Bagian Sembilan

393 26 0
                                    

"Ehem."

Deheman tersebut membuat Lyla yg sedang duduk diatas rooftop Citra Bangsa menoleh kearah belakangnya. Seorang lelaki menghampirinya lalu duduk disampingnya. "Pemandangannya bagus yah, padahal kalau dari bawah keliatan biasa aja." Lyla hanya tersenyum kecil mendengar ucapan yg keluar dari mulut orang yg duduk disebelahnya.

"La, kok lo beda dari yg lain?"

Lyla melirik lelaki itu, "Mungkin." Ujar gadis itu. Matanya masih lurus kearah depan, memandangi pemandangan yg sedang Ia nikmati. "An, ini tempat paling angker loh." Ujar gadis itu sambil menyunggingkan bibirnya.

"Maksudnya?" Dean, lelaki yg duduk disebelah Lyla masih bingung dengan apa yg dikatakan gadis itu.

Lyla menarik nafas panjang lalu tersenyum kecil, "Nggak, nggak usah dipikir. Gue mau kekelas sekarang, duluan ya." Gadis itu pun beranjak lalu pergi dari tempat itu.

Dengan cepat Dean berdiri lalu mengikutinya, "La, gue ikut!!" Lelaki itu pun menyamakan langkahnya dengan Lyla.

"Lu sering bolos ya?" Tanya Dean dengan tampang polos. Lyla hanya menyunggingkan sebelah bibirnya, "Menurut lo?"

Ddrrrtttt dddrtttt

'Pieter '

Nama itu tertera di layar pemanggil Lyla membuatnya berdecak kesal.

"Hm." Gadis itu hanya berdehem saat menganggkat telpon dari orang itu.

"Temuin gue pas lu pulang sekolah." Jawab seseorang diseberang sana.

"Kalo itu cuma buat basa-basi lu doang, maaf gue ngga punya waktu." Jawab gadis dingin itu.

"Gue mau ngomong tentang hubungan ki--"

"Hm, yaudah kirimin aja lokasi tempat lo berada." Potong gadis itu.

Belum sempat orang yg meneleponnya menjawab, gadis itu telah memutuskan sambungan teleponnya.

Dean POV

Ku lihat dia sedang serius dengan pembicaraannya bersama seseorang yg menelponnya. Gadis ini terlalu dingin untuk seseorang yg Ia benci. Tak lama kemudian Ia memutuskan sambungan telpon tersebut lalu kembali memasang wajah datarnya itu.

"Kenapa?" Tanyaku sambil meliriknya, "Ada masalah ya?" Ujarku.

Dia hanya berdehem. Kami kembali berjalan namun kali ini langkah kaki kami seakan berjalan perlahan. Kulihat dia hanya terus berjalan sambil menatap kosong kearah depan tanpa ekspresi apapun.

"Biasanya gitu," Tukasku mencoba memecahkan keheningan. Dia melirik sambil menaikan sebelah alisnya padaku, "Ya, biasanya diusia kita kayak gini sering banget dapat masalah dan sebenarnya masalah yg kita hadapi itu belum seberapa dibanding masalah yg bakal kita hadapin nanti." Ujarku.

"Jadi maksud lu, masalah yg sering gue hadapin itu cuma kecil ya?" Tanyanya sambil melihat kearahku, "Haha." Dan kemudian Ia menyelingi pertanyaannya itu dengan tawa hambar.

"Emang. Karena Tuhan selalu nguji umatnya secara bertahap dan nggak langsung ke yg berat, Dia tahu semua kemampuan umatnya makanya Dia selalu memperhitungkan semuanya. Sama kayak kita, ngga mungkinkan kalo kita pas masuk Tk langsung diajarin perkalian, pasti kita belajar nulis dan ngitung dulu baru belajar itu."

Dia hanya tertegun. Aku menatapnya dalam, sama sekali tidak ada respon apa-apa darinya. Mungkin karena ucapanku tadi dia jadi sadar, tapi baguslah kalau dia sadar setidaknya dia bisa merubah sikap egoisnya itu.

"Gue duluan." Tukasnya lalu meninggalkan ku.

Dean POV end~

|xxxxxxxxxxxxxxxx|

Sore itu cuaca masih bagus, jalanan dekat apartemen gadis yang sedang duduk di salah satu meja di kafe Pelangi, sangatlah cerah. Sambil menyesap secangkir caramel macchiato yang ia pesan, gadis itu masih setia menunggu dengan ekspresi datar di depan laki-laki yang membuat janji dengannya.

"So? Apa yang akan lo bilang? Durasi buat nge-buka mulut lo itu lama banget, sumpah!"

Yah... hampir setengah jam gadis itu duduk di depan lelaki yang bernama Pieter namun tak satu kata pun yang keluar dari mulut lelaki itu. Lelaki itu masih bergeming, ia harus mengumpulkan banyak kata-kata agar masalah ini selesai.

"Kita putus." kata-kata itu terlontar dari mulut Pieter.

Kaget? Biasa saja menurut Lyla. Tak bisa dipercaya akhirnya dia bisa mendapatkan jawaban tersebut dari Pieter.

"Good job, Pieter. Kali ini, gue suka gaya lo." Ucap Lyla tersenyum kemenangan.

Lelaki itu masih diam. Apa gadis itu gila? Dia tak habis pikir dengan Lyla. Dia saja harus diam seribu bahasa demi bisa mengatakan hal itu dan gadis itu dengan mudah menerima ucapannya? What the hell? Mungkin bumi telah datar.

"I'm free yoo, hahaha!!" Seru Lyla dari kejauhan. Tampaknya dia sangat senang hari ini.

***

An.

Hehehe maaf baru update, gue baru punya niat buat nulis ini. Bahkan setelah hampir setahun ga nulis cerita ini, gue bahkan lupa alur dan jalan cerita :v

Btw Vote and Comment ya.
Ada satu rekomendasi gue buat kalian. Hehehe gue nerbitin satu karya Fantasi, judulnya Another World after the Forest. Tolong baca ya hehehe, i need comment hehehe.

See you guys 😙

Everything Is(not) RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang