Kurang lebih sudah 30 hari pikiran Selva-suka-Kars bersemayam dalam pikiranku. Dan selama kurang lebih 30 hari itu, Kak Magdala mendapatkan sebagian besar waktuku. Terkadang, aku merasa Kak Magdala menjadi pengganti Kars. Dia baik, cerdas, sopan, dewasa, and is one of the most great person I know. Sifatnya hampir sama dengan Kars. Hanya saja, Kars sedikit lebih jahil.
Gantengnya? Imbang, deh.
Serius. Do you know how lucky I am to have 2 good-looking-plus-smart yet fun bestfriends?***
Hari ini adalah tahun baru, 1 Januari 2016. Dan Kak Magdala nggak akan bisa main ke rumah atau mengajakku jalan-jalan, karena macet yang sangat tidak manusiawi. Jadi di sinilah aku, di kamarku sendiri, membolak-balik lembaran buku tebal berjudul 'Fokus UN 2016'.
Dan tepat saat aku baru saja akan mengerjakan contoh soal Hukum I Termodinamika, pintu kamarku melayang terbuka, tanpa ketukan terlebih dahulu.
Wajah Mama nggak karuan, dalam arti yang bagus. Ekspresinya seperti anak kecil yang baru saja mendapatkan pasokan lolipop yang cukup untuk dinikmati sepanjang hidupnya! Kelewat senang.
"Kal, cepat keluar! AYOOO!"
"Kenapa, Ma?" jawabku bingung.
"Aduh, keluar aja. Nanti juga tau sendiri, ayuk!" Mama berjalan ke arahku, meraih tanganku dan menyeretku keluar.
Aku mengekori Mama menuju ruang tamu. Dan aku melihat pemandangan yang sudah sangat aku rindukan, tapi tidak sepenuhnya. Karena pemandangan tersebut sedikit rusak.
Yah, pemandangan apalagi kalau bukan Kars?
Kars dan Selva, lebih tepatnya."KAL!!! Surprise!" Kars bangkit, langsung berlari ke arahku yang masih beku di tempat. Dia memelukku, kemudian melepaskan pelukannya dan melingkarkan tangan kanannya di leherku sebagai gantinya. Belum merubah posisinya, dia menyeretku mendekati Selva dan berkata, "Kal, Selva. Sel, Kaliska."
Selva menawarkan tangannya dan aku menerimanya. Kami berjabat tangan dan bertukar sekilas senyum singkat.
"Kalian kapan kok bisa ke sini? Bukannya kemarin dan hari ini macetnya gila-gilaan?"
"Siapa bilang kami ke sini kemarin atau hari ini?" Kars balik bertanya, wajahnya dihiasi senyuman khasnya.
"Jadi?"
"Dua hari yang lalu, Kars sengaja nggak mau ngasih tau kamu. Biar surprise katanya," jawab Selva. Dia tersenyum, tapi ada sesuatu dibalik senyumnya yang mengatakan bahwa dirinya sedang tidak nyaman. Atau mungkin hanya prasangka burukku? Entahlah.
"Oh ya?"
Kars mengangguk. "Saya ada latihan renang selama 5 hari dengan atlet-atlet lain yang akan bertanding di kejuaraan nasional tanggal 1 Februari mendatang, latihannya mulai besok," jelasnya dalam kata-kata yang sok formal.
"Selva juga atlet renang?" Aku bertanya pada Selva, tak lupa memakai senyum manisku.
"Ah, nggak. Aku cuma nemenin Kars."
***
Aku masih duduk di ruang tamu, bersama Mama, Kars, dan Selva. Dan hape yang sedari tadi kugenggam bergetar. 1 notifikasi LINE dari Kars. Kars sedang duduk di sebelahku, yang hanya terlampau jarak sekitar 5 cm.
[10.27]
Karsten D. : Kal, nanti jalan yuk. Berdua aja tapi, aku nggak ajak Selva, janji.
[10.27]
Kaliska Widi : Kamu mau kejebak macet?
[10.28]
Karsten D. : Nggak apa, aku cuma mau punya waktu berdua aja. Aku pengen dengar cerita nggak pentingmu lagi! Hahaha.
[10.28]
Kaliska Widi : Sial. Kamu yang suka ngomong nggak penting.
[10.29]
Kaliska Widi : Emang si Selva mau kamu kemanain?
[10.30]
Karsten D. : Antar dia ke apartemen Kak Magdala.
[10.30]
Karsten D. : It's a deal! Nggak boleh bilang nggak. I'll pick you up, jammm setengah satu.Setelah aku menerima pesan terakhirnya tersebut, Kars membuka suaranya. "Sel, udahan yuk. Mau ke tempat Kak Magdala lagi, kan?" Selva mengangguk.
"Tante, kami duluan ya. Kangen loh sama Tante! Hahaha," Kars bangkit dari duduk dan memeluk Mama.
"Duluan, Tante. Makasih minumnya." Selva tersenyum.
"Main ke sini lagi ya, kalian! Tante tunggu," balas Mama.
Sesaat setelah Mobil Kars meluncur pergi, Mama langsung menoleh ke arahku dan berkata, "Kal, sekarang kamu pergi mandi. Mama pilihkan bajunya, boleh ya? Hehe,"
Aku memasang tatapan bingung.
"Jangan sok-sok nggak tahu gitu dong, tadi Kars udah minta izin Mama kok. Ayuk, cepat mandi!"
***
Aku mengenakan peter pan collar shirt berwarna hitam yang kerahnya berwarna putih susu dan rok berwarna putih yang berhenti tepat di lututku. Dipadukan dengan flatshoes hitam polos.
"Anak Mama cantik!" puji Mama.
"Ma, aku nggak bakal ke mana-mana, cuma bakal di mobil kejebak macet. Percaya, deh. Kenapa harus pakai yang beginian?"
"Sttt. Mau macet nggak macet kan Kars tetap ngeliat kamu, Kal. Harus tampil kayak cewek sedikit!"
Aku menyerah dan memutuskan untuk menunggu dengan tenang di ruang tamu. Tak sampai 10 menit aku menunggu, mobil Kars terparkir di depan pagar rumahku. Kars turun dari mobil, meminta izin kepada Mama sekali lagi, dan mengajakku masuk ke dalam mobil.
Sebelum Kars menginjak gas, dia memberiku sebungkus Starbucks' Croissant dan segelas Green tea latte berukuran Trenta.
"Untuk ganjal perut, mengantisipasi macet. Kita wisata kuliner yuk hari ini! You owe me finger-lickin' good Bandung food."
Aku tersenyum dan mengangguk. Dia menyisip Vanilla latte berukuran Trenta-nya, lalu menginjak gas.
***
Setelah berjuang melewati macet selama 1 jam, aku dan Kars tiba di warung es durian terenak sekota versi Kak Magdala.
"Anak gila. Belum makan siang malah mau makan es dulu," omel Kars.
"But this is so worth it, Kars. Serius, kamu pasti jatuh cinta. Selera Kak Magdala nggak pernah salah."
Kars diam sebentar.
"Kak Magdala likes you. Kamu tau, kan?"
Mataku membelalak.
"Kars, nggak mungk—"
"Selva yang cerita. Kak Magdala cerita ke dia, katanya. He likes you. Dan dia merasa kamu ngasih harapan ke dia. Benar, Kal?" potongnya.
Aku belum bisa menjawab.
"Kamu sendiri, kamu suka Selva. Iya kan? Teman lamamu yang sekian lama lost contact, terus tiba-tiba ketemu lagi," aku mengalihkan pembicaraan.
"Kenapa kamu bisa ngomong gitu?"
"Kamu nggak sadar, Kars? Habis aku pindah ke Bandung dan kamu ketemu Selva, kita makin jauh, Kars!"
"Lah? Kamu sendiri. Nempel sama Kak Magdala mulu."
"Hah? Kamu juga gitu, kan. Sama Selva mulu. You like her, don't you?"
Nada Kars meninggi. "For God's sake! Aku sama sekali nggak suka dia, Kal! Aku udah suka orang lain."
Nadanya kembali tenang. "Mungkin salahku juga, aku nggak pernah cerita ke kamu siapa orang itu. Sorry, Kal."
"Siapa?" Napasku nggak karuan.
"Kamu tau namanya, kamu tau siapa teman terdekatnya, kamu tau hobinya, kamu tau cita-citanya, dan sederet hal lain. Tapi aku nggak tau apakah kamu benar-benar mengenali orang ini sampai seluk beluknya, and I hope you do."
"Aku belum bisa kasih tau kamu siapa, tapi kamu bakal tau."
Aku nggak merespon.
"I'll proudly tell you when I make her mine. Janji." Kars tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karsten, Listen
Teen FictionBersahabat dengan seorang Karsten yang sempurna di mata dara-dara seisi sekolah telah membuatku belajar banyak, merasakan banyak, dan menerima cinta yang banyak. Setelah hidupku jungkir balik karena kebangkrutan Papa, Kak Magdala masuk ke dalam hid...