncul-muncul untuk mengantarku ke kampus. Kemana dia? Bisa teat aku ini.
"Loh, anak mama kok belum berangkat?" aku tersentak kaget. Mama muncul tiba-tiba di sampingku dengan membawa selang. Mungkin mau menyiram tanaman kesayangannya. Mama sangat menyukai tanamannya. Katanya sih karena tanaman itu pemberian dari papa.
"Reza belum datang ma" kataku lirih.
"Udah di telfon belum?" tanya mama.
"Nggak aktif ma" kataku sambil berdecak. "Yaudah deh ma, Friska berangkat naik taksi aja deh daripada telat, berabe entar" kataku sambil menghampiri mama dan mencium tangan mama.
*****
Hm, moodku benar-benar hancur sekarang. Reza benar-benar keterlaluan. Sekarang aku harus menanggung hukuman yang pak Aryan berikan. Gila aja! Aku dihukum menyelesaikan skripsi keduaku minggu depan. Yang benar saja. Jelas aku menolaknya.
Untung saja mood pak Aryan tadi sedang baik. Jadi, beliau tidak jadi memberikan hukuman itu. Tetapi, diganti hukuman membersihkan toilet kampus. Haha, seperti anak SMA saja. Yaaa... ini sih gampang.
*****
Author POV
Tampak kursi kebesaran yang berwarna hitam pekat membelakangi Reza. Reza terlihat sangat menghormati orang yang duduk di kursi kebesaran tersebut. Tubuhnya membungkuk.
"Maaf bos, kenapa anda memanggil saya?" tanya Reza sopan. Pakaiannya pun dibuat formal. Kemeja putih dengan jas dan celana yang senada dengan hiasan dasi berwarna hitam pekat melekat sempurna di tubuhnya.
Kursi kebesaran itupun perlahan memperlihatkan wajah si empunya singgasana. Menampakkan pria paruh baya yang berumur sekitar 40 tahun-an. Rambutnya pun sudah mulai memutih. Wajahnya terdapat kerutan-kerutan yang ketara.
"Sekarang saatnya kau membunuh ibunya" perintah pria yang di panggil bos itu.
"A-apa? Tapi, perjanjiannya masih dua bulan lagi" cetus Reza.
"Tidak ada waktu lagi Reza! Anakku Jibran sangat menderita karena bapaknya yang tidak tau malu itu!" bentak bos.
Reza terkejut. Ia tidak menyangka bosnya akan menyuruhnya membunuh ibu Friska secepat ini. Perjanjiannya dua bulan lagi. Entah kenapa, Reza merasa tidak ingin membuuh ibunya. Ia merasa tidak tega pada Friska. Aneh. Sangat aneh.
"Ada apa Reza? Apa kau keberatan? Jika kau tidak membunuh wanita itu, kau tahu sendiri akibatnya. Orang tuamu. Akan mati di depan matamu" wajah yang tadinya ramah mendadak jadi menakutkan.
Reza menghela nafas panjang. Matanya menatap tajam bosnya. "Bos, beri aku waktu" kata Reza serius.
"Baiklah, aku beri waktu kau seminggu. Tapi, jika dalam waktu seminggu itu kau belum membunuhnya. Kau tahu sendiri akibatnya. Pergilah"
"Baik" Reza memutar tubuhnya. Tetapi, langkahnya terhenti saat bosnya memanggil namanya kembali.
"Iya ada apa lagi bos" cetus Reza tanpa berbalik memandang wajah bosnya. Wajahnya tampak menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disguise
РазноеFriska Alluna Valeandro ya, itu namaku. Tak perlu kau panggil semua, panggil Friska saja. Disinilah aku, hidup di tengah-tengah kepingan guci yang mahal. Tentu aku tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan diriku terjebak di kepingan guci yang se...