Perhatianku sepenuhnya tertuju pada Saskia yang tengah terlelap di sampingku. Aku menyukai parasnya, alis tebal, mata bulat, bulu mata lentik, dengan hidung lurus juga bibir penuh. Dia cantik, aku tidak ingin munafik untuk tidak mengakui hal itu pada diriku sendiri.
Aku merubah posisiku menyamping, menopang kepalaku dengan tangan dan menumpukan sikuku pada bantal. Aku dapat memperhatikannya lebih jelas dari posisi ini. Ia tampak begitu nyenyak dalam tidurnya, mau tidak mau aku tersenyum kecil saat mengingat hubunganku dengan Saskia akhir-akhir ini jadi lebih baik setelah drama singkat kami di tangga waktu itu.
Satu tanganku terulur, menyingkirkan helaian rambut hitam Saskia yang menutupi wajahnya. Terkadang, selintas pikiran untuk menyentuhnya lewat di kepalaku. Karena biar bagaimana pun, aku lelaki normal. Terlebih, Saskia adalah istriku yang sah dalam hukum maupun agama. Yang membuatku menahan diri hanyalah kontrak konyol tentang perjodohan pernikahan kami, yang samasekali tidak kuinginkan ada.
Saskia bergerak tak nyaman, ia berbalik menghadapku, dahinya mengernyit. Apa yang ada dimimpinya? Ku usap kepalanya lembut, biarpun aku tidak tau hal ini berpengaruh atau tidak, tapi aku harap hal ini dapat memberinya ketenangan dalam tidurnya.
Aku ingat benar bagaimana saat pertama kali aku bertemu dengannya; gadis yang tengah berdebat hebat dengan Ayahnya sendiri. Kalau saat itu aku tidak memutuskan untuk bersuara, mungkin perdebatan itu akan terus berlanjut menjadi lebih hebat.
Waktu itu, aku sempat merasa lucu dengan kata-katanya yang menyuruhku belajar untuk menerima semua ini, karena aku dan dia akan menjadi suami-istri. Padahal pada kenyataannya, sampai waktunya ditentukan pun ia masi belum dapat menerima soal perjodohan ini.
Papa tidak memberiku pilihan untuk hal ini, aku diharuskan menerima. Padahal, aku selalu memiliki kesempatan untuk memilih dalam banyak hal. Aku tidak keberatan, jujur saja, ini bukan hal yang harus kupikirkan dengan serius. Ini hanya pernikahan kontrak yang akan berakhir pada waktu yang ditentukan. Tapi ternyata aku keliru, semua itu hanya pemikiran awalku. Dan seiring berjalannya waktu, aku tidak tahu pemikiran itu akan beralih kemana.
Sebenarnya, aku memiliki seorang kekasih. Tapi, aku memutuskan hubungan dengan kekasihku saat tahu akan menikah. Namun siapa sangka kalau Rania --kekasihku, nekat mencoba bunuh diri. Kurasa dia terlalu sering menonton sinetron. Biarpun aku terkesan tidak peduli, aku bukanlah pria berengsek yang akan berpacaran saat sudah memiliki istri.
Akhirnya, aku terpaksa tetap menjalani hubungan dengan Ariana. Aku tidak ingin nyawa seseorang hilang karenaku. Karena ini, karena aku tetap berpacaran dibelakang Saskia, aku benar-benar merasa tidak ada bedanya dengan pria berengsek.
"Nggak...."
Aku tertarik dari pikiranku saat suara lirih Saskia terdengar. Aku mengernyit. Apa dia mimpi buruk? Aku kembali mengusapkan telapak tanganku pada kepalanya.
"Nggak! Jangan... Jangan pegang! Nggak!" aku tersentak saat Saskia memberontak, ia berteriak masih dalam keadaan tidur.
"Saskia," aku merubah posisiku menjadi duduk. Kedua tanganku sibuk menahan tangan Saskia yang memukul-mukul secara membabi buta.
"Jangan. Aku mohon jangan!" kali ini teriakannya lebih keras. Oke, beberapa hari ini dia memang selalu mimpi buruk, tapi tidak sehebat ini efek mengigaunya.
"Saskia, hey, tenang." aku mengusap kepalanya dan memerangkap kedua tangannya dalam satu genggaman tanganku.
Perlahan gerakannya melemah, sekarang dia menangis. Tuhan... Kenapa ia tidak terbangun saja!
"Rian... Aku mohon... Jangan." ucapnya lemah. Ia menangis terisak sekarang. Aku berdecak, dengan cepat kutarik kedua tangannya, memaksanya untuk duduk.
Ia terkesiap, sekarang ia terbangun. Pandangannya kosong untuk beberapa saat, sampai akhirnya ia melihat padaku.
"Damar." panggilnya. Kupasang ekspresi sebiasa mungkin.
"Kamu mimpi buruk." kataku. Ia diam, satu tangannya naik menghapus sisa-sisa airmata di wajahnya.
"Tadi aku... Mimpi, aku... Rian..."
"Minum dulu." aku memotong ucapnnya, kalimatnya terdengar kacau. Aku menyodorkan gelas berisi air putih yang kuambil dari nakas samping tempat tidur.
Kulihat tangannya gemetar saat mengambil gelas dari tanganku. Buru-buru kuambil kembali gelas itu saat ia menyodorkannya padaku, setelah ia meminum isinya beberapa teguk.
"Siapa Rian?" tanyaku. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa penasaranku, karena selama ia mimpi buruk beberapa hari ini, nama itu yang selalu ia sebut.
Saskia menggeleng pelan, tampak ketakutan dalam dirinya. Ia menekuk lututnya, memeluknya erat dan menenggelamkan wajahnya di atas lutut.
"Aku belum bisa cerita soal dia." ucapnya teredam. Aku menarik napasku dalam. Oke, semua pasti ada waktunya masing-masing. Begitu pula waktunya dia bakal bercerita padaku.
"Oke," aku memaksanya mengangkat kepala. "Sekarang, kamu balik tidur. Ini baru jam 2 pagi." lanjutku. Aku membimbingnya untuk merebahkan diri. Ada sorot keheranan dalam caranya menatapku, tapi toh dia gak berontak dan mengikuti instruksiku untuk berbaring.
"Tidur." kataku setelah ikut berbaring di sampingnya. Ia memejamkan matanya, tapi kelihatan sekali kalau ia sulit untuk terlelap.
Tanpa ragu, aku menelusupkan satu tanganku ke lehernya, sedangkan yang satu lagi menarik pinggangnya untuk membuat tubuhnya lebih merapat padaku.
"Aku di sini. Tidur, gak usah takut mimpi buruk lagi." ujarku saat kurasakan tubuh Saskia yang menegang dalam pelukanku. Dan aku tersenyum saat ia dengan ragu-ragu melingkarkan satu tangannya pada pinggangku.
Aku pernah memperingatinya untuk menjaga hati saat di pertemuan kami yang ke dua. Sebenarnya, saat itu aku tengah memperingati diriku sendiri.
Aku takut, aku akan jatuh cinta padanya dan tidak bisa membiarkannya bebas nanti.
![](https://img.wattpad.com/cover/7177399-288-k744230.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Aku Mencintaimu
RomanceHanya sebuah cerita pasaran tentang sebuah pernikahan yang terjadi karena perjodohan, yang di perankan oleh Saskia Ariana Mardian dan Damar Putra Raharjo.