5. Sapaan Kejutan

5.4K 616 18
                                    

"Maaf..."
Yoongi berbisik, tapi Jaehye dapat mendengarnya dengan jelas.

  "Maaf. Aku berbicara begitu karena...., aku peduli padamu.."

 Jaehye melepaskan pelukan Yoongi. Dia sudah berhenti menangis, matanya yang sedikit sembab menatap Yoongi meminta penjelasan lebih dari perkataannya.

   "Aku marah saat kau menangisi Jimin. Itu membuatku ingin menghajar Jimin untukmu."

  "Tidak. Jangan lakukan itu.."

  Yoongi tersenyum miris, "Aku tahu kau akan mengatakan itu. Aku hanya tidak suka melihatmu menangisi Jimin." mata hitam Yoongi menatap dalam pada Jaehye.

  Jaehye menolehkan matanya pada hal lain selain mata Yoongi yang membuatnya gugup. "A-Aku akan berusaha tidak menangisinya lagi. Ku harap itu begitu mudah..."

   Tangan Yoongi beralih mengusak puncak kepala Jaehye. "Kau bisa melakukannya, aku akan membantumu.." dia tersenyum yang lagi-lagi membuat Jaehye terpesona.

  "Ya..." hanya itu yang bisa ia katakan.

  Ku harap Jimin bukan orang yang brengsek...

....

   Jaehye bergelung dengan selimbutnya. Setelah Yoongi mengantarnya sampai rumah, Jaehye tidak bisa tidak memikirkan Yoongi.

  Perkataannya yang menyatakan bahwa dia peduli padanya agak sedikit mengganggu pikirannya. Mengalihkan semua pikiran yang awalnya tertuju pada Jimin.

  Ada sedikit senang kala Yoongi mengatakan begitu.

  Apa Yoongi menyukainya?

  Ah...peduli bukan berarti menyukainya iya kan? Mungkin saja Yoongi mengasihani karena dirinya patah hati? Siapa yang tahu?
 
   Jaehye menyikap selimbutnya, bangun dan beralih duduk di kursi meja belajarnya. Disaat ia tidak mau memikirkan apapun, maka Jaehye akan beralih membuat sebuah gambar di buku gambar khusus miliknya.

  Ia sama sekali tidak pandai melukis. Tapi ia bisa menggambar yang hasilnya tidak jelek-jelek sangat. Yah lumayan lah, daripada melamun.

  Handphonenya berbunyi, Jaehye mengerutkan keningnya mendapati nomor tidak dikenalnya. Ia mengangkatnya walau bingung siapa yang menelphonenya malam-malam.

  "Hallo?"

  "Hai, Jaehye Nuna. Saya Jimin..."
Suara laki-laki yang sangat ia kenal membuatnya terperangah dan secara tidak sadar melempar handphone nya.

  Oh. Sial.

  Detak jantungnya berdegup tidak beraturan. Ia gugup, terkejut, dan tidak menyangka dengan apa yang barusan didengarnya.

  Ia berdiri dan berjalan mendekati barang yang dilemparnya, tangan Jaehye terulur mengambil handphone nya walau sedikit ragu, handphone miliknya tergeletak di lantai begitu jauh dengan kursi yang di dudukinya dan hampir menyentuh pintu kamarnya, dengan layar yang retak dan mati sepenuhnya.

  Ia merutuki segala hal mengenai gerakan refleksnya yang membuat handphone nya rusak. Tidak menyala. Dan mungkin tidak bisa dipakai lagi.
Jaehye menyimpan handphone nya di laci meja belajar, membiarkannya bergabung dengan tumpukan barang-barang berharga yang terlarang disentuh orang. Seperti anting, kalung dan buku diary lamanya.

  Jaehye menutup laci dan kembali duduk di kursi. Menyelesaikan gambar kartun yang ia gambar, walau jelas-jelas pikirannya teralihkan.

    Ia tidak menyangka Jimin akan menelphonenya, karena Jimin sama sekali tidak mengenali dirinya di sekolah. Mereka tidak pernah mengobrol atau berkenalan, apalagi menukar nomor handphone.

✔ Summer Love || Min Yoongi (Suga)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang