Hai hai hai!!! lama tak jumpa.
Okey nggak usah banyak omong cuzz langsung baca
Happy reading!!!!
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Friska sedang duduk disamping ranjang ibunya. Ia menatap wajah ibunya lekat. Ia baru menyadari bahwa ibunya sudah sangat tua. Wajah yang dulunya mulus kini mulai dipenuhi keriput. Ia teringat akan dosa-dosanya pada ibunya. Tanpa sadar ia menitihkan air mata. Pikirannya berkecambuk.
"Kenapa harus mama? Kenapa bukan aku? Dan kemana papa pergi? Ma, kenapa takdir tidak adil?". Friska menangis hebat di samping ibunya yang tergeletak tak berdaya. Suara detak jantung mengiringi suara tangisan Friska. Tapi, lambat laun suara detak jantung yang teratur tergantikan dengan suara 'tiiit' dari alat elektrokardiograf yang berada di samping ranjang ibunya.
Sontak Friska langsung berdiri dan menekan-nekan tombol emergecy dengan tidak sabar. Para dokter berdatangan. Mencoba menyingkirkan Friska dari ruangan terkutuk tersebut. Tapi, apa daya karena belum makan sama sekali tubuh Friska langsung ambruk tak sadarkan diri.
*****
Friska POV
"Aku dimana?" tanyaku kebingungan. Sedari tadi aku berkeliling tapi aku tidak menemukan siapapun disini. Hanya warna putih menyilaukan yang menemaniku.
"Friska" panggil seseorang dari arah belakang tubuhku. Suara mama. Ya itu suara mama!. Aku langsung menengok ke belakang. Melihat mama yang sedang duduk di kursi dengan nyaman.
Aku langsung menghampiri mama. Berjongkok di depannya. "Mama? Mama kok disini?" tanyaku bingung. Mama tersenyum. Senyuman yang selalu membuatku nyaman. Mama mengelus rambutku sayang.
"Friska... Friska kan udah gede. Friska juga udah ada Reza. Mama pamit pergi ya?" kata mama. Perkataan mama membuatku bingung. Apa maksudnya? Dan pergi? Pergi kemana?.
"Mama mau pamit kemana?" tanyaku bingung. Mama tersenyum lagi. Tangannya masih setia mengelus rambutku sayang.
"Mama mau ketemu sama Eyang. Mama kangen sama Eyang. Mama juga mau ketemu sama malaikat yang ganteng. Hehehe" kata mama.
"Mama... mama gak boleh ketemu sama Eyang. Mama harus nemenin Friska disini." Kataku lirih.
"Friska kan udah ada Reza. Mama harus pergi sayang" kata mama.
Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. "Nggak! Nggak boleh! Aku gak mau sama Reza. Aku maunya sama mama. Hiks" air mata mulai menjelajahi wajahku.
Mama tersenyum lagi. "Maafkan mama. Mama gak bisa disini lama-lama, mama harus pergi sekarang" kata mama sambil bangkit berdiri.
"Mama gak boleh pergi!!!!" aku mencoba memegang tangan mama. Tapi, tidak bisa. Mama terus berjalan. Dan lambat laun hilang bersama dengan cahaya yang menyilaukan.
"MAMA!!!" nafasku tersenggal-senggal. Seseorang menghampiriku. Saat aku melihat wajahnya ternyata itu Reza.
"Friska kau tidak apa-apa?" tanya Reza kawatir.
"Mana mama??? Mana???" tanyaku tidak sabaran.
"Friska tenanglah" kata Reza mencoba menenangkanku.
"AKU BILANG MANA MAMA????!!!!" tanyaku histeris. Aku mencoba bangun dan turun dari ranjang. Tapi, tidak bisa karena Reza memegangku. Melarangku pergi.
"Friska! Kumohon tenanglah" kata Reza memelukku. Aku berontak. Tapi, aku tidak rela meninggalkan kehangatan tubuh Reza.
"Mama mana Reza? Mama mana? Mama baik-baik aja kan? Mama masih disini kan? Mama gak pergi nemuin Eyang kan? Jawab Reza jawab!!" kataku sambil memukul dada bidang Reza.
*****
Author POV
Para dokter tengah berusaha menyelamatkan ibu Friska di dalam ruangan yang rasanya pengap ini. Keringat melapisi kulit para dokter. Nafas mereka terengah-engah.
"270 joule!" perintah dokter Fedro tenang.
"Tapi dok.."
"Kubilang 270 joule!!!" teriak dokter Fedro. Tampak dokter yang tadi terkejut dan mulai menyuruh para suster melakukannya. Para suster mulai memutar alat tersebut.
"Clear!!" teriak dokter Fedro.
BEM! Seketika tubuh ibu Aluna terangkat. Tapi, tanda-tanda kehidupan tidak juga menampakkan diri. Para dokter menghembuskan nafas kecewa.
"Waktu kematian?" tanya dokter Fedro.
"!6:52"
Para suster mulai mencabut segala alat yang menempel di tubuh ibu Aluna. Menutupi tubuh ibu Aluna dengan kain putih. Mendorong keluar ruangan. Saat para suster sudah berada di luar ruangan terkutuk tersebut, jalan mereka terhenti. Seorang wanita dengan pria yang merangkulnya memandang jasad ibu Aluna dengan pandangan kosong. Tidak ada air mata yang menetes di matanya.
Tentu wanita itu adalah Friska. Friska mulai berjalan mendatangi ibunya. Menatap sedih kain putih itu. Tangannya bergerak untuk membuka kain tersebut. Sontak, air matanya langsung menetes. Ia tak percaya ini. This is real?.
Ia mulai mengguncang-guncangkan tubuh ibunya. Mencoba membangunkan ibunya. "Mama, mama kenapa tidur disini? Mama ayo bangun! Tidur dirumah aja! Mama, Friska lapar. Friska mau makan masakan mama. Mama bangun ya!. Ma, mama kok gak bangun? Mama capek ya? Yaudah mama tidur aja. Friska bakal jagain mama kok. Hehehe" racau Friska.
Tangisan Friska sungguh menusuk jantung Reza. Reza sakit mendengarnya. Para suster mencoba mendorong ranjang ibu Aluna kembali. Dengan sigap Friska langsung menghentikan langkah para suster itu.
"Mbak permisi-" belum sempat suster itu bicara sudah dipotong oleh Friska.
"Mau dibawa kemana mama?" tanya Friska takut-takut.
"Mau saya bawa ke ruang mayat" cetus suster itu ragu.
Friska menggeleng keras. "Enggak! Mama saya belum mati! Mama saya lagi tidur! Sebentar lagi mama juga bangun. Mama mau masakin Friska makanan. Friska kan lapar. Ya kan ma? Mama, bangun dong!! Biar mama gak dikatain mati! Mama, mama tidur kan? Iya kan? Mama kok gak jawab Friska????" teriak Friska histeris. Tangannya mulai amatir menggoyangkan tubuh ibu Aluna.
Reza pun dengan sigap memeluk Friska agar tidak melakukan hal itu pada ibunya. Dengan menggunakan kesempatan ini para suster mulai mendorong ibu Aluna kembali.
"Mama!!!" teriak Friska.
Dari kejauhan tampak dokter Fedro yang menatap Friska sedih. Ia kesal dengan dirinya. Kenapa tidak bisa menyelamatkan ibu Aluna? Kenapa?? Ia langsung meninju dinding yang ada di sebelah tubuhnya hingga tangannya mengeluarkan cairan merah kental.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Pliese vote and comment. thanks. >_<"
KAMU SEDANG MEMBACA
Disguise
RandomFriska Alluna Valeandro ya, itu namaku. Tak perlu kau panggil semua, panggil Friska saja. Disinilah aku, hidup di tengah-tengah kepingan guci yang mahal. Tentu aku tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan diriku terjebak di kepingan guci yang se...