-Bab 24-

36 3 2
                                    

Tanganku perlahan mendekati tangan mungilnya. Daun dimusim ini terus berjatuhan kearah kita berdua yang sedang duduk dibawahnya. Aku tatap matanya, begitu indah. Jantungku berdebar empat kali lipat dari biasanya. Sebuah rasa yang terpendam dalam kalbu terus bergejolak saat menatapnya. Sorot pandangnya teduh membalas tatapanku. Kurasa ini adalah saatnya.

"Michelle, Bagai bakar tak berapi". Michelle terdiam menatapku dengan tatapan bertanya-tanya.

"Kenapa? Apa maksudnya?". Diriku terdiam menatapnya. Bibirku terasa tak sanggup untuk mengatakannya. Namun diriku mencoba untuk memberanikan diri.

"Aku mencintaimu dalam diamku".

-Love You in Silent-
______________________________________

Seluruh tubuh Balquess melemas. Jantungnya seaakan berhenti berdetak saat awalnya berdebar empat kali lipat lebih cepat dari biasanya. Matanya tak kuasa menahan sebuah cairan suci yang berkilauan. Hidungnya memerah menahan tangis.

"Apakah ini serius? Atau memang hanya sebuah kebetulan saja. Yang jelas, aku takut..... Bukan takut dengannya, Namun takut untuk memiliki perasaan yang sama sepertinya dan takut untuk mengecewakannya. Ya tuhan, bagaimana ini?". Ujar Balquess dalam hati sambil menahan tangis. Sorot pandangnya kosong tak ada tujuan. Napasnya tak beraturan dan pikirannya menjadi dihantui oleh bayang-bayang Renard. Ini adalah kali pertamanya ada lelaki yang mengungkapkan perasaannya kepada Balquess dan membuatnya merasa sangat syok dan kaget. Balquess tak habis pikir, kenapa ia bisa mencintai Balquess. Padahal, Banyak perempuan diluar sana yang lebih baik dari pada Balquess. Balquess tidak ingin begitu saja menjawabnya. Ia harus berpegang teguh pada janjinya yang tidak mau menjalin hubungan sampai ia menyelesaikan kuliahnya. Air mata Balquess yang dari adi ia tahan agar tidak jatuh akhirnya terjatuh juga dari ujung matanya yang berair. Air mata itu mengalir dengan lembut melewati pipi lalu berhenti didagu dan terjatuh membasahi lembar buku tersebut.

"Kamu kenapa?". Renard bertanya dengan ekspresi datar dan dinginnya. Tangannya menyekah air matanya yang berlinangan. Balquess tersentak saat sentuhan lembut mendarat dipipi dan ujung mata Balquess. Ia mendesah kesal dan menjauhkan tangan Renard dari wajah Balquess.

"Jauhkan tanganmu!". Tiba-tiba Balquess berubah menjadi sensitif. Dirinya kali ini sangatlah kacau balau. Ia gusar, hatinya gelisah ingin menjerit. Renard tersentak saat lengannya ditangkis oleh Balquess.

"Ada apa?".

Balquess membuang wajahnya dari Renard yang masih terus bertanya-tanya. Air matanya kembali tumpah membasahi pipinya. cairan bening bernama saliva mulai memenuhi hidung Balquess karena menahan tangis. Sebuah pilihan yang sangat fatal jika ia salah memilihnya,'lebih dekat atau tinggalkan?' . Sebuah persimpangan yang sangat sulit untuk dipilih dan juga sulit untuk membenci. Logika yang bebeda cara pandang dengan kemauan hati. Mungkin tak ada satupun yang sanggup berada diposisinya kali ini.

"Balquess, apa ada yang salah? Jangan menangis, aku tak mau menjadi awan hitam yang membuatmu semakin menggerimis, aku hanya mau menjadi pelangimu yang memancarkan senyumnya kepadamu agar kamu tidak bersedih ". Tanya Renard dengan sangat lembut. Ia membelai bahu kiri Balquess yang mungil.

"Ya Tuhan... Apa yang dia lakukan sekarang? semakin ia mengeluarkan kata-kata semakin aku tak tahan menahan rasa ini!". Tukasnya dalam hati sambil menghela napas dalam-dalam dan memejamkan kedua matanya. ia mencoba membersihkan pikirannya dari ego yang menggelayutinya. Kedua bahunya ia hempaskan saat menghela napas dalam-dalam menandakan sekarang ia rileks dan sudah bisa mengontrol diri.

"Tepat didepan tujuanku sudah sampai. Terimakasih atas pertolonganmu. Aku langsung kekelas. Sekali lagi terimakasih". Bersamaan dengan Balquess berhenti bicara, supir taxi itu mulai menginjak pedal rem dan melambatkan kendaraannya. Balquess bersiap-siap untuk keluar sambil menyeka air matanya dan mengembalikan energinya.

Love In SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang