FIGHTING

21 1 0
                                    

Pagi itu Mrs.Joe datang ke kelas kami seperti biasanya. Tetapi hari ini beliau tidak akan mengajar, karena sesuai pengumuman para guru sedang mengadakan rapat mengenai berbagai macam hal yang sebenarnya kami murid-murd tidak perlu pusing memikirkannya.

"Selamat pagi anak-anak seperti pengumuman sebelumnya, bahwa hari ini diakan rapat guru, saya harap kalian tidak membuat keributan. Kalian akan tetap pulang seperti jam biasanya." Ucap Mrs.Joe

"yaaaaaaah... Mrs.Joe" keluh murid-murid. Mereka merasa tidak senang sedikit pun. Tak seperti matahari pagi yang bersinar muka mereka kusut seperti pakaian yang baru saja dicuci.

"Saya tidak menerima keluhan" ucap Mrs.Joe sembari mengangkat jari telunjuknya

"Henry ?" panggil Mrs.Joe

"Iya Mrs.Joe ?" sahut Henry

"Pastikan untuk mengabsen teman-temanmu" kata Mrs.Joe mengingatkan

"Baik Mrs.Joe" jawab Henry

"Dan Miss Stuart ?" panggil Mrs.Joe

"Iya Mrs.Joe ?" sahut Emma

"Apakah aku harus menunggu 100 tahun lagi untuk menerima tugas-tugasmu yang tertinggal itu ?" tanya Mrs.Joe sinis

"aku akan memberikan tugas-tugasku di ruanganmu Mrs.Joe" kata Emma

"Baiklah, letakkan diatas mejaku nanti" ucap Mrs.Joe penuh penekanan

"Baik anak-anak, see you on next meeting" tambahnya.

Mrs.Joe pun pun pergi meninggalkan kelas kami. Henry mengabsen kami satu persatu-satu. Emma yang terlihat kesal beranjak keluar meninggalkan kelas juga sepertinya dia ke toilet. Henry yang melihatnya keluar sebelum mengabsennya haya dapat menggelengkan kepalanya.

Didalam toilet Emma Stuart mengutak-atik handponenya mencari nomer seseorang yang hendak diteleponnya sambil mengeluarkan kata-kata kasar "Dasar penyihir !!! Wanita tua itu suka sekali mengkritikku" ucap Emma sebal. Kata-katanya itu ditujukan bukan kepada handphonenya melainkan pada Mrs.Joe . ketika nomer telepon yang dicarinya telah ditemukan ia menelopon orang tersebut dengan nama contact 'assistant' di handphonenya. Teleponnya pun terhubung setelah nada sambung yang kesekian

"halo ?"

"ya, hallo Emma. Ada apa ?" jawab assistantnya Emma

"Bisakah kau kirimkan seseorang untuk membawakan tas sekolahku yang kemarin ? didalamnya ada buku tugas yang harus aku berikan pada guru" pinta Emma

"Apakah tas yang kau lupakan di lokasi pemotretan ?" tanya assistantnya

"Iya, tas itu" kata Emma

"Baiklah aku akan menitipkannya pada Triztan" jawab assistantnya

"What ? Triztan ?" tanya Emma terkejut

"Kebetulan hari ini , dia pergi ke sekolah pada saat mata pelajaran kedua. Kau tidak keberatan 'kan, jika aku menitipkannya pada Triztan ?" kata assistantnya

"No. I'am okay that sounds good." Jawab Emma cepat

"Baiklah"

Pembicaraan ditelepon diakhiri. Emma terlihat senang sambil menatap kaca untuk memperbaiki rambut dan riasannya. Dia pun melangkah ke dalam kelas dengan wajah yang cerah dan senyum yang lebar. Di tempat duduknya dia mengangkat handphone sambil bergumam sendiri

"Mengapa assistantku tidak mengangkat teleponku ? padahal tugasku ada di tas yang kemarin kugunakan" ucapnya senduh

"Haruskah aku menyuruh Triztan datang mengantarkan tugasku ?" gumamnya sambil menatapku

Mendengar nama Triztan spontan semua mata menatap Emma dan tiba-tiba Prilly, Hana dan Brenda sudah siap menginterogasi Emma

"Apa ? Triztan akan mengantarkan tasmu ?" tanya Prilly

"Berarti kalian memang berpacaran" simpul Hana

"Kenapa kalian harus berpacaran diam-diam seperti itu ? apakah karena Mirzha ?" tanya Brenda

Aku selalu merasa tertimbun sial. Lagi-lagi semua orang selalu melihat ke arahku. Hanya karena aku mengenal Triztan dari kecil tapi mengapa situasi ini selalu saja terjadi jika menyangkut dirinya, pikirku dalam hati.

"Hei, jaga mulutmu !" teriak Rolla sambil menunjuk Brenda

"Apakah kau tidak bisa lebih sopan lagi ?" tanya Hana emosi sambil membela Brenda

"Kenapa dia harus lebih sopan lagi ? Bukankah mulut kalian yang sesumbar pipa air ?" ucap Sarah membela Rolla

"Perempuan ini, kau mau dihajar ?" ucap Prilly sambil mengangkat tangannya dengan gelagak ingin menampar

Aku menangkap tangan Prilly yang hampir menyentuh wajah Sarah lalu melemparkan tangannya kebelakang

"Kau seorang murid" ucapku sambil menyentuh baju seragamnya

"Bukan preman" tambahku sambil menatapnya lekat-lekat

Prilly menepis tanganku dari bajunya tetapi sebelum ditepis aku sudah mengangkat tanganku terlebih dahulu.

"Wow guys, calm down. Okay ?" kata Henry menengahi kami. Teman-teman yang lain pun ikut mengahi kami

"Cuacanya tidak baik hari ini, sebaiknya kita ke kantin saja. Mencairkan hati dengan yang dingin-dingin, okay ?" tambah Zake untuk mencairkan suasana

"Hei, biarkan saja. Aku mau lihat mereka akan cakar-cakaran atau tinju-meninju ?" kata Richard yang sama sekali tidak membantu

"Otak udang ini..." kata Lissa kesal sambil menjitak kepalanya Richard. Richard merintih kesakitan sambil memegang kepalanya.

"Mari ladies kita ke kantin saja" kata Lexy sambil mengarahkan Prilly, Hana dan Brenda ke arah pintu diikuti Junior, Alan dan Pieere yang mendorong bahu mereka untuk keluar dari kelas. Mereka bertiga sangat terlihat kesal terhadap aku, Rolla dan Sarah.

Untunglah saat itu bel istirahat berbunyi jadi kami bisa keluar menenangkan pikiran masing-masing. Aku, Rolla dan Sarah memutuskan untuk tetap diam didalam kelas sedang yang lain termasuk Emma pergi meninggalkan kelas. Yang sangat menganggu pikiranku saat ini adala Emma yang tersenyum melihat pertengkaran tadi. Dia sama sekali tidak menyela diantara kami, dia hanya diam saja seolah-olah sangat puas menonton pertengkaran tadi.

"Kalian baik-baik saja ?" tanya Sarah melihat kearahku dan Rolla

"Aku baik-baik saja" jawab Rolla, aku pun mengangguk mengiyakan

"Kita mau makan apa setelah ini ?" tanya Rolla sambil menyentuh perutnya

"Apa saja" jawab Sarah pasrah melihat Rolla yang memiliki dua sisi yang kadang seperti orang dewasa dan terkadang seperti anak kecil

"Ayo jalan" ucapku. Mereka berdua mengaitkan tangan di kedua lenganku lalu kami berjalan keluar sambil tersenyum.

METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang