3.

232 32 0
                                    

CP 3.

Aku berlari menaiki tangga tepat dimana Seungri menungguku.

"Hai.."

"Lama gak ketemu." Katanya sambil tersenyum manis. Seungri lebih muda dariku satu tahun.

"Iya lama gara-gara orang yang terlalu mementingkan masa depan, sampai merasakan jatuh cinta saja tidak pernah." Sindirku, menyindir ayah keduaku, Jikook.

"Ya gak ada salahnya juga sih mempersiapkan masa depan dengan uang." Jawabnya santai. Ahhh.. Bijaksana sekali pacarku.

.

"Ibu? Dimana Minji??!!" Astaga mati aku.

"Kenapa sayang? Kenapa kamu terlihat panik?" Tanya Seungri cemas.

"Minji?!! Aku butuh penjelasanmu." Kata-kata keluar dari Jikook yang sudah ada di depan pintu kamarku.

"Bisa kau tinggalkan kami berdua?" Kata Jikook sopan, tapi terdengar angkuh.

Mendengar ucapan calon iparnya membuat Seungri menurutinya begitu saja.

"Kau dirumah, aku ke sekolah, mengantarnya, aku ke kantormu dan kau tidak ada, dan bertanya pada temanmu kau izin sakit. Jadi?" Katanya memainkan alisnya menuntut jawaban.

"Jadi apa?" Tanyaku dengan nada serendah-rendahnya.

"Jadi apa maksudmu?!!!" Katanya berteriak. Kurasa ibu dan ayah tau, tapi berusaha tidak ikut campur.

"Aku hanya ingin dia diantar olehmu, itu saja."

"Dan masalah pura-pura ke kantor?"

"Yang itu supaya kau tidak kerepotan mengantarku dan mengantar Naera, mungkin?"

"Kau benar-benar keterlaluan." Aku kesal mendengar ucapannya, kenapa aku harus punya kakak yang posesif melebihi siapapun?

"Sekarang giliranku! Satu aku tidak suka diatur, dua aku berbohong asal itu tidak merugikanmu itu bukan masalah, dan yang terakhir.. Sebentar saja kencan berkasmu itu diganti dengan kencan dengan wanita mungkin? Atau kencan buta?" Kataku yang kurasa sudah kurang sopan.

"MINJI!!" Teriaknya melihat aku melangkah mendekatinya yang ada didepan pintu dan berjalan ke luar kamar.

"Dan lagi satu." Kataku berbalik menghadapnya yang masih mengepalkan tangannya. "Kau sepertinya harus segera menikah, kesendirianmu itu sudah taraf mengganggu ketenangan orang lain."

"Minji?!!!! MINJI!!!" Gendang telingaku pasti sakit jika ada didekatnya.

"Apa lagi yang kalian ributkan?" Tanya ayah yang menghampiriku di ruang keluarga.

"Biasa, dia selalu ikut campur masalahku."

"Kau tidak boleh menghina kakakmu seperti itu!" Ibu? Dia teriak kepadaku?

"Hyemi sudah, ini hanya masalah kecil."

"Ini kau bilang masalah kecil? Masalah sebesar apa yang harus dia lakukan untuk MENAMPARNYA!!???"

"Hyemi!!"

"Aku bosan berdebat dengan kalian. Dan satu hal lagi, berhenti menghina kakakmu Minji!"

"Hiks... Hiks... Dasar pria tua pengadu!!" Kataku kesal pada Jikook, dia selalu di nomer satukan oleh ibu.

"Sudah.. Masih ada aku disini." Kata ayah dengan senyumannya, terlihat tampan.

"Ayah? Hiks... Hiks.." Lirihku berhamburan ke pelukannya.

"Kau juga harus sedikit hormat pada Jikook, bagaimana pun juga dia lebih dulu lahir darimu."

"Hmm... Arraseo"

"Geurae.. Cah kita makan?"

"Aku tidak bisa mengontrol makanku jika sedang marah." Kataku merajuk.

"Bagaimana bulgogi?"

"Setuju. Ayo jalan?!" Kataku meningalkan ayah ke luar.

"Ayo yah, mood ku bisa berubah lagi." Kataku mengusap air mataku.

"Haha.. Iya ayo ayo..."

***
"Enak yah.."

"Kau makan seperti orang kesurupan. Apa ini anak ayah? Apa dia Gumiho? Hah? Hah?" Kata ayah menggodaku.

"Ayah geli..!! Drettt... Dreeett... Ohh iya, kau tunggu saja disana." Mendengar telfon aku akhirnya mengangkatnya.

"Hmm??"

"Naera takut pulang ke rumahnya, dia mau menginap tapi dia tidak tahu menjelaskan alamat kita."

"Suruh Jikook saja." Kata ayah yang sudah menjadi pikiranku dari tadi.

"Ibu yang mengatakan pasti dia jalan." Mendapat ide berlian membuat aku berinisiatif membujuk ibu untuk Jikook.

***
"Bu? Naera takut pulang ke rumahnya, dia mau menginap tapi dia tidak tahu menjelaskan alamat kita, bantu aku mengatakannya pada Jikook ya?"

"Iya nanti biar ibu yang
mengatakannya."

***
"Jikook kau jemput Naera ke sekolahnya ya?"

"Bu aku berangkat ke kantor dulu ya?"

"Naera bagaimana kak?"

"Urus saja temanmu itu sendiri."

"Jikook? Jikook?!!" Panggil ibu tapi tidak ada jawaban oleh pria dingin itu.

"Sebaiknya kau saja yang jemput ya?"

"Hmm sebaiknya aku yang jalan."

Naera POV-

"Ahh sudah sore. Aku harus pulang, tapi mama kan ke Jepang hari ini, aku tidak mau sendirian lagi. Ke rumah ibu Minji? Aku lupa nama daerahnya."
Sebaiknya aku telfon Minji.

"Hallo? Minji? Kau bisa jemput?"

"..."

"Baiklah. Hallo? Hallo? Sial baterainya lowbat."

Lama juga ya? Kenapa Jikook belum datang juga? Apa dia menolaknya ya? Apa aku naik taksi saja? Tapi uangku habis, aku lupa membawa dompet. Kalau bus, aku tidak tau harus naik di bus yang mana?

Ahh aku harus mandiri. Cah.. Pulanggg!!

Nekad menyusuri trotoar di sebuah jalan tikus yang lumayan sepi, tapi ada mobil cuma pejalan kaki disini jarang, mungkin karena musim dingin.
sebenarnya ini benar atau salah arah sih? Yang aku ingat cuma nama perumahannya.

"Permisi? Apa benar ini arah ke distrik Gangseo?"

"Hah? Kau anak orang kaya ya? Boleh kita bermain dulu? Hah?" Sepertinya aku salah orang.

"Lepas!! Lepaskan genggamanmu ajusshi..!! Ya!!?"

"Sebentar saja!"

"Hei pak tua! Ini uang. Lepaskan wanita itu." Kata seseorang melempar ajusshi dengan beberapa lembar won

"Kak?"

"Ayo pulang ibu sudah menunggumu."

Author Flashback

Hari ini Jikook dapat panggilan dari kantornya yang membuat dia harus segera ke kantor.

"Kak aku ke sekolah Naera, tapi dia tidak ada di sekolah, telfonnya juga mati."

"Tunggu sebentar! Nanti aku telfon lagi."

"Lepas!! Lepaskan genggamanmu ajusshi..!! Ya!!?"

"Sebentar saja!"

Jikook melihat Naera, tapi pria itu? Siapa dia? Kenapa dia berani-beraninya menarik Naera?
Jikook berjalan mendekati Naera dan ajusshi yang tidak tahu umur itu.

"Hei pak tua! Ini uang. Lepaskan wanita itu." Kata Jikook melempar ajusshi dengan beberapa lembar won

"Kak?"

"Ayo pulang ibu sudah menunggumu."

Flashback Off

-TBC-

Kali ini vote ya? Eneng, akang sekalian.. Dukung cerita ini dengan vote dan comment ya?? 😔

Love in Compulsion [slow update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang