Aku melongo setelah melihat jasad yang ada didepan mataku ini. Apa aku tak salah lihat?. Batinku.
Aku mulai mengatur nafasku yang sempat tersenggal-senggal. Ini bukan dia!. Batinku berteriak.
"Reza!" teriak seseorang dari belakangku. Tak perlu menunggu lama aku menengok ke belakang dan langsung lari berhampur ke dalam pelukannya. Rasanya sangat nyaman. Kueratkan pelukanku saat ia mulai membalas pelukanku.
"Reza...can't breath" suaranya terdengar seperti gumaman karena dia ada di dadaku. Langsung kukendorkan pelukanku.
"Reza.. kenapa.. kau.. tiba-tiba.. memelukku?" tanya Friska ragu-ragu. Masih dalam pelukanku.
"Tidak apa-apa aku hanya ingin merasakan kenyamanan" terihat pipinya memerah. Semerah kepiting rebus. Wow, apa dia ngeblush?. Semoga tidak. Oh ayolah, ini hanya sekedar kalimat yang tidak romantis. Jika ia memang blushing ini akan fatal.
Setelah mengetahui jika ia blushing, aku langsung melepaskan pelukanku. Tampak wajah kecewa di mimik mukanya yang cantik. Ku tinggalkan ia di tengah jalan. Ku dengar suaranya memanggil namaku kembali.
"Reza!!" suara cemprengnya masuk ke dalam telingaku. Tampak dari sudut mataku ia sedang mensejajarkan tubuhnya dengan tubuhku.
"Apa?" tanyaku dingin. Ku coba sebisa mungkin membuat nada bicaraku sedatar mungkin.
"Em...aku...a-aku ingin..." katanya gugup.
"Kau ingin apa?" tanyaku sedingin mungkin.
"Aku ingin durian yang ada di depan komplek itu" katanya sdikit gugup. Ia menundukkan kepalanya.
"Ya sudah. Ayo kesana" kataku sambil menggandeng tangannya menuju mobilku.
Kubukakan pintu mobil untuknya. Kebiasaan ini selalu kulakukan dimulai saat aku menjalankan tugas dari atasanku.
*****
Saat kita sampai di kios durian tersebut, ia langsung berlari. Sudah kucegah. Tapi, ia tetap berlarian seperti anak kecil. Ya ampun.
"Reza kau ingin pesan apa? Aku pesenin ya?" tanyanya dengan memasang muka manja. Hmm, manis sekali.
"Baiklah yang banyak es nya" kataku sedatar mungkin
*****
Friska POV
"Baiklah yang banyak esnya" hmm, wajahnya datar. Apakah ia tak punya stok ekspresi?.
Aku bangkit dari dudukku. Menghampiri seorang pria paruh baya yang sedang mengupas buah yang menggiurkan. Buah durian.
Aku melihat pria yang telah mencuri hatiku beberapa bulan yang lalu. Ia tak berekspresi. Huft dasar! Bagaimana bisa aku jatuh hati pada pria yang sebelas dua belas dengan balok es.
Tak disangka mata kami bertemu. Mata itu mata yang mengingatkanku pada papa. Setelah melihat mata itu, rindu yang kurasa hilang seketika. Sedih yang kurasa lenyep seketika. Yang ada hanya perasaan cinta, nyaman, dan tidak ingin kehilangan.
Papa... papa... papa dimana? Aku dan mama disini menunggu papa. Pulang pa... pulang...!
"Dek!!" suara bariton menggema di telingaku. Membawaku kembali ke dunia nyata.
"Eh.. i-iya.. a-apa pak? Hehehe" kataku terbata-bata sambil menggaruk tengkuk leherku yang tidak gatal.
"Ini sudah jadi es duriannya" kata pedagang itu sembari memberikan dua mengkuk besar berisi es serut durian. Hemm menggiurkan. Rasanya air liurku ingin menetes. Aku tak sabar menenggaknya sampai habis. Aku berjalan ke tempat Reza berada. Kedua tanganku membawa es durian porsi jumbo lengkap dengan susu dan es yang diparut. Hmm. Kalian bisa membayangkan seenak apa ini kan?.
Reza menatapku datar. Benar-benar tidak punya ekspresi! Aku menaruh dua mangkuk itu di atas meja. Ku dorong satu mangkuk ke depan hadapannya. Tampak ia tak suka dengan durian itu.
"Kenapa tidak di makan? Tidak suka?" tanyaku sambil mendongak karena Reza lebih tinggi dariku.
*****
Reza POV
"Kenapa tidak dimakan? Tidak suka?" tanyanya.
Aku menoleh dan menatapnya yang sedang menatapku dengan muka bingungnya. Ku angkat satu alisku.
"Kau mau? Ambil saja! Aku tidak makan sebanyak itu" kataku. Ku ambil novel dari tadi yang setia ada di sampingku. Novel kesayanganku. Ku dengar ia mendengus kesal. Kulihat dia dari sudut mataku. Dia memajukkan bibirnya lagi. Ia sangat tahu kelemahanku. Dasar!. Dengan terpaksa aku menarik mangkuk yang ada di hadapanku dan melahapnya. Ku lirik lagi dia. Ia tersenyum puas. Dia memang senang membuatku menderita. Dia benar-benar egois membuatku kesal. Untung saja ini belum saatnya.
Tak kusangka aku sanggup menghabiskannya sebelum Friska menghabiskannya. Selama ini Friska selalu selesai duluan kalau soal makanan. Tapi ini, ah mungkin saja ia sedang tidak mood makan. Ia melongo melihatku. Mulutnya menganga tak percaya. Kenapa dia memasang ekspresi seperti itu? Dasar gadis tolol!.
"Apa?" tanyaku tanpa memandangnya.
"Kau makan dengan lahapnya" katanya.
"Tidak, biasa saja" apa iya aku makan dengan lahap? Sepertinya tidak. Ah!dia sok tau. Tapi kalau iya dimana harga diriku..?! "Bisa kau alihkan pandanganmu dan habiskan durianmu! Es nya sudah meleleh, cepat!" kataku dengan suara yang dinaikkan satu oktaf.
*****
Friska POV
Belum sempat aku memakan durianku, aku melihat Reza lahap menghabiskan es duriannya. Baru kali ini aku melihatnya makan selahap itu. Aku melongo tak percaya saat mangkuk yang ada di hadapannya bersih.
"Apa?" tanyanya yang membuyarkan lamunanku.
"Kau makan dengan lahapnya" kataku. Mataku tak lepas memandanginya. Kutelan saliva yang susah kutelan tadi.
"Tidak biasa saja" balasnya dingin. Kutatap ia dengan tatapan intens. Tampak ia gelagapan karena kumemandangnya. Mungkin ia mulai risih?.
"Bisa kau alihkan pandanganmu dan habiskan durianmu! Es nya sudah meleleh, cepat!" bentaknya. Ia membentakku? Oh kalau marah ia sungguh unyu. Ha. Ha. Ha. Ha.
"Em, terserah" aku mengalihkan pandanganku darinya. Aku mulai melahap habis es durianku. Tak butuh waktu lama. Ah, segarnya.
"Aku tak menyangka kau benar-benar seorang gadis yang suka makan, tapi tidak bisa gemuk" cetus Reza.
"Hmm... semua makanan terlihat menggiurkan di mataku" jawabku santai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Disguise
RandomFriska Alluna Valeandro ya, itu namaku. Tak perlu kau panggil semua, panggil Friska saja. Disinilah aku, hidup di tengah-tengah kepingan guci yang mahal. Tentu aku tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan diriku terjebak di kepingan guci yang se...