Liam Payne Face The Pain

1.6K 164 15
                                    

“Dad where are you going ?” Tanya Callista saat melihat Liam tengah mendorong tubuh Danielle dengan kasar dari hadapannya.

“not your  business, mind your own and your mother’s first”  jawab Liam acuh. Ia mendorong tubuh Callista dengan kasar agar tidak menghalangi jalannya.

Pemandangan seperti itu mulai umum terjadi dikeluarga Liam. Liam berubah semenjak kepergian Harry dua tahun lalu, ia lebih suka menghabiskan uangnya diClub malam dibanding mendongengkan cerita untuk anaknya sebelum tidur. Liam yang sekarang lebih acuh pada istrinya bahkan tidak peduli dengan keluarganya, ia lebih peduli dengan Sophia – wanita yang baru dikenalnya – dan menghabiskan waktu  dengan wanita itu.

Danielle hanya bisa pasrah melihat tingkah laku suaminya. Ia ingin berpisah namun melihat Callista yang masih memerlukkan seorang figur ayah dikehidupannya membuat Danielle mengurungkan niat. Ibu mana yang tega melihat anakknya sendiri tersiksa melihat keluarganya ? Ibu mana yang tega melihat  anaknya lebih suka berada disekolah dibanding dirumahnya sendiri hanya karena ayahnya tidak pernah peduli dengan keberadaannya ?

Danielle adalah satu-satunya orang yang berusaha membuat anaknya nyaman untuk berada dirumah, ada atau tanpa ayahnya.

**

“Mom..you alright ?” Tanya Callista.

Danielle yang tengah melamun dikolam renang hanya mengangguk pasrah. Menarik Callista untuk duduk  dipangkuannya, Danielle menciumi puncak kepala anaknya. Air matanya kembali terjatuh, akibat  rasa bersalah yang menyelimuti dirinya lantaran tidak bisa mencegah Liam pergi.

“im sorry” gumam Danielle. “mom, for what ?” Tanya Callisa, gadis kecil itu memandang ibunya yang tengah menangis dengan bingung.

“aku bukan ibu yang baik untukmu”  aku Danielle.  Callista segera mencakup wajah ibunya kemudian mengecup seluruh wajah ibunya sebelum memeluknya.

“ayah sering melakukan hal ini pada ibu, setiap kali kau sedih” ujar Callista. Ia menyelipkan rambut Danielle yang terbang, kebelakang telinga ibunya.  “but he is not here. So let me do that for you” sambung Callista sebelum kembali menciumi wajah ibunya.

Danielle memeluk Callista dengan erat, Ia memangku Callista sambil tetap menangis. Ia tidak kuasa menahan kesedihannya biar bagaimanapun dia adalah wanita yang rapuh.

“menangislah mom jika itu membuatmu lega, show me your feelings, kau tidak perlu berpura-pura seolah-olah kau kuat.  aku mengerti apa yang terjadi” jelas Callista. Ia memeluk ibunya agar lebih leluasa menangis tanpa perlu merasa ragu. Ia tahu ibunya punya hak untuk menangis.

“im.. sorry”

Setiap saat setiap pria yang ia cintai melangkah keluar dari rumah yang mereka tempati, wanita ini selalu berdoa bahwa pria itu akan kembali,  kembali kerumahnya walaupun mungkin tidak akan kembali mencintainya dan Callista seperti dulu. Dan dia bersyukur karena sampai saat ini pria itu masih pulang kerumah  walaupun bukan demi dirinya.

**

“masalahnya, beberapa bulan terakhir Callista sering saya temui dalam keadaan menangis digudang sekolah atau kadang dipojok kelas. Ketika saya tanya, dia selalu menjawab dia takut pulang kerumah karena dia takut dengan Ayahnya. Maaf sebelumnya, tapi kami mengerti kalau Ibu sedang dalam keadaan tidak baik  tapi mohon jangan berargumentasi atau memperlihatkan tindak kekerasan dihadapan Callista, kami takut itu akan berdampak pada kejiwaannya seperti saat ini”

Danielle berjalan menuju Taman sekolah untuk menjemput Callista setelah berbicara dengan Wali Kelas Callista terlebih dahulu. Ia terkejut ketika melihat prilaku ankanya disekolah yang tertutup dan menjadi lebih pendiam, dan bahkan menjauhkan dirinya dari teman-temannya. Danielle berusaha mencari cara untuk berbicara dengan Liam, ia sudah siap kalau nanti akhirnya dia akan dipukuli oleh Liam.

Believe Me // H.s [END]Where stories live. Discover now