5. BIRU - IDE GILA

633 46 4
                                    

"Aura Senja Biru! Banyu Baruna Abadi!"

Panggilan Indira mengagetkanku dan Banyu. Anak ini benar-benar. Dalam perpustakaan saja suaranya bisa sekeras itu. Dilempar pulpen baru tahu rasa dia.

"Astaagaaaa... Kalian berdua pada jelek-jelek banget mukanya."

"Berisiik!!!"

Ahahahahaha... Itu bukan suaraku atau Banyu. Tapi suara mahasiswa lain yang merasa terganggu dengan suara cempreng Indira.

Bukan Indira namanya, kalau tidak mengeluarkan suara menggelegar. Mahasiswa itu tidak tahu saja kalau Indira tertawa, suaranya bisa terdengar sampai Burj Khalifa. Itu lho menara paling tinggi sedunia. Ahahahha... Aku mulai berlebihan.

"Heh kalian berdua. Nggak usah menyedihkan gitu deh. Baru juga sebulan jadi jomblo!"

Indira menarik kursi di depan kita dan duduk.

"Berisik."

Nah, yang itu baru suara Banyu.

"Mau sampai kapan sih kalian galau-galauan? Kejadiannya udah sebulan lho. Mana makin rajin aja lagi ke perpustakaan. Patah hati bikin gesrek otak kalian ya?"

Yang ada juga otak dia yang tidak beres. Aku saja sampai detik ini masih sering bingung, kenapa aku bisa bersahabat dengannya.

Aku dan Indira pertama kali berkenalan saat hari pertama ospek. Waktu itu kita ada dalam satu kelompok yang sama.

Aku bukan Banyu, yang bisa dengan mudahnya berkenalan dengan orang lain. Aku tidak pandai berbasa-basi. Tidak mudah juga memulai obrolan.

Aku bisa jadi orang yang sangat pendiam jika berada di lingkungan yang baru. Tapi jika sudah kenal, aku bisa jadi cerewet kalau kata Banyu. Aku sih tidak merasa cerewet.

Nah, saat itu Indira yang mendekatiku, mengajak berkenalan. Dia juga yang selalu mulai mengajakku mengobrol.

Aku memang susah memulai obrolan, tapi jika sudah ada yang memulai, aku akan menyambut dengan baik.

Dan karena menurutku Indira orang yang juga asik diajak ngobrol, jadilah kita semakin dekat.

Walau sebenarnya sifat ku dan Indira sangat bertolak belakang. Indira itu orang yang sangat cerewet dan ramai. Apa saja dia komentari.

Belum lagi sikap sok ramahnya itu. Semua orang dia sapa, padahal belum tentu orang itu dia kenal. Tapi ada untungnya juga sih, Indira jadi banyak dikenal orang.

Berbeda denganku. Aku memang jarang menyapa orang duluan. Namun jika ada yang menyapaku, aku akan membalas dengan senang hati.

Mungkin karena itu juga, banyak orang yang jadi salah sangka. Kebanyakan menilaiku sombong.

Padahal aku tidak berniat seperti itu. Entah kenapa aku selalu malu untuk duluan menyapa atau mengajak orang mengobrol. Aku juga suka kesal sendiri jadinya.

Intinya untuk ku, harus ada yang memulai. Nah, Banyu dan Indira ini yang paling mengerti aku. Makanya mereka juga yang sering memulai obrolan denganku.

"Apaan sih, orang kita di perpus lagi cari refrensi untuk judul skripsi." Kataku membalas omongan Indira tadi.

"Alaaaah... Skripsi dijadiin alesan. Bilang aja kalian disini masih meratapi nasib percintaan kalian." Cibir Indira.

"Lu noh yang nyari-nyari alesan. Bilang aja lu iri kan sama kita berdua karena bisa skripsi semester ini. Ahahaha..." Ejek Banyu.

"Sial!!!" Indira cemberut.

Ya... Aku dan Banyu memang sudah bisa menyusun skripsi semester ini. Sesuai rencanaku yang harus menyelesaikan kuliah empat tahun.

Inginnya sih kurang dari empat tahun. Tapi ternyata otak ku mampunya empat tahun. Ya masih standar sarjana lah.

BANYU BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang