"Hiks... hiks... hiks"
Suara isak tangis wanita terdengar dari rumah mewah bercat putih itu. Suara tangis yang sangat memilukan. Baru saja Friska menampakkan kakinya di halaman rumah Reza. Jangan salah paham, ia kesini hanya ingin mengembalikan semua barang yang sudah Reza berikan kepada Friska. Sekarang saja, ia membawa kardus besar di tangannya.
Friska segera melangkahkan kakinya mendekati pintu masuk rumah Reza. Ia sangat penasaran suara isak tangis siapa itu? Rasanya sungguh sangat menyakitkan di telinga Friska.
Friska mengetuk pintu besar rumah Reza. Tak ada sahutan di dalam. Friska mencoba mengetuknya lebih keras lagi. Dan akhirnya terbuka. Menampakkan sosok pria yang memiliki dada bidang. Siapa lagi kalau bukan Reza.
Friska mendongak menatap wajah Reza. Karena Reza memang lebih tinggi darinya. Friska mengernyit melihat wajah Reza. Rambut yang gondrong, kumis yang mulai tumbuh, dan jambang yang menutupi rahang kokohnya. Benar-benar berantakan.
"Friska?" tanya Reza. Ia terlihat sedikit terkejut.
"Jangan salah paham. Aku kemari hanya ingin mengembalikan barang-barang yang pernah kau berikan padaku. Terima kasih" Friska menyerahkan kardus besar kepada Reza. Reza menerimanya dan menaruhnya di lantai.
"Aku pergi" pamit Friska. Ia membalikkan badannya dan mulai melangkah. Tetapi teriakan Reza menghentikan langkahnya yang baru satu langkah dari pintu masuk. Walaupun Friska menghentikan langkahnya tetapi, ia tidak menoleh ke belakang.
Reza langsung melingkarkan kedua lengannya di perut rata Friska. Kepalanya ia telesupkan di tengkuk dan rambut Friska yang tergerai. Menghirup aroma Friska yang menurutnya sangat menenangkan.
"Reza apa yang kau la-"
"Sebentar saja, kumohon" gumam Reza. "Aku ingin menghirup aromamu yang menenangkan. Tak ada kau dihidupku membuatku tak bersemangat" tambah Reza.
"Lepaskan Reza! Kita sudah tidak mempunyai hubungan apapun sekarang" cetus Friska yang tak dihiraukan Reza.
"Sebelum aku melepaskannya, percayalah padaku bahwa aku benar-benar tidak membunuh ibumu"
"Omong kosong, cepat lepaskan ak-"
"Selesai" kata Reza yang memotong omongan Friska. Kedua tangannya bergerak membalikkan tubuh Friska agar menghadapnya. Reza memasang senyuman termanisnya. Sekali saja ia ingin melihat wajah Friska-nya ini dengan teliti. Rambut hitam lurus yang tergerai, mata bulat, hidung mancung, bibir......yang tipis. Ingin sekali Reza melahap bibir Friska yang sangat menggoda itu. Tapi, ia ingat. Ia sudah tidak memiliki hubungan apapun dengan Friska sekarang.
Tak disengaja mata Friska menangkap mbok Ipah yang sedang membawa dua koper besar yang ada di belakang tubuh Reza. Friska mengernyit. Mpok Ipah membawa koper? Ia ingin pergi? Kemana? Apa pulang kampung?.
"Nak Reza, ini kopernya hiks... hiks" suara mbok Ipah menginterupsi mereka yang sedang berpandang-pandangan. Friska segera mengalihkan pandangannya. Melihat mbok Ipah yang tergopoh-gopoh dengan membawa dua koper besar di kedua tangannya.
"Nak Reza masih mau pergi ninggalin mbok Ipah sendirian disini?" tanya mbok Ipah dengan meneteskan air mata.
"Mbok Ipah nggak sendirian kok, kan ada mang Udin. Udah mbok jangan nangis lagi. Kapan-kapan Reza pasti nemuin mbok. Reza pamit dulu ya?" kata Reza menenangkan. Tangannya mengelus-elus punggung mbok Ipah.
Friska semakin mengernyitkan dahinya. Ia tak tahu dengan situasi sekarang ini. Benar-benar aneh. Reza yang melihat ekspresi Friska yang menurutnya aneh itu, akhirnya angkat bicara. Tangannya yang sedari tadi mengelus punggung mbok Ipah kini beralih di bahu Friska.
"Friska, terimakasih kau sudah mengajariku apa artinya cinta. Mungkin sedikit konyol bagimu. Reza yang dingin, menyeramkan, egois, tidak romantis, mengatakan hal tentang cinta? Kau pasti berpikir apa aku ini benar-benar Reza? Ya Friska aku benar-benar Reza yang kau kenal. Dan untuk yang terakhir kali. Aku ingin me-"
"Tunggu dulu! Kau bicara apa? Dan untuk terakhir kalinya? Kau akan pergi?? Apa kau sudah gila?!" teriak Friska memotong perkataan Reza.
"Friska, waktuku tidak banyak. Taksi juga sudah menunggu di depan. Aku hanya ingin mengatakan jaga dirimu baik-baik. Selamat tinggal Friska Alluna Valleandro" kata Reza untuk yang terakhir kalinya. Ia sudah bertekat tidak akan mengganggu hidup Friska lagi. Kali ini ia benar-benar akan melepaskan Friska.
*****
Reza memandangi tiket masuk pesawat yang ada di genggaman tangannya. Di dalam lubuk hati Reza yang terdalam, ia sedikit menyesali keputusannya. Tapi, mau bagaimana lagi? Tiket sudah terbeli dan membuangnya itu mubazir. Ah, Reza rasa bukan itu yang ia utamakan sekarang.
Pujaan hatinya. Telah ia lepaskan. Mengingat betapa ia dulu gigih memperjuangkan Friska menjadi kekasihnya. Munafik namanya. Ia dulu memang pernah tidak mengakui kalau ia jatuh cinta pada Friska hanya karena ia ingin melindungi Friska dari kakek-kakek ringkih itu. Hanya itu. Ia bertindak kasar pada Friska semata-mata hanya ingin menghilangkan rasa nyaman di hatinya. Ia ingin menghilangkan itu. Dan sekarang terkabul bukan? Do'a nya yang mengatakan ingin Friska meninggalkannya. Hehehe. Benar-benar miris.
Segera Reza melangkahkan kakinya masuk ke dalam pesawat. Meninggalkan pujaan hatinya. Yang mungkin ini jadi yang terakhir dan tak akan tergantikan. Meninggalkan tanah air, tempat dimana ia dilahirkan dan dibesarkan.
****************************************************************************************
Vote and Comment. Thank you.
KAMU SEDANG MEMBACA
Disguise
RandomFriska Alluna Valeandro ya, itu namaku. Tak perlu kau panggil semua, panggil Friska saja. Disinilah aku, hidup di tengah-tengah kepingan guci yang mahal. Tentu aku tidak bisa hanya berdiam diri dan membiarkan diriku terjebak di kepingan guci yang se...