-Bab 12-

122 25 0
                                    

London,02:14 PM, Kediaman Renard. Telpon genggam itu terus berbunyi tanpa ada yang mengangkatnya. Layarnya sesekali menyala dan mati sesaat lalu menyala lagi, seakan seperti mencari-cari dimana pemilik telpon genggam ini. Dari ujung ruangan, terlihat Renard sedang berlari kecil menghampiri telpon tersebut.

"Semoga saja dia. Semoga saja...". Ujarnya dalam hati berharap yang menelpon itu adalah Balquess. Ia mengangkat telpon tersebut. Bukannya suara perempuan yang lemah lembut dari sebrang, malah suara serak-serak basah yang agak kencang mengejutkan Renard.

"Halo, Waktumu hanya 6 bulan lagi untuk menyelesaikannya. Setelah waktu 6 bulan itu, kamu ada jadwal untuk mempresentasikan hasil kerjamu di New York City, Amerika Serikat". Tukas seseorang dari sebrang dengan sangat cepat. Sampai-sampai mulut Renard di buat tak bisa berkata apa-apa.

"Tapi Mr.Harits, aku belum bisa menyelesaikannya secepat itu. Bagaimana kalau dalam jangka waktu 6 bulan belom selesai?". Tanyanya agak cemas sambil berjalan ke ruangan yang penuh dengan kertas-kertas sobekan, lecakan atau yang sudah bertulis. Ia membuka laptop hitamnya lalu menyalakannya sambil menghempaskan bokongnya ke kursi empuk di belakangnya untuk melihat seberapa kelarnya dia menyelesaikan tugasnya dari seseorang yang bersuara serak itu. Laptopnya masih dalam proses Loading, Tetapi seseorang dari sebrang tidak ingin menghabiskan waktunya hanya dengan menelpon seseorang untuk mengecek kerjaan Renard. Mungkin aktivitasnya kali ini sangatlah padat.

"Oh aku hampir lupa, kalau kau belom menyelesaikannya juga dalam jangka waktu 6 bulan. Kau akan di pindahkan ke New York selama 3 sampai 5 tahun. Aku sengaja memindahkanmu untuk lebih dekat dengan kepala menejermu agar kerjaanmu lebih cepat selesai. Kau paham?!". Seketika saja Renard terkejut mendengar ujaran seorang dari sebrang sana. 3 sampai 5 tahun? Itu waktu yang sangat lama untuknya tinggal di negri orang dan harus beradaptasi kembali dengan masyarakatnya serta yang lainnya. New York adalah kota orang-orang yang mempunyai kerjaan yang sangat padat dan sibuk. Wajar kota tersebut tidak pernah mati. Pagi, siang, sore, malam, kota tersebut terus bekerja dan tidak ada waktu untuk beristirahat sejenak disana. Karena prinsip yang mereka sangat pegang "Time is Money".

"Ok, selamat bekerja!".

"T... tapi!". Seru Renard dengan cepat tetapi Telpon genggamnya sudah di matikan dari sebrang sana. Hanya ada suara "Tuuuttt" yang berulang-ulang. Ia menggrutu dan meraung kesal sambil membuang kertas-kertas yang ada di hadapannya. Mungkin dia tidak mau di pindahkan ke New York dalam jangka waktu yang lama seperti itu. Tetapi kenapa tidak mau? Banyak orang yang menginginkan tinggal di kota yang tidak pernah tidur tersebut. Kota yang perkembangannya sangat pesat. Apa yang membuatnya merasa sulit untuk meninggalkan London?

Ia melihat laptopnya dan membuka salah satu documennya. Baru beberapa kata? Ini tidak mungkin. Ia melirik kalender yang berdiri di meja kerjanya di samping laptop hitamnya. Waktunya kali ini tinggal 5 bulan 2 minggu lagi. Renard menggrutu lagi dan meraung seperti harimau yang sangat ganas. Ia mulai menarik napas dalam-dalam mengosongkan pikirannya dan bersikap lebih tenang agar inspirasi memenuhi pikirannya. Kali ini ia lebih bersikap tenang. Jari-jari tangannya mulai menari-nari di atas tuts-tuts keyboard laptop.

Mungkin yang orang-orang katakan benar, "Galau membuat siapa saja menjadi bijak dan bertambah inspirasi". Dan itu terjadi pada Renard yang sekarang sedang dalam keadaan tersebut. Ia terus bermain-main dengan inspirasi. Terjun langsung ke dalam inspirasinya dalam bentuk novel. Mungkin yang ia rasakan kali ini adalah seperti seorang sutradara film yang sedang menyaksikan para pemerannya sedang beradegan sesuai yang ia arahkan. Kalau berbeda sedikit langsung ia hapus atau cut.

****

"Hari ini saya mau memberikan tugas kepada kalian untuk bekerja sama dengan kelas sebelah. Bisa di bilang ini adalah tugas kelompok". Tukas Profesor berambut putih yang sudah mulai menipis itu dengan aksen Inggris yang sedikit sulit di mengerti. "Jadi, saya mau kalian berkenalan dengan kelas sebelah nanti bersama saya. Lalu saya yang akan membuat masing-masing kelompoknya. Ada pertannyaan?". Ujarnya dengan sangat cepat. Seluruh murid di kelasnya hanya bisa diam tanpa suara sepatahpun.

Love In SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang