Bab 13

52 4 4
                                    

First Date

Aku sedang ketawa-ketawa sama Jono, Jaka, dan Alena sambil berjalan ke arah parkiran saat pulang sekolah saat aku melihat ada seorang anak laki-laki meloncat-loncat kecil disamping mobil sedannya. Saat kami mulai mendekat, dia tersenyum kepadaku.

"Maya!" panggilnya sambil tersenyum. Senyumnya bisa bikin perempuan manapun luluh karena manis. Aduh, jadi malu tadi aku ketawanya nggak banget. Pasti Daffa liat!

"Siapa tuh May? Lucu!" bisik Alena. Aku hanya tersenyum penuh arti. Kan, Daffa memang lucu. Kami sampai di depan mobil Daffa. Jono, Jaka, dan Alena memberi ruang kepada kami.

"May, pulang sama gue mau, nggak?"

"Aduh, gue mau makan bakso sama temen-temen gue nih rencananya." aku melirik Jono, Jaka, dan Alena di motor mereka masing-masing. Mereka sudah senyum-senyum jahil.

"Sama gue aja! Gue tambahin satu porsi ice cream?" Alena sudah mengusirku dengan tangannya.

"Hm... Boleh, deh, sekali-kali." Daffa melakukan selebrasi dengan menggempalkan tangannya. Aku menghampiri Jono sekedar untuk izin. Daffa lalu membukakan pintu mobilnya untukku.

"Mau makan bakso dimana, May?" Yang pasti sih yang nggak ada geng bekicot tadi ujarku dalam hati.

"Yang enak, dimana ya, Daf?"

"Mau makan bakso setan, nggak?"

"Aku sih ikut aja kemanapun kamu pergi Daf!" aku melihat wajah Daffa menjadi sedikit memerah. Duh, padahal aku kan cuman becanda.

The Paper Kites

"Nggak, maksud gue, kan lo yang nyetir, jadi gue ikut aja gitu, Daf..." Suasana di mobil menjadi canggung. Daffa lalu memasang lagu di mobilnya. Lagu Woodland dari The Paper Kites melantun.

"Lo suka The Paper Kites, Daf?" Seketika wajah memerahnya berganti menjadi wajah antusias. Dia menunjukkan handbandnya bertuliskan The Paper Kites.

"Gue suka band-band folks indie gitu, May!"

"Lah, gue juga suka band indie! Kalau Those Dancing Shoes, denger juga, nggak?" dan pembicaraan kita terus berlangsung. Kami punya banyak kesamaan seperti sama-sama suka band indie, kami juga suka nonton film-film jadul seperti Billie Elliot, Summer Midnight Dream, atau The King and I. Kita juga banyak sharing tentang tempat makan enak, membicarakan tentang basket, dan masih banyak lagi. Empat jam kita habiskan bersama, dan terasa tidak membosankan. Sampai akhirnya kami sampai di rumahku.

"Makasih ya, May ditemenin makan tadi." Aku mengangguk. "Makasih juga Daf. I have a lot of fun today." Lalu hening.

"Nanti, kapan, mau jalan lagi kan sama gue?" tanya Daffa sambil mengusap-usap kepalanya. Wajahnya yang malu-malu membuat aku ingin memeluk dia. Aku menjawabnya dengan anggukan dan langsung keluar dari mobil. Kayak sinetron, siiih... Tapi aku juga malu. Ada perasaan aneh didadaku. Seperti berdebar-debar aneh,bibirku yang tidak bisa berhenti tersenyum. Ada rasa bahagia yang menyelimutiku. Setelah melambaikan tangannya, mobil Daffa melaju dan menghilang dibalik belokan. Aku berjalan sambil tersenyum-senyum menuju rumah, aku melihat Jono, Mas Abel, Sarah, Mama, dan Mamah Andien sedang mengintip dibalik jendela sambil tersenyum-senyum tidak jelas. Pasti Jono nih bocor!

Dan benar saja, saat aku baru membuka pintu, seribu satu pertanyaan keluar dari mulut mereka.

Introgasi Part II

Pagi itu aku datang sambil tersenyum-senyum sendiri. Sepanjang perjalanan, Jono menanyakan apa saja yang aku lakukan dengan Daffa kemarin tetapi tetap aku abaikan. Saat aku masuk kelas, tiba-tiba tanganku ditarik keluar kelas. Yah, si Mitchel ganggu mood baik saja pagi-pagi!

"Lo kemaren pergi sama anak basket yang waktu itu?" Mitchel mengetuk-ngetukkan sepatunya. Mengintrograsi dengan tatapan yang tajam.

"Iya, emangnya kenapa? Ada masalah sama lo?" Pegangan tangan Mitchel merenggang, namun kakinya masih mengetuk-ngetuk lantai.

"Nggak. Lo ditanyain anak-anak sanggar. Dua minggu lagi Yusuf ulang tahun." Lalu Mitchel melengos pergi entah kemana.

BlogiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang