Special Drama

80.7K 2.5K 178
                                    

Aku meraba permukaan ranjang di sebelahku, yang kosong tidak berpenghuni. Seketika itu juga kesadaranku terkumpul seketika. Dengan mata yang masih sulit menyesuaikan dengan cahaya, aku mulai mengerjap-ngerjap.

Damar tidak ada di sampingku, membuatku merengut dan langsung berusaha bangkit untuk duduk. Baru saja aku ingin mencari Damar, suara dari dalam kamar mandi membuatku menajamkan pendengaran.

"Dam?"

Bukannya mendapat sahutan, aku kembali mendengar suara seseorang yang sedang berusaha memuntahkan isi perutnya.

Kuputuskan bangkit dari ranjang, dan berjalan pelan menuju pintu kamar mandi yang tertutup rapat dengan langkah hati-hati.

"Damar," panggilku sambil mengetuk pintu kamar mandi. "Kamu di dalem?"

Yang terdengar hanya suara air dari keran yang dibuka, membentur westafel dengan suara yang terdengar jelas. Tidak ada lagi suara orang yang sedang memuntahkan isi perutnya. Lalu setelah beberapa menit, suara air dari keran berhenti terdengar dan pintu kamar mandi terbuka.

Penglihatanku langsung mendapati Damar yang bertampang nelangsa, sebagai sosok yang membuka pintu kamar mandi dari dalam.

"Berisik ya? Maaf, kamu jadi kebangun." ucap Damar, yang kujawab dengan gelengan kepala pelan.

"Mual-mual lagi, ya?" tanyaku. "Sekarang masih mual?" sekali lagi kutanya ketika Damar mengangguk.

Aku jadi meringis, kasihan dengan Damar yang akhir-akhir ini mengalami mual-mual. Dengan lembut kusentuh lengannya, dan mendapati senyum hangat dari bibirnya.

"Tidur lagi, ya?"

Aku mengangguk. Dengan lembut Damar merangkul pinggangku, menuntunku ke arah ranjang dengan hati-hati. Begitu sampai di ranjang, bahkan dia membantuku merebahkan diri dengan pelan, dan menarikan selimut hingga sebatas dadaku. Setelah mengusap kepalaku sekali, akhirnya Damar ikut naik ke atas ranjang dan merengsek masuk ke dalam selimut.

"Tidur." ucapnya saat melihatku yang malah memerhatikannya alih-alih tidur.

Aku tersenyum, lalu mengulurkan tanganku untuk menyentuh rambutnya dan menyisir helaiannya dengan lembut.

"Apa seburuk itu rasanya?" kutelusuri alis tebalnya dengan ibu jari, "maaf ya." lanjutku.

"Tidak terlalu buruk," Damar mengulurkan tangannya ke pinggangku, menarikku untuk agak merapat padanya. "Tapi aku bersyukur, bukan kamu yang harus ngalamin ini." sambungnya dengan senyum menenangkan.

Tanganku yang sejak tadi berada di wajahnya turun, beralih ke dadanya lalu menyandarkan dahiku di dadanya.

"Malem, Damar."

Yang kudengar sebelum tenggelam ke alam mimpi hanya gumaman rendah Damar, dan kecupan bertubi-tubi di puncak kepalaku.

Sudah lama rasanya aku tidak memimpikan apapun dalam tidur, buruk atau indah. Setiap terlelap, aku hanya merasakan kenyamanan. Karena... Aku selalu terlelap di dalam dekapan hangat Damar.

Tapi berbeda dari malam-malam biasanya, aku merasa tidurku lagi-lagi terusik. Tidak begitu nyaman seperti biasanya.

Kurasakan Damar terus bergerak-gerak di sampingku, bahkan pelukannya padaku sudah terlepas. Ya ampun, padahal setelah terbangun tadi, sepertinya belum lama aku kembali terlelap.

"Kenapa?" tanyaku dengan suara pelan saat Damar masih saja bergerak-gerak tidak nyaman, dan saat kulihat, matanya tidak terpejam samasekali.

"Aku nggak bisa tidur," dia menjawab dengan alis yang saling bertaut. "Aku kepikiran wedang jahe." lanjutnya.

Aku mengangkat kedua alisku, lalu melirik pada jam dinding yang sekarang menunjukan pukul 12.33 malam.

"Jam segini?"

"Iya. Udah, kamu tidur aja lagi." perintah Damar.

Tapi alih-alih kembali memejamkan mata, aku malah bangkit dari posisi berbaringku dan menguncir rambutku setelah merapikannya sedikit dengan jemari tangan.

"Angkringan mungkin masih buka," aku menggeleng. "Harusnya masih buka." ralatku.

"Ya ampun, udah malem banget. Udara malem nggak baik buat kamu." kali ini Damar yang menggeleng. "Tidur."

Aku memutar mataku, lantas menarik tangannya untuk segera ikut bangkit. "Buruan. Kalo debat mulu, nanti makin malem."

"Sas,"

"Damar, kalo kemauan kamu nggak keturutan, nanti anak kita ileran. Ayok, buruan!"

----

Jaaaaaaa!
Nggak tau ya, tiba-tiba aku pengen nulis mereka berdua. Hihi. Entah ini masih ada yang baca atau nggak. Tapi pokoknya aku mau nulis ini. Wkwkwk

Jangan minta tambah pokoknya. Soalnya ini cuma iseng-iseng aja, di tengah stuck-nya aku ngelanjutin cerita Rin-Fa, Ryan-Naya, dan Aira-Afif. :(

Salam kangen,

Hana Akuma

Karena Aku MencintaimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang