Part 8

45 12 0
                                    


"APA?!" Teriak pria tua yang duduk dikursi kebesarannya. Bola matanya membulat. Wajahnya memerah menahan amarah. Kedua tangannya mengepal sempurna.

"Maaf dad" rengek seorang pria di depannya.

"Ini tidak mudah untuk dimaafkan. Kau tau apa yang telah kau lakukan JIBRAN!" teriak pria tua itu.

"Ya aku tahu. Aku sudah dikuasai oleh emosi dad. Selama ini aku tidak bisa tidur nyenyak. Setiap aku memejamkan mata, aku selalu teringat kejadian itu. Kau tau seberapa menderitanya aku?" tanya Jibran telak.

Pria tua di depannya tersentak. Ia merasa bersalah pada anaknya. Seharusnya ia tidak marah-marah. Yang dilakukan anaknya itu benar. Demi kebahagiaan anaknya, apapun akan ia lakukan. Walaupun harus menghilangkan nyawa seseorang terlebih dahulu.

Kedua tangannya yang terkepal mulai mengendur. Menghela nafas panjang untuk menenangkan pikirannya.

"Huft! Baiklah dad memaafkanmu." Kata pria tua tersebut.

"Terima kasih dad." Teriak Jibran kegirangan. Ia berlari menghampiri pria tua tersebut. Memeluknya erat. Setelah beberapa detik, Jibran melepaskan pelukannya. Menatap pria di depannya serius.

"Tapi dad. Saat aku membunuh wanita jalang itu aku melihat Reza berdiri di depan pintu. Dia tidak berkutik. Ikut lari pun tidak. Aku khawatir kalau-kalau ia tertangkap polisi." Kata Jibran datar.

"Apa?!" teriak pria tua itu kembali. Suaranya serak akibat terus-terusan berteriak.

"Dad!" Jibran mulai jengkel. Ayahnya berteriak tepat di samping telinganya.

"Kau bercanda?!" teriak pria tua itu memastikan.

"Ti-tidak" Jibran mulai takut. Pelan-pelan ia berjalan mundur lalu berlari ke luar ruangan daddynya itu.

Pria tua itu segera menyambar telepon berwarna hitam di depannya. Tangannya dengan lihai menekan tombolnya. Menempelkan gagang telepon di telinganya.

"Siap bos!" ketus seseorang di seberang sana.

"Cepat cari tau dimana Reza berada. Dan jika ia dalam masalah, selesaikan masalahnya."

"Baik bos."

*****

Hari ini Reza bebas dari penjara berkat bosnya. Sekarang ia berada di dalam mobil. Sedang dalam perjalanan menemui bosnya. Terbesit bayangan Friska di kepalanya. Bagaimana keadaannya? Apa ia baik-baik saja?.

Tanpa Reza sadari, sekarang mobil kesayangannya terparkir manis di tempat parkir rumah sakit. Tanpa menunggu lama ia segera masuk ke rumah sakit dan menemui Friska.

*****

"Mau apa kau kemari." Nada suara dingin dan muka datar adalah penyambut kedatangan Reza. Friska duduk di kursi depan ruangan ibunya. Kepalanya menunduk lesu. Rambutnya berantakan seperti pikirannya saat itu.

Reza berjalan mendekati Friska. Berjongkok di depan Friska agar ia dapat melihat wajah Friska karena Friska menyembunyikan wajahnya dengan rambutnya saat ini.

"Friska, maafkan aku. Tapi, aku benar-benar tidak membunuh ibumu. Percayalah padaku Friska." lirih Reza.

Perlahan Friska mengangkat wajahnya. Kini, matanya menatap Reza tajam, ia sedang mencari kebohongan disana. Tapi, ia tidak menemukannya.

Setetes air mata jatuh dari kelopak mata Friska. Setelah beberapa hari ia menahannya akhirnya tumpah juga. Sesegera mungkin ia menundukkan kepalanya kembali.

Hati Reza sakit melihat itu. Ia segera menarik Friska kedalam dekapannya. Friska mencoba memberontak. Tapi, apa daya tenaga Reza lebih kuat darinya. Friska memukul mukul dada bidang Reza. Sesekali ia menggumamkan kata "jahat".

Tiba-tiba suara pria mengintrupsi kegiatan mereka.Tanpa melepas pelukannya, Reza menoleh ke arah orang tersebut. Menatap tajam orang tersebut. Rahangnya mengeras. Tetapi, pelukannya tetap lembut dan hangat.

"Reza?" tanya pria tersebut ragu. Reza tidak menjawab. Ia hanya mengangukan kepalanya.

"Apa yang kau lakukan disini dude?" tanya pria itu bingung. Kedua alisnya terangkat tinggi-tinggi. Reza tetap tidak menjawab.

"Apakah itu Friska? Dan kenapa kau menatapku seperti itu?!" pria itu mulai histeris. Memperhatikan setiap inci penampilannya. Ia berpikir mungkin ada yang salah dengan penampilannya?.

"Jibran" panggilan dari Reza membuat Jibran menghentikan aksinya. Ia menoleh menatap Reza.

"Ya?" tanya Jibran.

"Bisa kau tinggalkan aku dan Friska berdua saja?" ketus Reza.

"Hmm, baiklah. Bye"Jibran melambaikan tangannya dan berjalan meninggalkan mereka.

Reza menghembuskan nafasnya.

"Friska" panggil Reza sambil mengelus rambut Friska sayang.

Saat Reza mengangkat dagu Friska, ternyata mata Friska terpejam. Nafasnya juga teratur. Ternyata ia tidur. Pantas saja sedari tadi Reza merasakan dadanya berat.

Sesegera mungkin Reza menggendong Friska ala bridal style dan menaruh di ranjang penjenguk disebelah kamar ibunya. Ia memperhatikan wajah Friska yang damai.

Tiba-tiba ponsel di sakunya bergetar. Ia mengangkat telepon tersebut.

"Halo bos"

"......"

"Aku sedang dalam perjalanan"

"......"

"Baiklah" tut. Reza mengantongi ponselnya kembali. Berjalan keluar ruangan. Tanpa Reza sadari Friska sudah terbangun dan menatap punggung Reza tajam.

@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@

Terima kasih sudah membaca. Maaf kalau ada typo. jangan lupa vote and comment guys >-<

DisguiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang