8. Latihan

68.3K 6.3K 478
                                    

Bagian Delapan

Arella tidak tau bagaimana persisnya kejadian sehingga dirinya dapat berkata demikian.

Dirinya merasa kalau sekarang semuanya terasa tidak begitu masuk akal. Selain karena apa yang baru saja dikatakannya barusan, benaknya juga berpikir bahwa yang ia katakan adalah benar. Dan Arella tidak mengerti apa maksudnya itu.

Dalam hati, Arella terus merutuk karena yang ia dapatkan kini adalah tatapan menusuk milik Ferrel. Dan bodohnya lagi, Arella malah senang ditatap seperti itu.

"Baikan?" tanya Arella, memecah keheningan yang sempat terjadi setelah susah payah menahan tenggorokkannya.

Arella memasang senyuman termanisnya, menghindari rasa kagok yang menghampiri dirinya sendiri. Sekarang giliran Ferrel yang kelimpungan.

Ferrel mengerjapkan matanya selama beberapa kali sebelum benar-benar tersadar, dan tangannya meraih tangan milik Arella yang masih melekat di pipinya. Entah mengapa, tangannya terasa seperti disengat aluran listrik.

"Eh, maaf," kata Arella, langsung menarik tangannya dari genggaman Ferrel dan menjauh dari wajah Ferrel. Ia membenarkan posisi duduknya dengan kikuk dan kembali memasang sabuk pengemannya.

"Makasih ya."

Untuk pertama kalinya, Arella melihat senyuman di wajah tampan Ferrel.

***

Ferrel tidak tau apa jenis arwah yang merasuki dirinya, namun, yang jelas Ferrel merasa ada sesuatu yang aneh dalam dirinya sekarang. Dan, keanehan itulah yang menyebabkan kakinya dengan berani menginjak pedal gas mobilnya untuk meluncur keluar garasi. Tanpa ampun.

Rasa kalut yang menyelubunginya beberapa tahun belakangan ini, sirna sudah dalam sekejap.

"Jadi, apa yang harus gue lakuin pas lo balapan nanti?" tanya Arella yang langsung membuyarkan lamunan Ferrel. Tangannya memegang sabuk pengaman erat-erat, seperti takut terlepas. Sementara pandangannya hanya tertuju pada Ferrel, takut melihat jalanan di depan yang berlalu dengan cepatnya. Melihat jalanan di belakang Ferrel saja sudah membuat bulu kuduknya merinding.

Kepalanya perlahan menoleh untuk melihat berapa sekiranya kecepatan mobil Ferrel sekarang.

"Astagfirullah," hentaknya. "Tolong pelan-pelan dong, Mas, aduh, saya masih muda, hidup masih panjang. Ya Allah, walakuata, ini jalan raya loh bukan area balap."

Ferrel memutar bola matanya mendengar celotehan Arella, menjadi Ferrel yang biasanya dan bersikap seolah-olah kejadian sebelumnya tak pernah terjadi.

"Bawel," gerutu Ferrel. Namun, kakinya merendahkan tekanannya pada pedal gas dan mengurangi kecepatan hampir 40km/jam.

Arella sepertinya tidak sadar, karena menurutnya angin sepoy-sepoy yang menimpa rambutnya masih sama saja seperti sebelumnya. Membelai pipi dan membuatnya tertahan lama untuk memejamkan mata.

"Yang penting cantik," balas Arella asal.

"Kata siapa lo cantik?" tanya Ferrel seperti tidak terima.

Arella mendengus. "Bisa gak sih, lo kalo ngomong gak nyakitin?" tanya Arella sarkas. "Kalo gak singkat, ya nyelekit banget kata-katanya nusuk ampe tulang."

Catastrophe [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang