14. BANYU - LANGKAH AWAL

531 35 1
                                    

Aura Senja Biru
Banyu Baruna Abadi

Gue dan Biru sama-sama menghela nafas lega, begitu melihat nama lengkap kita tertera di kertas daftar mahasiswa yang dinyatakan lulus sidang skripsi. 

Ya, hari ini gue dan Biru dijadwalkan untuk sidang skripsi. Untung aja jamnya nggak berbarengan. Biru jam sepuluh pagi dan gue jam satu siang. Jadi kita bisa liat sidang satu sama lain.

Sidang skripsi di kampus gue memang dibuat terbuka. Jadi siapapun bisa menyaksikan jalannya sidang. Ada plus dan minusnya sih kalau sidang terbuka gitu. Plusnya kita jadi bisa dapet refrensi tentang pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan dosen penguji. Minusnya kita malah tambah tegang setelah lihat sidang sebelumnya. Belum lagi ada tekanan karena kemungkinan dilihat banyak orang. Malu kalau nggak bisa jawab.

Itu juga yang buat gue sempet ngelarang Biru untuk liat sidang gue. Beneran malu kalau sampe gue nggak bisa jawab pertanyaan atau kalau gue ngelakuin kesalahan.

Yang jelas langsung dibantah Biru. Dia bilang sidang skripsi itu salah satu momen penting dalam hidup gue. Dan Biru pengen selalu hadir dalam setiap momen penting itu. Haaaah... Romantisnya pacar gue.

Terbuai omongannya, gue jadi rubah keputusan. Biru boleh liat sidang gue. Bahkan tadi dia sempet mengabadikan sidang dengan kamera ponselnya. Hal yang gue lakuin juga saat liat sidang Biru di pagi harinya.

Daftar mahasiswa yang lulus sidang, diumumkan hari ini juga. Dan akan ditempel di papan pengumuman samping ruang rektorat sore hari. Makanya tadi begitu denger kasak-kusuk daftar udah ditempel, gue dan Biru langsung lari menuju papan pengumuman. Dan nggak ada kata yang bisa ngegambarin perasaan gue sekarang saat lihat nama gue dan Biru tertera di daftar itu.

Sumpah lega banget. Sebelumnya gue dan Biru udah tegang, panik, takut, khawatir, hah... Semua perasaan deh campur aduk nungguin tuh pengumuman. Rasanya tuh kayak nunggu pengumuman hidup atau mati tau nggak sih.

"Aaaaaaa... Kalian lulus. Lulus... Luluuuuussss..." Teriakan Indira menyadarkan gue. Gue dari tadi masih bengong gitu saking leganya. Gue liat Biru juga ngelakuin hal yang sama. Masih nggak percaya akhirnya kita lulus.

"Lha kalian kok malah bengong sih. Teriak kek. Jingkrak-jingkrak gitu. Nggak seneng apa lulus?" Ujar Indira semangat.

Hahaha... Lucu juga ya, malah dia yang terlihat lebih bahagia daripada gue dan Biru. Indira memang dari pagi nemenin kita. Nemenin nunggu sidang. Liat sidangnya Biru, sidang gue juga. Kita panik, dia ikut panik. Kita gelisah, dia lebih gelisah. Sekarang tahu kita lulus, dia yang keliatan lebih bahagia. Loyal juga dia sebagai sahabat.

"Dih beneran nih anak bedua. Kalian kesambet apa?" Tanyanya yang masih heran liat gue dan Biru yang masih diam.

"Aaaaaaaa... Gue lulus Ndiiiii... Kita lulus Nyuuuu..." Lha telat nih Biru reaksinya. Ikutan aaaah...

"Iyaaaa kita lulus Bi... Akhirnya gue sarjana jugaaaa."

"Yeeeee... Telat kalian. Harusnya tuh tadi begitu liat langsung teriak-teriak. Bila perlu sujud syukur gitu sambil nyium lantai. Terus nangis-nangis gitu sambil bilang...  Allahhuakbar! Allahhuakbar! Gituuu."

"Huuuu... Lu pikir kita mau orasi pake Allahhuakbar gitu. Mau juga ngomong Alhamdulillah... Dodol!" semprot gue, dan Indira langsung mingkem.

Habis teriak-teriak kesenengan, Biru minta waktu buat telepon Ayah Ibu, mau ngasih tau kabar gembira itu. Gue juga ngelakuin hal yang sama telepon Mama Papa, kasih kabar kalau anaknya udah lulus sidang.

"Eh kita makan-makan dulu yuk, dimana gitu buat ngerayain kelulusan kalian bedua." Ajak Indira setelah kita selesai nelepon.

"Besok aja deh. Lelah banget nih gue. Lelah jiwa dan pikiran. Pengen langsung pulang." Tolak Biru.

BANYU BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang