15. Tumben

61.6K 6K 332
                                    

Bagian Lima Belas

"Udah sembuh?"

Mendengar pertanyaan yang diucapkan oleh sosok di depannya ini, membuat Arella sungguh berharap kalau kejadian ini bukanlah mimpinya pada siang bolong belaka. Sekalipun ini mimpi, rasanya Arella tidak mau bangun saja ketimbang harus tiba-tiba terbangun.

Ferrel menatap Arella lekat-lekat, mencoba menelaah tatapan yang Arella berikan padanya sementara cewek itu hanya diam tak menjawab pertanyaan yang diajukannya.

"Rel?"

"Eh?" Arella tersadar dari lamunannya kala Ferrel menyebut kembali namanya.

"Udah sembuh?" ulang Ferrel.

Arella benar-benar tidak menyangka kalau Ferrel yang dikenal sebagai cowok irit ngomong mengulangi pertanyaannya kepada Arella dengan wajah yang seratus delapan puluh derajat berbeda dari biasanya dan juga tatapannya yang kini berubah menjadi cenderung teduh. Ferrel bertanya dengan sabar.

"Lo gapapa?" Malah itu yang keluar dari mulut Arella. Terkadang Arella menyesali memiliki mulut yang suka main asal ceplos-ceplos sendiri dan tidak singkron dengan pemikirannya.

"Ha?" dahi Ferrel berkerut mendengar pertanyaan yang Arella ajukan. Ia merasa kalau sebelumnya itu ia yang bertanya mengenai bagaimana keadaan Arella, tapi kenapa Arella malah balik bertanya keadaannya, itu adalah hal yang membuat Ferrel bingung.

"Anu—" Arella ragu ingin meneruskan kata-katanya. "—lo aneh."

"Kaget ya gue kayak gini?" tanya Ferrel yang langsung saja dibalas anggukkan cepat oleh Arella tanda setuju.

Ferrel berpikir sejenak, menetralkan pikirannya dan memutar kembali percakapannya dengan Sandi malam tadi, juga apa yang ketiga sahabatnya anjurkan. Sementara Arella yang melihat pandangan Ferrel berubah menjadi kosong, kini tengah merutuki dirinya sendiri dan berharap tidak pernah menganggukkan kepalanya tadi. Seharusnya ia membiarkan saja Ferrel berlaku seperti itu. Toh, dia bukan siapa-siapanya Ferrel. Hanya pacar pura-puranya saja.

"Gue duluan ya," kata Arella. "Udah mau masuk."

Baru saja Arella membalikkan tubuhnya dan hendak berjalan menjauh, karena langkahnya yang melambat dan karena sedang sakit juga, Ferrel dengan cepat langsung saja dapat meraih pergelangan tangannya.

"Apa?" papar Arella.

Ferrel berhenti sejenak. "Pulang gue anter."

"Gausah," sergah Arella cepat, perlahan mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Ferrel. "Gue kan bareng Arden."

Arella meneguk salivanya begitu selesai berkata karena Ferrel langsung menghujatnya dengan tatapan tajamnya seperti biasa.

"Gue aja."

Dan Arella tidak dapat mengganggu gugat perkataan Ferrel. Terlebih lagi kini tangan kiri Ferrel merebut buku-bukunya dan tangan kanannya menggenggam jemari Arella, menuntunnya untuk segera menjauh dari koridor, menuju kelas Arella.

Selama di perjalanan, seluruh mata tertuju kepada dua orang yang sejak kemarin selalu menjadi topik pembicaraan paling hangat di sekolah. Ferrel dan Arella.

Catastrophe [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang