6.

183 25 1
                                    

Vote comment ya?

Kami keluar dari restoran itu dan berjalan menuju parkiran mobil, hari ini benar-benar panas dan matahari terasa membakar kulitku.

Kata Jikook, mama sebaiknya istirahat sebelum dia ke rumah bibi Hyemi, maksudku ibu.

Chapter 6

"Jadi bagaimana pernikahan kalian?" Mary bertanya tentang pernikahan anaknya dan menantunya yang super tampan. Mereka awalnya hanya diam dalam acara berkumpul mereka, sebelum Mary berkunjung ke keluarga Park.

Naera bingung harus menjawab apa, dia tidak mungkin akan membuat keluarga Park malu atas tindakan anak mereka, disisi lain Naera tidak ingin berpisah dari suami dinginnya dan dia berjanji bahwa Jikook, hanya Jikook yang bisa mengubah hidupnya jadi lebih baik dari ini.

"Kami baik-baik saja. Bagaimana dengan pekerjaanmu disana?" Jikook menjawab dengan gaya pada biasanya, dingin tanpa memperhatikan lawan bicaranya.

"Tentu baik-baik saja." Jawab Mary sekenanya sambil melihat anaknya yang tersenyum.

"Sebaiknya sekarang kita ke rumah ibu. Dia sudah rindu sekali denganmu."

"Aku tahu itu. Dia benar-benar wanita yang sangat baik dan.. Dia wanita yang sempurna." Mary ingat apa yang dia lakukan kepada keluarga Park, begitu besar perjuangannya untuk mengahancurkan pertahanan Jimin, tapi dia ingat jauh dari perjuangannya ada perjuangan Hyemi yang mencintai Jimin.

"Aku jadi ingat kisahku dulu bersama Yoongi."

"Mama.. Jangan membicarakannya lagi."

"Ok. Mama tidak akan mengingatnya lagi. Jadi bagaimana? Apa sekarang kita akan pergi?"

"Tentu ma, ayo kak." Ajak Naera untuk pergi berkunjung ke ibu mertuanya.

Di dalam perjalanan Naera berusaha bertanya pada mamanya, apa yang dia lakukan, kesibukan apa saja yang jadi kegiatannya, dan bagaimana kabar adiknya yang ada di Jepang bersama papanya.

Mary sadar ada yang aneh dari tatapan anaknya, dia takut jika anaknya akan mendapatkan masalah sepertinya dulu,  dia harus menanyakannya langsung ke Jikook.

***

"Hai semua.. Apa kabar? Sudah lama aku tidak bertemu denganmu Hyemi. Dimana anakku Minji?"

"Dia ada sebentar lagi juga turun. Ayo duduk, kita langsung ke meja makan saja." Mereka duduk di meja makan bundar yang menyediakan enam kursi untuk duduk di pinggiran mejanya.

"Wahh itu dia.!" Seru Hyemi melihat anaknya turun dari tangga. Semua mata bertitik tumpu pada wajah Minji, malam ini dia sangat cantik.

"Hai imo.. Aku senang bisa bertemu denganmu, kata ibu aku mirip dengan suamimu." Seketika Mary membeku karena dua hal yang ia tidak percaya, pernyataan itu dan Minji. Minji mempunyai senyuman yang mirip dengan Yoongi. Dia gadis yang cantik, sangat cantik.

"Ya aku juga senang, kau sangat cantik." Minji tersenyum malu mendengar penuturan mertua kakaknya itu.

"Ayo kita makan. Semua ini aku buatkan khusus untuk kedatanganmu Mary."

"Terima kasih." Mary bingung apa sebenarnya yang disembunyikan Jimin, kenapa masih bersikap tidak peduli padanya, padahal itu kesalahan sudah 25 tahun yang lalu.

"Jimin? Kemarin kita ada proyek dengan perusahaanmu Mary, apa suamimu yang mengelola?"

"Ohh ya itu? Iya suamiku yang mengelolanya, kita bagi-bagi tugas. Tidak mungkin semua aku lakukan sendiri. Jadi, bagaimana? Proyeknya lancar?" Mary bertannya kepada Jimin.

"Lumayan." Katanya tetap menatap lekat makanannya.

Mereka makan dalam diam, tidak ada yang saling mengganggu, hanya suara lentingan piring bergesekan dengan garpu dan sendok yang menguasai suasana ruang makan rumah keluarga Park.

Selesai mereka makan, karena Mary kelelahan dia hendak beristirahat.
"Kamu menginap disini saja."

"Jangan ibu, biar mama menginap di rumah kami, aku senang bisa bertemu mama." Kata Naera memeluk mamanya.

"Sebaiknya aku bersama Naera dan Jikook untuk sementara ini." Mary memberikan pengertian kepada Hyemi agak memberikannya tinggal di rumah menantunya itu.

Mareka pergi menuju rumah Jikook, di perjalanan mereka hanya diam dan Naera? Naera tidur karena terlalu kelelahan. Di dalam mobil terasa canggung jika Naera tidak berbicara.

Sampai Jikook pada parkiran rumahnya yang cukup besar itu pun berjalan menuju arah pintu mobil bagian belakang. "Tidak perlu, kau gendong Naera saja."

"Baik ma." Atas perintah mertua, Jikook melakukannya. Jikook menuju arah pintu bagian depan dan menarik Naerah keluar secara perlahan. Dia menggendongnya dan membawanya ke kamar mereka.

Pikiran Jikook tertuju pada gadis yang ada dihadapannya. Apa bisa aku mencintaimu? Tapi lebih tepatnya aku merasa harus melindungimu. Suara hati itu selalu saja mengusik pikiran Jikook. Jika dia mengiyakan pernikahan itu, lantas siapa dan apa sebenarnya yang dapat Jikook tuntun dari pernikahan itu?

Dia berfikir, menjernihkan semua kekalutan yang ada di hatinya.

"Belum tidur?"

"Ooo.. Ma? Untuk apa kau disini?"

"Aku sedang malas dan tidak bisa tidur. Kau sendiri? Untuk apa kau ada di balkon tengah malam seperti ini?"

"Tidak aku hanya--"

"Kopi?" Kata Mary menyodorkan segelas kopi untuk Jikook.

"Terima kasih." Kata Jikook mengambil cangkir kopinya. Mary duduk memposisikan di samping Jikook. "Apa ada yang mengganjal?" Kata Mary sambil menyiup kopi yang dia bawa tadi.

"Sesuatu mengganjal seperti apa?"

"Apa? Hubungan percintaan mungkin." Kata Mary tetap lekat menatap lurus ke depan tanpa memandang lawan bicaranya.

"Ini bisa tentang semacam cinta yang rumit. Mungkin lebih tepatnya tidak masuk akal."

"berhubungan dengan anakku?"

"Apa terlihat jelas? Aku sangat tidak menyukai dalam situasi seperti ini."

"Mungkin tidak, tapi terlihat jelas di mata Naera."

"Haha.. Aku tahu ini salah tapi aku tidak mencintainya melainkan--"

"Ada perasaan harus melindunginya?"

"Ya. Kau menebak yang handal."

"Bukan aku. Tapi kau penyembunyi yang payah. Kau terlihat bersikap dingin tapi ada asap yang mengepul di kepalamu. Apa itu semacam reaksi saat kau harus melindungi anakku tapi kau tidak bisa melakukannya?"

"Itu bukan keinginan tapi itu kewajiban."

"Semata-mata karena kewajiban? Ck.. Kau bersikap seperti ayahmu. Keras tapi rapuh."

"Ku rasa kau terlalu banyak tahu tentang isi hati seseorang." Jikook menatap.

"Banyak yang bisa dilakukan oleh cinta, mungkin suatu pengorbanan atau semacamnya. Jadi kau tahu jenis-jenis cinta?"

"Mungkin tidak, mungkin juga iya tapi jujur aku belum pernah merasakannya. Remaja sering mengatakan cinta pada pandangan pertama tapi aku belum pernah mengalaminya. Cinta sesaat, ku pikir cinta ini pernah aku alami tapi sepertinya itu jenis cinta yang sangat mudah untuk di lupakan."

"Jenis cinta seperti itu ya? Kau pernah dengar jenis cinta platonis?"

"Plato---nis?"

"Kenapa baru pernah mendengarnya?"

"Ya, baru sekali dan parahnya baru sekarang aku tahu jenis cinta seperti itu."

"Mau aku beri tahu tentang jenis cinta?"

"Tentu. Mungkin karena itu aku bisa tahu aku ada di jenis cinta seperti apa aku."

"Baiklah."

TBC
Maaf udah lama pendek lagi. Tapi tetep vote comment ya?
See You di chapter selanjutnya. 😘😘😘

Love in Compulsion [slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang