Sudah lewat dari 10 menit dari waktu biasanya Damar pulang. Dia lembur malam ini atau gimana? Nggak biasanya dia gak ngasih kabar begini. Untuk yang kesekian kalinya, aku kembali melirik jam yang menempel di dinding dekat sofa. Aku khawatir, itu jelas.
Aku menggigit bibir bawahku, ragu aku harus menelepon atau nggak. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya kuputuskan untuk menelepon. Tapi, kesannya kok kaya aku over protect banget ya? Padahal, mungkin aja kan dia lagi di jalan, atau... Lagi ketemu seseorang, mungkin. Pemikiran terakhir membuatku berdeham tidak nyaman.
Aku berdecak, yah masa bodohlah sama pemikiran-pemikiran gak jelasku. Aku cepat-cepat mencari nomor Damar di kontakku, dan menekan ikon panggil. Setelah itu, menempelkan ponselku ke telinga, menunggu.
"Hallo, assalamu'alaikum, Sas?" suara Damar terdengar di seberang sana, setelah nada tunggu ketiga.
"Wa'alaikumsalam, Damar."
"Ada apa, Sas?"
Aku diam sebentar, kembali menggigit bibirku. Ragu lagi, harus gak sih aku nanya dia pulang jam berapa?
"Sas? Saskia...." suara itu terdengar lembut, dengan nadanya yang tenang seperti biasa.
"Gak ada apa-apa sih, itu... Cuma mau nanya," nah, ini kenapa juga malah jadi kaya anak abege? "Kamu pulang telat atau gimana? Soalnya..." kata-kataku terputus saat suara tawa rendah familier terdengar di seberang sana. Aku mengernyit, apa yang lucu? Udahlah, mendadak males ngomong.
"Aku pulang kaya biasa kok," ada senyum dalam ucapannya, "tapi karena macet, jadi aku belom sampe rumah. Ini juga lagi di jalan, lima belas menit lagi insyaa Allah sampe." kata Damar.
Aku lega, seenggaknya, pikiran terakhirku tadi salah total. "Oh, oke. Ya udah, hati-hati ya? Assalamu'alaikum...." ucapku.
"Iya, wa'alaikumsalam... Sayang." putus. Sambungan teleponnya diputus, bikin aku bertanya-tanya atas apa yang aku dengar. Kata terakhir yang Damar ucap, aku meragukan pendengaranku. Aku salah dengar, berhalusinasi, atau...
Aku tersentak. Suara ketukan di pintu membuatku terlonjak dari dudukku. Suara ketukan itu terdengar lagi, lebih mendesak dan tidak sabar. Aku melirik jam dinding, baru tiga menit sejak Damar menutup telepon. Nggak mungkin itu Damar, juga buat apa Damar pake ketuk pintu dulu segala.
Aku bangkit perlahan dari dudukku, tiba-tiba perasaan tidak nyaman, mengusikku. Ada sesuatu yang kuat, menahanku untuk nggak membuka pintu. Tapi ketukan itu semakin mengusik, semakin keras. Akhirnya, aku berjalan pelan ke arah pintu.
"Siapa?" tanyaku sebelum memutar hendel pintu. Tidak ada jawaban, hanya ada ketukan sekali lagi di pintu, yang menunjukan bahwa memang ada orang di balik sana yang menungguku untuk dibukakan pintu.
Aku menghembuskan napasku sekali, menenangkan diri. Meyakinkan diri, kalau tidak ada yang perlu ditakutkan di balik sana.
Dan ternyata, aku benar-benar menyesal udah buka pintu...
"Hallo, Ariana...." suara itu terdengar semanis madu, mengalir lembut. Bertolak belakang dengan jantungku yang mulai berdetak tidak normal, aku mulai sesak.
"Ma-mau ngapain kamu ke sini!?" seharusnya aku histeris, tapi ternyata, suara aku terdengar gak lebih dari sekedar bisikan.
Dengan tangan yang gemetar, aku buru-buru mencoba buat menutup lagi pintu di hadapanku. Biar aku aman, dan terhindar dari pria sialan ini.
"Upss, santai aja kali, sayang. Baru juga dibukain pintu, masa mau ditutup lagi."
"Pergi!" sekarang aku benar-benar histeris, mencoba melawan Rian yang menahan pintu. Setengah badannya berhasil masuk ke dalam rumah. Nggak bisa, aku gak bakal aman kalau dia berhasil masuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/7177399-288-k744230.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Aku Mencintaimu
RomanceHanya sebuah cerita pasaran tentang sebuah pernikahan yang terjadi karena perjodohan, yang di perankan oleh Saskia Ariana Mardian dan Damar Putra Raharjo.