Author POV
Reza bangun pagi-pagi sekali hanya untuk mengantarkan Friska ke kampus. Ia sudah bertekat untuk selalu menjaga dan membahagiakan Friska setiap detik tanpa celah sedikitpun. Karena hanya tinggal 2 hari ibunya akan meeninggal. Reza sangat berat melakukan itu pada Friska. Pasti ia akan sangat sedih dan terpukul.
Setelah bersiap-siap, Reza segera melajukan mobilnya menuju rumah Friska. Tanpa sarapan sedikitpun ia mengendarai mobilnya kebut-kebutan. Kebetulan jalanan masih lenggang.
*****
Reza turun dari mobilnya. Ia melihat ibu Friska sedang menyiram tanaman di depan rumahnya menggunakan selang. Reza mengamati wanita tua tersebut. Rasa tidak tega menjalari hatinya saat melihat wajah sabar bercampur sedih di wajah tua penuh keriput tersebut.
Reza segera mengalihkan pandangannya. Sebenarnya ia juga penasara apa yang telah dilakukan ayah Friska hingga menumbuhkan dendam di hati bosnya itu. Dan apa hubungan ayah Friska dengan Jibran.
Tiba-tiba Reza mendengar musik yang begitu keras. Ibu Friska pun sudah tidak disana lagi. Sepertinya ia melamun lagi. Karena suara bising tersebut, Reza memutuskan untuk segera masuk ke dalam kamar Friska dan menyeretnya untuk segera berangkat menuju kampus.
Begitu masuk rumah Friska. Reza dikejutkan dengan jasad yang tergeletak di atas genangan cairan berwarna merah, kental, dan amis. Itu Darah! Di depan jasad tersebut berdiri seorang laki-laki menggunakan jaket hitam, sarung tangan, topi, sepatu, dan masker dengan warna yang serupa.
Suara musik mengintrupsi mereka. Lelaki itu menrik pisau yang masih menancap di jantung wanita tersebut dengan sekali hentakan. Lelaki itu berjalan ke arah Reza.
"Hai, kita bertemu lagi. Hah! Sepertinya aku harus mandi. Bau amis ini benar-benar membuatku ingin mual" kata pria itu tepat disamping tubuh Reza. Ia berjalan meninggalkan Reza dengan tenang. Otak Reza belum mencerna apa yang terjadi.
Tiba-tiba ia mendengar suara lengkingan seorang gadis dari ujung tangga. Suara musik sudah tidak terdengar lagi. Yang terdengar sekarang hanya isak tangis seorang wanita.
"Reza! Apa yang telah kau lakukan?!" bentak gadis itu.
"Apa yang telah aku lakukan?" tanya Reza polos.
"Kenapa kau membunuh mamaku?! Apa kau mempunyai dendam dengan mamaku?!" teriak Friska kesetanan.
"Aku tidak membunuhnya Friska" kata Reza lembut menenangkan Friska. Ia masih berdiri d tempatnya.
"Jika kau tidak membunuhnya? Lalu kenapa kau membaca pisau penuh darah di tanganmu?!" teriak Friska frustasi.
"Apa?" gumam Reza. Ia mengangkat tangan kanannya. Dan benar saja ia sedang memegang pisau merah itu.
"Tapi aku tidak membunuhnya Friska! Aku tidak tau bagaimana pisau ini berada di tanganku! Demi Tuhan Friska! Percayalah padaku!" teriak Reza frustasi.
"Kalau memang begitu, cepat panggil ambulan bodoh!" Reza tersentak. Ini pertama kalinya Friska mengatainya 'bodoh'. Daripada ia memikirkan hal yang tidak penting, ia segera mengambil ponselnya di saku. Pisau yang tadi ia genggam, ia jatuhkan begitu saja. Ia segera mendial nomor rumah sakit terdekat.
*****
Reza dan Friska menunggu di depan ruang ICU. Pikiran mereka kosong. Tak ada yang berbicara. Keadaan sunyi senyap.
Tiba-tiba suara derak kaki mendekat megintrupsi pikiran mereka yang sedang berkecambuk.
"Permisi, saya harus meminta keterangan pada keluarga korban" kata seorang lelaki gagah yang memakai seragam pas di tubuhnya berwarna coklat. Ya. Itu polisi.
"Biar saya saja pak. Ia masih tidak kuat untuk mengurusi hal lain. Biar dia menenagkan pikirannya dahulu" kata Reza.
"Baiklah. Mari ikut saya" kata polisi mendahului Reza. Reza berjalan mengikuti sang polisi dibelakangya.
Dari belakang, tanpak Friska menatap punggung Reza tajam. Ia tak menyangka Reza melakukan hal itu. Hatinya sangat sakit dan perih. Ia merasa bodoh. Bagaimana bisa ia menyukai pria pembunuh sepertinya!.
*****
"Baiklah pak. Bisa anda ceritakan apa yang telah terjadi." Tanya pak polisi tenang.
"Saya membunuh" ketus Reza singkat.
"Maksud bapak?"
"Saya yang telah membunuhnya" cetus Reza datar.
"Membunuh siapa?" tanya polisi tersebut dengan dahi yang berkerut.
"Saya yang telah membunuh ibu Aluna" cetus Reza jelas.
"Jadi Anda menyerahkan diri Anda?" tanya pak polisi menegaskan.
"Hm"
Polisi tersebut menghela nafas panjang. Tangan kanannya terangkat memanggil rekannya yang lain.
"Siap pak!" teriak rekannya dengan tangan kanan menempel di dahi. Hormat.
"Kamu borgol dia dan masukkan ke dalam penjara. Saya akan bicara pada hakim" kata pak polisi berwibawa.
"Baik pak!"
"Dan Anda bapak Reza segera hubungi pengacara Anda" ketus pak polisi.
"Hm" jawab Reza dengan gumaman.
Pak polisi tersebut menghela nafas berat sebelum ia beranjak pergi.
@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@@
Maaf kalau ada typo >-<

KAMU SEDANG MEMBACA
Disguise
RandomFriska Alluna Valeandro ya, itu namaku. Tak perlu kau panggil semua, panggil Friska saja. Disinilah aku, hidup di tengah-tengah kepingan guci yang mahal. Tentu aku tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan diriku terjebak di kepingan guci yang se...