Sesi jalan-jalan dengan Kars yang menyita waktu kami sampai kira-kira jam 8 malam sangat menguras pikiranku. Perkataannya tadi siang terus berputar dalam pikiranku, bahwa Kars akan memberitahu siapa orang yang disukainya padaku setelah dia berhasil mendapatkannya.
Akhir-akhir ini, aku memang meragukan perasaanku sendiri. Aku nggak yakin akan perasaanku pada Kars, apakah masih bertahan? Aku juga nggak yakin akan perasaanku pada Kak Magdala, apakah aku benar-benar menyukainya? Dan berdasarkan apa yang kudengar tadi siang, aku berasumsi bahwa aku mungkin masih menyukai Kars, mungkin. Aku belum memastikan jawabanku.
Dan sekarang aku sedang berbaring di atas tempat tidurku, walau jam sudah menujukkan pukul 11.27 malam, aku masih mengobrol dengan Kak Magdala via LINE Call, kira-kira sejak jam 10 tadi. Mengobrol tentang hal-hal garing yang nggak penting, to be exact. And it relaxes me.
"Eh, Kakak belum pernah ajak kamu makan ke angkringan terenak di kota, ya?"
Aku mengingat-ingat.
"Belum, Kak. Kapan nih rencananya? Hahaha."
"Lusa, deh. Besok Kakak harus ke kampus ngurus sesuatu. Berani jamin, kamu bakal bilang itu angkringan terbaik sejagad raya, Kal."
"Kenapa, Kak? Skripsi ditolak dosen ya? Hahaha!" ledekku, mengabaikan topik tentang angkringan.
"Enak aja! Masa skripsi mawapres keren gini ditolak?" candanya.
"Yah, bisa aja. Mana tau—"
Ada panggilan lain yang masuk. Panggilan dari sederet nomor yang bernama Cowok Ganteng ber-IQ 162.
"Eh, Kak. Maaf, ada telepon masuk. Aku angkat nggak apa ya?"
"Oh, oke. Habis itu tidur ya, Kal. Jangan kemalaman. Good night."
"Good night, Kak."
Aku meng-endcall Kak Magdala, dan segera menjawab panggilan anak satu itu.
"Halo? Kal? Tuh, kan! Belum tidur!" omelnya tiba-tiba.
"Kok ngomel sih? Ini aja kamu nelepon aku, gimana mau tidur, Kars?"
"Kaliska Widi. Aku udah hafal kebiasaan kamu ya. Kalau udah tidur, kamu nggak bakal bangun karena dering hape sebelum jam 4 subuh. Badan kamu kan aneh sendiri, dulu kamu sendiri yang cerita ke aku."
"Hahahaha, masih ingat rupanya."
"Jadi? Kok belum tidur?"
"Kamu sendiri?"
"Aku baru sampai hotel."
"Ya udah, istirahat gih."
"Besok malam jalan, yuk?"
Aku belum sempat menjawab, dia kembali mencerocos. "Salah. Maksudku, besok malam kita jalan ya. Jangan banyak alasan, aku tau kamu lagi libur sekolah dan aku udah minta izin Mama Papa kamu."
"Fine. Siap, Pak. Oke. Sip. Gimana? Udah mantap jawabanku, Kars?"
"An 'okay' is enough, Kal," kekehnya.
"Tidur gih. Beneren tidur tapi ya! Awas! Good night."
Aku tersenyum tipis. "Good night, Kars."
Aku memutuskan sambungan telepon. Dan berbisik pelan, "I miss you like hell, Kars."
***
Pagi ini aku terbangun karena jeritan Mama yang membahana. "KALISKA WIDI! KAMU MAU TIDUR SAMPAI MALAM? INI UDAH JAM 11!" Mungkin menurutmu Mama sangat berlebihan. Tapi sejak dulu, Mama paling tidak suka melihat aku atau Papa bangun siang. 'Kamu nggak sayang ngeliat 3 jam, 4 jam, bahkan 5 jam yang seharusnya bisa kamu pakai buat ngelakuin hal berguna dipakai untuk tidur yang berlebih-lebih? Makanya jangan bergadang!' adalah kata wajib Mama setiap menceramahi aku atau Papa yang tidur kebablasan sampai siang.
Jadi aku langsung bangkit dari tempat tidur, meneguk air, dan berjalan ke dapur untuk sarapan. Dan aku langsung mencari topik pembicaraan untuk mengalihkan ceramah Mama yang akan dilontarkan padaku.
"Ma, malam ini Kaliska pergi bareng Kars ya. Boleh?"
Mama mengangguk. "Kars udah minta izin Mama kok. Papa juga udah tau."
Note : Kalau kamu penasaran akan kabar Papa, Papa sedang sibuk-sibuknya mengurusi proyek pembangunan hostel barunya. Beliau selalu berangkat pukul 6 dari rumah dan jam pulangnya nggak pasti. Papa selalu optimis bahwa kami sekeluarga akan baik-baik saja.
"Oke deh. Kalau gitu Kaliska belajar dulu. Biar nggak merasa bersalah entar malam keluyuran," kataku dengan semangat, lekas berlari menuju kamarku.
"MANDI DULU, KAL!" teriak Mama.
***
Jam menunjukkan pukul 14.06 dan aku sedang berkutat dengan nama-nama latin. Aku sedang berusaha menghapalkan nama si Aurelia aurita dan kawan-kawannya saat tiba-tiba Mama mengetuk pintu kamarku dan membukanya.
"Kal, Kak Magdala nyariin tuh. Ayo."
"Eh?" responku, sedikit bingung. Bukannya dia mau ke kampus hari ini?
Aku mendatanginya ke ruang tamu, tak lupa membawa catatan Biologi yang sedari tadi kuperjuangkan untuk dihapalkan.
"Kak? Bukannya hari ini mau ke kampus?"
"Iya, nih. Tapi diskusinya dibatalin, nggak tau juga kenapa. Kamu mau pergi jalan nggak?"
Aku nggak menjawab. Alih-alih, aku melambaikan catatan Biologiku.
Kak Magdala mengerti maksudku dan tertawa. "Hahaha. Sip, sip. Belajar yang rajin, deh!"
"Kakak sibuk? Di sini aja, deh. Aku bosan. Butuh hiburan candaan garing yang sama sekali nggak lucu," ledekku.
"Heh! Kamu. Udah minta orang stay, pake acara ngehina lagi. Hahaha!" tawanya meledak.
Dan beginilah rutinitas kami. Saat Kak Magdala punya waktu luang dan aku harus belajar, dia akan mampir ke rumahku dan melakukan apa saja, selagi menungguku belajar. Dan terkadang, Kak Magdala akan menguji kemampuanku akan bahan yang sudah kupelajari. Diselingi obrolan dan candaan garing, tentunya.
"Kak, eskrim mint atau oreo?"
"Mint."
"Sprite atau Fanta?"
"Sprite!"
"Eh, katanya mau belajar. Kok malah ngaco?" protesnya.
"Bosan, Kak. Istirahat 10 menit!"
"Ya udah. Giliran Kakak. Shopping baju atau hunting makanan?"
"Makanan dong! Do you even know me, Kak?"
Tawa kami menyembur.
"Otak atau tampang?" tanyanya lagi.
"Those are bonuses. I prefer good attitude and sincerity," jawabku jujur.
"Cie. Bijak amat."
"Terakhir. Karsten Dillon atau Magdala Unara?"
What?
Aku langsung menatapnya, nggak merespon.
"Harus jawab, Kal. Hehehe," godanya.
"Kalian sama aja sih. Sama-sama nyebelin," jawabku sebercanda mungkin.
"Oh ya? Kami imbang?" tanyanya balik.
"Iya."
"Jadi... Kakak dan Karsten punya kesempatan yang sama juga?"
"Kesempatan apa, Kak?" Detak jantungku mulai nggak karuan.
"Kesempatan disukai sama kamu, Kal. Atau lebih. Kesempatan jadi pacar kamu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Karsten, Listen
Novela JuvenilBersahabat dengan seorang Karsten yang sempurna di mata dara-dara seisi sekolah telah membuatku belajar banyak, merasakan banyak, dan menerima cinta yang banyak. Setelah hidupku jungkir balik karena kebangkrutan Papa, Kak Magdala masuk ke dalam hid...