-Bab 15-

114 24 0
                                    

Sudah hampir satu jam mereka bertiga berada di depan ruangan yang dingin nan tertutup itu. Pintu ruangan itu terbuat dari kaca yang sangat tebal yang sengaja di buramkan agar tidak terlihat dari luar. Mereka bertiga duduk di tempat tunggu di depan ruang sana yang begitu tenang tanpa ada suara gaduh yang mengganggu. Balquess terus memperhatikan lelaki tua yang berada di samping Renard. Wajahnya nampak lesu. Tak ada gairah sama sekali. Tatapannya kosong menatap lurus kearah pandangnya. Mungkin ia sedang memikirkan istrinya yang berada di dalam ruangan itu.

Mereka berada di sana untuk menunggu takdir berkata. Apakah selamat atau tidak?. Lelaki tua yang Balquess perhatikan itu beranjak dari tempatnya, semacam merenggangkan otot dan persendian yang begitu berat dan kaku setelah satu jam duduk menunggu takdir. Objek perhatian Balquess melenggang pindah ke ponselnya yang bergetar di dalam saku celananya. Ia merogoh saku celananya dengan perlahan lalu menjawab panggilan masuk dari seseorang di sebrang. Suara Balquess yang cukup besar langsung memecahkan kesunyian di sana. Mereka berdua langsung memperhatikan Balquess. Seakan berusaha mencari tahu apa yang mereka bicarakan.

Balquess tiba-tiba saja terlihat begitu cerah saat ia selesai berbincang-bincang yang kurang lebih lima menit bersama seseorang di telpon.

Pintu kaca yang tertutup rapat tersebut tiba-tiba saja terbuka yang mengeluarkan udara dingin berbau seperti alkohol yang langsung menyengat ke rongga hidung. Sang dokterpun keluar dari dalam ruang ICU dengan muka yang tidak mudah di tebak. Ia hanya menunduk sambil melihat sesekali ke arah depan. Sontak mereka bertiga yang sedari tadi diam merenungi nasib langsung menghampiri sang dokter dan bertanya bagaimana. Ia tak menjawab. Hanya sebercak senyum kecil yang muncul di sisi bibirnya.

"Bagaimana dok, keadaan istri saya?". Tanya lelaki tua tersebut yang nampak panik. Dokter tersebut tersenyum namun samar. Masih diam seperti tadi. Ia menarik napas dengan sangat panjang dan menghembuskannya dengan perlahan. Senyumnya tiba-tiba saja hilang dan langsung membuat mereka bertiga bertambah panik.

"Istri tuan dalam keadaan tidak sadar. Bisa di bilang koma". Mereka bertiga langsung tersentak bersamaan. Lelaki tua yang berada di samping Balquess sepertinya tak kuasa menahan air matanya. Ia terlihat sangat tertekan sekali dengan keadaan ini. Sang dokter yang melihat kejadian mengharukan itu langsung merangkul pundak lelaki tua tersebut yang terlihat rapuh. Ia mengusap-ngusap pundaknya dengan sangat lembut sambil membisikan sesuatu. Entah apa itu, yang jelas lelaki tua tersebut langsung menghentikan air matanya. Senyumnya kembali terukir sedikit demi sedikit. Sang dokter menatap kedua mata lelaki tua tersebut dengan sangat yakin sambil mengguk.

"Ayo kita masuk". Tukas lelaki tua itu sambil menyuruh Balquess dan Renard untuk segera masuk kedalam ruangan tersebut. Mereka berdua saling bersipandang sejenak sambil bertanya-tanya lalu mereka langsung mengikuti perintah lelaki tua itu dan segera masuk ke dalam ruangan yang sunyi itu.

Renard mencoba mendorong pintu kaca yang sangat besar dan mungkin berat tersebut. Ia menahannya untuk membiarkan Balquess dan lelaki tua itu lewat terlebih dahulu lalu menutupnya dengan perlahan. Ia membalikan tubuhnya dan melihat pemandangan yang sangat langka. Seberapa cepat lelaki tua itu berjalan kearah wanita tua yang tergeletak lemas tak berdaya di atas ranjang rumah sakit tersebut lalu menciumi telapak tangan wanita tersebut yang di penuhi oleh beberapa selang yang sengaja di tancapkan.

"My Dear, are you okey? Kenapa kamu mengulangi kejadian ini lagi? Bukankah kamu sudah berjanji denganku untuk menghabiskan waktu senja kita bersama? Tapi kenapa Tuhan memberikan jalan seperti ini?". Ujarnya sambil menahan tangisnya. "Ayolah my Dear, bangun". Bujuknya yang sama sekali tak memuahkan hasil. Balquess dan Renard saling bersipandang lalu tersenyum samar. Mereka berdua mendekati lelaki tua tersebut dengan perlahan. Renard berusaha mendekati lelaki tua tersebut lalu membisikan sesuatu kepadanya. Mungkin bujukan agar ia tidak seperti ini. Memiliki perasaan sabar saat orang yang di cintainya sedang dalam kondisi seperti ini? Mungkin akan cukup memakan banyak usaha dan tenaga. Karena hal.tersebut sangatlah susah dilakukan.

Love In SilentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang