05. The Hopeless Romantic

6.7K 514 58
                                    

            Luke tak pernah menyangkanya.

            Gadis itu. Gadis yang merupakan dunianya. Gadis yang mengambil hampir seluruh tempat di hatinya. Dan gadis itu, tak bisa melihat dirinya yang sesungguhnya. Gadis itu tak bisa menyadari kemurnian hatinya, atau keindahannya, karena ia terjebak dalam luka dan kekecewaan yang menyelubunginya.

            “Aku benci diriku, Luke. Aku benci tubuhku. Aku benci penampilanku. Jika aku bisa terlahir kembali, aku tak akan mau menjadi diriku sendiri. Luke, sekarang aku tahu aku harus menyalahkan siapa kalau Harry mengolok-olokku. Aku yang pantas disalahkan. Karena aku memang pantas diolok-olok.”

            Luke memang tak pernah menyangkanya. Allison selalu terlihat gembira dan percaya diri. Dan sudah beberapa hari ini ia pulih dari patah hatinya akibat Harry. Namun apa yang diceritakan gadis itu siang tadi di kamarnya, sambil menangis terisak-isak, benar-benar mengejutkan Luke.

            Aku mencintainya. Aku mencintainya. Aku mencintainya... Luke mengulang-ulang kalimat tersebut dalam kepalanya. Sudah pukul sebelas malam, tapi ia masih juga terjaga.

            Lalu di kepalanya. Luke memutar kembali salah satu dialognya dengan Allison yang terjadi tadi siang.

            “Dengar, Allison, kalau kau pernah merasakan dorongan untuk menyakiti dirimu sendiri lagi, kau bisa telepon aku, atau ajak aku ke manapun yang kau mau. Yang penting kau akan melupakan niatmu untuk menyakiti dirimu.”

            “Kau janji, Luke?”

            “Janji.”

            Lalu Luke berjalan menghampiri meja belajarnya. Ia duduk di sana, di depan mesin ketik tuanya. Ia memang sering mendapatkan dorongan untuk menulis pada waktu larut malam seperti ini. Dan ia selalu menulis tentang Allison, atau untuk Allison. Gadis itulah sumber inspirasinya.

 Dear, Allison.

            I saw that you were perfect
            so I loved you.
            Then I saw that you were not perfect
            so I loved you even more.

            Luke menarik kertas itu, lalu mengamatinya sejenak. Ia rasa ia tidak mungkin mengirimkan puisi singkat ini kepada Allison dalam bentuk surat, seperti biasanya. Ia tidak ingin Allison mendapatkan kalimat-kalimat itu dari seseorang yang merupakan anonim baginya.

            Luke ingin mengucapkan kalimat itu kepada gadis itu, secara langsung. Suatu saat nanti. Entah kapan.

***

            But the truth is,
            you could bring me the moon
            or hand me every star in the universe
            And I still wouldn’t be happy
            until I had
            your love.

            Allison menghela napas, dan tersenyum membaca surat itu, yang lagi-lagi masih beridentitas anonim. Surat-surat itu selalu menjadi pencerah harinya. Meski Allison kini sudah tak penasaran lagi dengan siapa pengirim surat-surat itu.

            Ia yakin, suatu hari nanti pengirim surat itu akan menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Lalu Allison bisa membuktikan kepada Luke, kalau pengirim surat itu bukanlah seorang pecundang penuh gombalan murahan – seperti yang selalu Luke katakan kepadanya.

            “Senang melihatmu pergi ke sekolah pagi ini,” suara itu tiba-tiba mengagetkannya. Allison langsung berbalik dan mendapati wajah familiar itu tersenyum kepadanya. Luke.

Anything Could Happen ✖️ hemmings [a.u.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang