-Bab 17-

97 18 2
                                    

"Bagaikan bakar tak berapi? Apa maksudnya?". Gumam Balquess di dalam hati sambil membolak-balikan lembar-lembar halaman di buku merah tersebut. Ia melamun memikirkan kejadian tadi malam di caffe bersama Renard. Keningnya berkerut. Ia mendesah kesal.

"Kenapa dia seakan seperti lelaki misterius?!". Serunya sambil membalikan tubuh mungilnya ke ranjang. Ia menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya kosong. Wajah Balquess terlihat begitu lelah seharian ini, Di tambah sikap Renard yang membuat Balquess bertanya-tanya, Mengapa?.

Suara Renard masih menghantui telinga Balquess. Apakah kejadian tadi malam adalah mimpi? Tapi kalau iya, kenapa Balquess masih bisa merasakan hati kecilnya bergejolak dan merasakan sentuhan juga belaian tangan Renard. Ya, Balquess bisa merasakan sentuhan itu sangat lembut membelai tangannya.

Balquess membelai tangannya seperti Renard membelai tangannya tadi. Ia menaruhnya di atas dadanya. Denyut jantungnya sangat terasa. Renard benar-benar tampan dan manis. Juga ia sangat baik terhadap dirinya. Hati Balquess sangat sakit karena perasaan tidak jelas yang dirasakannya terhadap Renard. Ia menitikan air matanya dari sisi mata sebelah kanan. Air matanya mengalir begitu cepat. Ia mendesah kesal sambil menyadarkan diri. Kedua matanya mengerjap. Ia memaksa tubuhnya untuk bangun dari ranjang empuknya dan berhenti memikirkan Renard lalu menghapus air matanya.

"Sudahlah Balquess, Kamu tidak boleh seperti ini. Jangan sampai kamu salah menaruh berlian yang berharga ke sembarang orang". Gumamnya sambil tertunduk menatap jari kakinya. Rambut hitam panjangnya menutupi wajah cantiknya. Ia berdiri dan mendekati jendela kaca dan memegang buku merahnya tersebut. Ia menatap langit malam kota London yang pekat. Malam ini bulan dan bintang tidak terlalu terlihat. Ia menempelkan telapak tangannya di jendela kaca yang besar itu sambil melihat bayangan dirinya yang memantul pada kaca jendela yang besar. Malam ini ia benar-benar terlihat begitu semraut. Matanya berbinar-binar.

"Apakah dia........ Tidak! Tidak! Aku tidak boleh berpikiran yang tidak-tidak". Tukasnya sambil menatap bayangan dirinya yang ada di jendela kaca. Ia beranjak dari tempat itu dan mengambil kardigan yang lumayan tebal berwarna coklat lalu memakainya. Buku merah yang ia pegang, ia taruh di atas ranjang. Ia membuka pintu kaca tersebut lalu berjalan perlahan ke arah balkon. Rambut hitamnya berterbangan terbawa angin. Pandangannya menyapu bersih sekeliling kota London. Begitu sunyi dan sepi.

Matanya tiba-tiba saja mengerjap saat mendengar suara Renard yang menyapanya di balkon sebelah rumahnya. Kedua matanya terbuka lebar melihat senyuman hangat Renard.

"Kamu lagi ngapain di sini?". Suara Renard tertutur lembut mengejutkan Balquess.

"Aku??? Ehmm.... aku cuman mau nyari angin disini". Jawabnya sambil membetulkan kardigannya. Renard tekekeh geli. Kedua matanya tertutup dengan sangat rapat.

"Aku kira kamu udah tidur. Bukannya kamu bilang sendiri saat kita di luar kalau ini sudah hampir larut malam?".

"Iya, tapi aku...... ehmmm, aku belom bisa tidur". Jawabnya sambil melihat kebawah balkonnya. Renard memiringkan kepalanya melihat tingkah laku Balquess. Ia tidak tahu apa yang sedang di rasakan Balquess.

"Mungkin setelah ini kamu harus membuat greentea hangat untuk merilekskan tubuh dan pikiranmu". Balquess mengangkat kepalanya lalu menatap wajah Renard. Kenapa dia begitu perhatian dengan ku? Ujarnya dalam hati.

Angin musim dingin tiba-tiba saja datang menghampiri mereka berdua. Begitu dingin dan membuat tubuh mengigil saat merasakannya. Kepulan uap dari kedua hidung mereka langsung keluar dan berterbangan mengikuti angin malam yang sangat dingin itu. Renard melihat Balquess yang sedang menahan dinginnya angin malam tadi. Ia tersenyum samar.

"Kenapa kamu gak masuk sekarang? Kamu udah kedinginan. Sebaiknya kamu masuk, udara di dalam sana lebih hangat". Balquess tersenyum hangat.

"Renard. Aku ingin bertanya padamu". Tukas Balquess. Tutur katanya sangat lembut merasuki kalbu. Renard menaikan kedua alisnya sambil mengangguk dan kembali bertanya walau hanya sepatah kata.

Love In SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang