17. Terhanyut

61.5K 6K 906
                                    

Bagian Tujuh Belas

Arella sudah beristirahat di rumah kurang lebih empat hari, dan dirinya berharap besok akan segera pulih dengan cepat karena lusa adalah kepulangan Mamanya dan Arella tidak ingin membuat Mamanya khawatir.

Jarum jam sudah menunjuk ke angka empat, dan Arella menghela napasnya dengan malas. Sekarang waktunya makan, minum obat, dan akan segera menerima tamu langganan yang akan datang.

"Kaaakkkk," teriak Arden dari bawah, yang herannya mampu menembus pintu kamar Arella di atas.

"Makaannnnn, udah sampeeeeeeee."

Arella mendengus dan mengumpat pelan. Baru sadar kalau adiknya, Arden memiliki sisi yang seperti itu.

"Baweeelllll," balas Arella juga dengan berteriak, tak mau kalah.

Dengan gerak malas, Arella meraih ponselnya dan keluar kamarnya untuk turun ke bawah. Ia duduk di kursi sementara Arden mulai membuka box makanan satu persatu dan menyodorkannya kepada Arella.

"Hari ini semua makanan beli pake duit gue, besok sebelom Mama balik pake duit lo." Arden mewanti-wanti dan duduk di kursinya untuk segera memulai makan.

"Iya, bawel," kata Arella, memulai makannya dan menarik kantung obat untuk bersiap-siap setelahnya nanti.

"Assalamualaikum, Ukhti!!!" tukas sebuah suara yang sudah tidak asing lagi di telinga Arella maupun Arden.

"Fellix ganteng datang dengan sejuta kegembiraan!"

Dan, masuklah Ferrel, Fellix, Sandi dan Jordan ke ruang makan dan duduk mengambil tempatnya masing-masing. Arden bergerak malas mengambil empat kotak yang memang sengaja ia beli karena tau keempat serangga ini akan datang dan menyodorkannya ke masing-masing.

"Aduh, Arden adek kelas yang paling ganteng ini emang paling pengertian, yah?" kata Fellix, membuka kotak makannya.

"Tau aja kita letih, lelah dan lesu sehabis membanting tulang untuk mencari nafkah," lanjut Jordan, membuka kotak makanan miliknya dan memulai makan.

"Maapin ya," kata Sandi, yang paling hampir mendekati kata normal diantara mereka. "Kalo obatnya abis emang suka gini."

Ferrel yang sedaritadi menatapi Arella yang sedang makan berpaling dan menatap Sandi dengan tatapan sinis. "Sama, lo juga."

Sandi mendesah berat sembari membuka kotak makanannya. "'Sama, lo juga gitu.', kek gitu aturan."

Ferrel memutar bola matanya malas. "Bodo, San," katanya gondok dan membuka kotak makanannya sendiri.

Sementara ketiga sahabatnya asik sendiri sembari mengoceh dan makan, Ferrel sama sekali tak berkutik dengan makanannya. Sedari tadi, dia sibuk memerhatikan Arella yang sedang makan dengan malas.

"Gak enak?" tanya Ferrel, meraih sendok dan kotak makan milik Arella.

Arella menggeleng, "Lemes."

Ferrel menahan senyum di wajahnya mendengar nada manja milik Arella. Entah mengapa batinnya berkata harus melakukan ini. Dia tidak mau lagi menuruti ego serta otaknya yang kini tengah tertawa dan merutuki betapa bodohnya Ferrel.

Ferrel menyendoki sedikit demi sedikit nasi dan lauk-pauk milik Arella dan meletakkannya di depan bibir Arella. "Suapin ya?"

Pipi Arella bersemu merah, kaget dengan perlakuan Ferrel yang kian hari makin mencurigakan dan membuat detak jantungnya berdetak lebih cepat daripada saat mengantarkan cowok ini balapan.

"Uhuk, aduh," kata Fellix, pura-pura batuk dan berhasil menarik perhatian semuanya.

Sandi mengikuti arah pandang Fellix dan ikut terbatuk secara paksa dan keras. "Arden, uhuk aduh. Kita makan di teras kuy?"

Catastrophe [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang