“The woman is the reflection of her man. If you love her to the point of madness, she will become it.” – Brad Pitt.
***
“Luke! Kau kan, nggak punya SIM!” seru Allison dengan napas tertahan, ketika Luke muncul di depan rumahnya dengan mobil Jeep Land Cruiser bermodel hardtop berwarna merah mengilap produksi tahun 1978 – yang setahu Allison adalah milik ayah Luke. “Luke, kau serius, nih?!” sepasang mata biru gadis itu membelalak.
Luke yang pagi ini mengenakan kaus putih bergambar wajah Smiley kuning besar itu malah cengengesan tidak jelas. “SIM? Tenang saja, aku sudah lancar mengemudi, kok. Dan, siapa yang butuh SIM kalau kau sudah punya surat izin khusus dari Mommy Liz tercinta?”
“Ibuku bakal membunuhku kalau ia tahu kau belum punya SIM!” Allison berseru lagi, makin frustrasi. “Dan aku pun nggak yakin apakah kau sudah bisa membedakan gas, rem, dan kopling!”
Luke memutar mata dengan dramatis, melihat kelakuan gadis di depannya itu. Mulai deh, berlebihannya... Mulai deh, cerewetnya... cowok itu menggumam dalam hati, sambil tersenyum-senyum tidak jelas.
Well, bukannya ia mengajak Allison pergi naik mobil supaya gadis itu terkesan – ya tapi, masa mereka akan pergi berboncengan naik sepeda, atau naik bus bersama? Gila saja kalau Luke harus memboncengkan Allison sampai ke pusat kota. Dan bus kan, ramai... Tidak akan ada momen intens atau romantis dong, nantinya. Uhuk.
Lagi pula, kalau Luke ingin membuat Allison terkesan, ia pasti akan menjemput gadis itu dengan mobil mewah seperti BMW atau apalah, bukannya mobil tua setengah karatan yang kelihatan seperti peninggalan zaman purba begitu.
Oh ya, ngomong-ngomong, Luke sudah tahu perbedaan gas, rem, dan kopling, kok. Tapi ia masih mencari tahu perbedaan antara Allison dan malaikat.
Tolong beri backsound lagu hits boyband cilik asal Indonesia, Coboy Junior, yang berjudul Eaaa di sini. Agak memalukan dan melenceng memang, tapi itu satu-satunya backsound yang tepat.
“Oh, jadi Luke ingin mengajak Allison pergi, nih?” ibu Allison tiba-tiba muncul di teras dengan wajah sumringah. Mata wanita itu langsung membesar ketika melihat mobil Jeep merah yang sudah terparkir dengan manis di depan pagar rumahnya. “... naik mobil?” suaranya terdengar seperti desisan takjub.
“I-iya, Mrs.,” jawab Luke sambil tersenyum gugup pada ibu Allison.
“Tapi, Mom, dia tidak –“ Luke cepat-cepat membekap mulut Allison sebelum berubah menjadi ember bocor, yang akan membocorkan fakta bahwa Luke belum punya SIM.
Ibu Allison malah tertawa kecil. “Ya sudah, berangkat saja sekarang. Pulangnya jangan larut-larut ya,” pesannya. “Luke, tolong jaga Allison, oke?”
“Beres, Mrs.!” Luke mengacungkan jempolnya, lalu menarik Allison yang berjalan tersaruk-saruk mengikutinya. Sampai di depan mobil, Luke membukakan pintu untuk Allison. “Masuklah, Nona Bawel,” katanya dengan seulas senyum iseng. Allison menghela napas keras, lalu melompat masuk ke jok depan.
Setelah acara lambai-lambaian tangan dan lemparan petuah-petuah dari ibu Allison, Luke pun mengemudikan mobilnya menjauh dari rumah Allison. Keheningan perlahan berubah menjadi kecanggungan.
Allison berinisiatif untuk memecah keheningan itu. Dijulurkannya tangannya untuk menekan tombol nyala di radio. Selama beberapa detik ada suara bergemisik tidak jelas di sana, hingga mulai terdengar suara vokalis yang familiar dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anything Could Happen ✖️ hemmings [a.u.]
FanfictionLuke Hemmings tahu bahwa kasus 'jatuh-cinta-terhadap-sahabatmu-sendiri' adalah hal yang teramat klise. Ia sudah bosan mendengar berbagai kisah tentang kasus itu, sebosan ia menunggui Ashton Irwin, Calum Hood, dan Michael Clifford bermain game. Sebos...