Part 11

24 5 0
                                    

Dokter Fedro berjalan-jalan di taman rumah sakit. Ia ingin menyegarkan pikirannya yang sedang kacau. Udara sejuk menubruk wajah lelah dokter Fedro. Tak sengaja matanya menangkap sosok perempuan yang duduk di bangku taman.

Rambutnya tampak sangat berantakan. Pandangannya lurus. Tatapannya kosong. Rasa bersalah menjalari hati dokter Fedro. Ia segera menghampiri perempuan tersebut. Yang ia dengar namanya Friska. Kalau tidak salah.

"Friska?" panggil dokter Fedro ragu.

Friska menoleh menatap dokter Fedro. Dokter Fedro mengernyit melihat wajah Friska yang sangat berantakan. Lingkaran hitam menghiasi mata indahnya. Senyum tipis pun tak terlihat di wajahnya. Wajahnya benar-benar datar. Seperti tak ada semangat hidup di dalam dirinya.

"Eum, boleh duduk?" tanya dokter Fedro ragu.

Friska hanya membalasnya dengan anggukan kepala. Dokter Fedro meghela nafas lelah. Ia mulai menyenderkan kepalanya di kursi tersebut. Kepalanya terasa sangat berat. Mungkin karena ia sedang memikirkan sesuatu yang berat.

"Friska tahu tidak? Kalau kau punya masalah cerita denganku. Aku akan mendengarkan apapun yang akan kau bicarakan. Dan berusaha memberikan solusi yang terbaik" dokter Fedro menoleh kearah Friska. Dilihatnya Friska yang tidak bergeming sama sekali seperti ia tidak mendengarkan apa yang dikatakan dokter Fedro barusan.

Dokter Fedro tersenyum kecut. "Friska, kau tahu? Kemarin aku bertemu dengan seorang kakek tua yang sangat kejam. Tapi, ia sangat kaya raya. Jadi, ia gampang sekali menyuruh bawahanya melakukan kejahatan. Hanya dengan uang ia bisa melakukan kejahatan pada orang lain. Ia selalu menghalalkan segala cara hanya untuk membalaskan dendam busuknya itu. Aku sangat membencinya. Sungguh, Friska aku sangat membencinya. Kau harus tahu itu" cetus dokter Fedro panjang lebar.

Diliriknya lagi Friska yang ada di sebelahnya. Sama sekali tidak bergeming. Dokter Fedro sangat merasa bersalah. Dokter Fedro menghembuskan nafas lagi. "Kau tahu Friska? Dunia ini sangatlah tidak adil. Hehehe. Setiap orang busuk. Tidak ada orang yang benar-benar suci. Aku sangat benci dunia ini. Banyak sekali penghianatan yang datang dan per-" dokter Fedro menghentikan ucapannya ketika ia mendengar suara isak tangis di sebelahnya.

Dan benar saja, dilihatnya Friska yang menangis hebat di sampingnya. Bahunya berguncang keras. Isak tangisnya terdengar sangat memilukan. Karena tidak tega, dokter Fedro membawa Friska ke dalam pelukannya. Menyalurkan kehangatan dalam pelukannya.

Tanpa mereka sadari, sepasang mata elang sedang menatap mereka dengan geram. Siapa lagi kalau bukan Reza. Reza baru saja membayar biaya administrasi. Setelah itu ia menemui Friska di ruang tunggu. Tapi, ia tidak menemukannya. Ia panik dan mencari kesana- kesini. Ia sangat kacau saat itu. Ia kawatir kalau ada apa-apa dengan Friska. Tapi, ternyata lihatlah. Friska sedang bermesraan dengan seorang pria. Berpelukan yang sangat erat.

Reza segera berlari menemui dua sejoli yang sedang berpelukan tersebut. Hatinya sangatlah panas.

"Friska" suara bariton seorang laki-laki sampai di gendang telinga Friska. Friska sudah sangat hafal pemilik suara merdu tersebut. Tetapi, Friska mengacuhkan Reza. Ia sudah sangat terlanjur membenci Reza.

Karena diacuhkan, Reza mulai kesal. Ditariknya pergelangan tangan Friska dengan paksa.

"Aww!" ringis Friska. Reza masih memasang mata elangnya. Menatap dokter Fedro tajam. Mencoba mengatakan JANGAN-DEKATI-DIA-LAGI melalui kontak mata.

Dokter Fedro yang memang tidak mengetahui maksud Reza, hanya mengangkat kedua alisya tinggi-tinggi tanda ia sedang bingung.

"Jangan. Dekati. Dia. Lagi." Kata Reza ketus dengan menekankan setiap katanya.

"Reza apa yang kau katakan! Seharusnya kau yang jangan dekati aku! Cepat lepaskan aku PEMBUNUH!" teriak Friska. Tangannya meronta-ronta. Berharap bisa lepas dari cengkraman tangan Reza yang menurutnya sangat kuat itu.

"Tidak Friska! Apapun yang kau katakan aku tidak akan pernah melepaskanmu walaupun kau menyebutku pembunuh!" teriak Reza geram. Ia sudah sangat muak dengan sikap Friska yang seolah-olah membecinya. Reza sangat yakin bahwa Friska masih mencintainya. Bahkan sangat mencintainya. Reza sangat yakin dengan hal itu.

"Oi! Reza lepaskan dia!" teriak dokter Fedro. Ia sangat tidak suka melihat perempuan yang diperlakukan kasar oleh seorang pria.

Reza yang sadar kalau Friska kesakitan, segera ia melepaskan tangannya. Tanpa menunggu lama, Friska langsung berlari menjauhi Reza dengan bersembunyi di balik puggung kokoh dokter Fedro. Memeluk dokter Fedro erat. Tanda ia sedang ketakutan.

Reza yang melihat itu hanya memandang Friska sendu. Hatinya hancur seketika. Tapi, ia tidak tinggal diam. Reza mulai berjalan mendekati Friska. Berlutut di depannya. Dokter Fedro yang melihat itu, sontak melototkan matanya. Ia sangat tidak menyangka seorang Reza rela berlutut didepan wanita??.

"Friska kumohon maafkan aku. Friska aku.. aku.. aku.. dalam bahaya. Kumohon Friska! Waktuku tidak banyak. Jika kau memaafkanku peluk aku tapi, jika kau tidak memaafkanku pergi tinggalkan aku disini. Sekarang aku akan memberikanmu kebebasan untuk memilih. Karena aku sangat mencintaimu Friska" kata Reza lirih.

Friska yang melihat itu sangat tersentuh hatinya. Sempat ia berpikiran untuk memaafkan Reza. Tapi, bayangan ibunya yang sedang tersenyum menari-nari dalam pikirannya. Menyadarkannya bahwa Reza tak pantas untuk dimaafkan. Seorang pembunuh tidak akan ada kata maaf dalam hidupnya. Seorang pembunuh akan menimbulkan kebencian kepada seseorang. Terutama Friska. Yang memang sudah sangat membenci Reza.

Friska berlutut di depan Reza yang juga sedang berlutut. Tangannya mulai bergerak menuju leher Reza. Menarik tengkuk Reza agar mendekat pada tubuh Friska. Tanpa menunggu lama, Friska langsung menempelkan bibir lembutnya di atas bibir seksi Reza. Reza yang merasakan lembab di sekitar bibirnya langsung melototkan matanya. Kedua tangannya bergerak mendekati tubuh Friska. Berniat untuk melepaskannya. Tapi, Reza urungkan niatnya ketika ia melihat wajah Friska saat menciumnya seperti sangat menikmatinya. Akhirnya, Reza membalas ciuman Friska dengan lembut dan hati-hati.

Ketika menyadari Reza mulai membalas ciumannya, Friska melepaskan tautan bibir mereka. Ada rasa tidak rela menjalari hati Friska. Tapi, ia akan membulatkan tekadnya untuk meninggalkan Reza dan menjalani kehidupan baru tanpa seorang Reza.

Reza yang mengetahui Friska berhenti menciumnya, mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi. Tanda ia tidak tahu maksud Friska.

"Reza maaf. Aku tidak bisa memaafkan seorang pembunuh sepertimu. Dan kumohon pergi jauh-jauh dari hidupku detik ini juga. Selamat tinggal Reza Aditya Hendranto" ucap Friska pada Reza yang menurutnya kalimat yang diucapkan pada Reza terakhir kalinya.

Friska berdiri dan berlari meninggalkan Reza yang sedang terbengong dengan tatapan kosongnya.

Tes

Reza meneteskan air mata.

Tes

Seakan turut sedih langitpun ikut meneteskan air. Dan semakin lama semakin deras. Membasahi tubuh Reza yang tidak bergeming sama sekali.

********************************************************************************

Vote and comment. Thank you.

DisguiseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang