Malam ini Syifa memutuskan untuk menginap di rumah Fany. Syifa ingin membantu Fany mengemasi barang-barang untuk di bawa ke bandung. Ya, besok adalah hari ke berangkatannya. Besok Fany di antar oleh Bintang saja, Sella tak ikut menemani karena Sella takut jika dia ikut akan lebih sulit melepas kepergian Fany.
Syifa dan Fany sedang memilih barang-barang apa saja yang menurut Fany penting untuk di bawa ke bandung. Sampai ketika tangan Syifa memegang sebuket bunga imitasi dari kain flanel yang di bentuk seperti kepala hello kitty.
"Cip, ini lucu banget. Mau lo bawa ?"
"Engga cip, itu dari ical" Fany menggeleng. Fany ingat ketika sebuket bunga itu diberikan oleh Faisal dengan manisnya. Fany memejamkan matanya. Fany tak boleh mengingat-ingat Faisal lagi.
"Lo yakin ? Ga ada satupun barang yang bisa bikin lo nginget dia disana. Lo gapapa ?"
"Lo kan tau, salah satu tujuan gua ambil snmptn juga buat pergi dari sini dan ngelupain dia."
"Fan, semakin lo berusaha buat ngelupain dia maka semakin lo ingat akan dia" Syifa memeluk Fany dan menenangkan diri Fany yang sedikit terguncang oleh perkataan Syifa.
Syifa tetap memasukan sebuket bunga itu ke dalam koper yang akan Fany bawa ke bandung.
Setelah semua selesai, Syifa langsung terkapar di atas kasur Fany. Fany yang hendak menyusul Syifa tertahan karena pandangannya jatuh ke samping meja tempat lampu tidur Fany berada. Di samping lampu tidur terdapat sapu tangan merah muda yang langsung membuat Fany terpaku. Sapu tangan yang menjadi saksi pertemuan Fany dengan Faisal. Fany mencium sapu tangan itu, aroma tubuh Faisal masih melekat di sapu tangan itu. Fany mencuminya sekali lagi. Fany menyalurkan kerinduannya terhadap Faisal lewat sapu tangan itu. Ya, Fany memang sangat rindu dengan Faisal. Namun Fany sudah membulatkan tekadnya. Fany tetap kepada keputusannya.
Fany melebarkan sapu tangannya, dan benar masih terdapat id line Faisal disana. Fany meraih pulpen di lacinya. Fany menuliskan sesuatu di sapu tangannya dan disertai gambar hasil karya tangannya.
Fany sempat menitihkan air matanya ketika menulis kata-kata di sapu tangan itu. Dengan cepat Fany menghapus air matanya dan melanjutkan tulisannya. Di akhir kata Fany tersenyum. Kemudian Fany menyimpan sapu tangan itu di laci mejanya dan menyalakan lampu tidurnya. Setelah mematikan lampu utama di kamarnya, Fany langsung menyusul Syifa yang sedang menerjang mimpi indahnnya.
°•°•°•°•°•°
Di halaman rumah Fany sudah ada Sella, Bintang, Syifa dan Fany. Pagi ini Fany akan pergi meninggalkan jakarta, meninggalkan rumahnya, meninggalkan mamahnya, kakaknya, sahabatnya, dan juga Faisal. Entah sebutan apa yang layak untuk Faisal.
Ketika semua koper Fany di masukkan oleh Bintang, Fany langsung berpamitan kepada mamahnya dan Syifa.
Sella langsung memeluk Fany erat, juga dibalas oleh Fany tak kalah eratnya. "Jaga diri disana baik-baik ya, kalo ada apa-apa langsung bilang ke eyangti. Disana sudah ada pengganti dokter Fandi jadi kamu ga perlu khawatir. Banyak-banyak makan makanan yang mengandung protein, jangan ceroboh ya. Terus kalo mau yupi kamu kan bisa cari alfa. Sering-sering telfon mamah ya. Mamah pasti bakalan kangen banget sama anak mamah yang cantik ini" kedua wanita itu sudah dibanjiri air mata.
"Iya mah, Fany bakalan inget semua perkataan mamah. Mamah jaga kesehatan juga ya disini. Fany bakalan lebih kangen sama mamah" Fany menguraikan pelukannya. Sella langsung mengecup kening Fany lama sekali. Setelah itu Fany langsung beralih ke arah Syifa, Syifa sudah tak kuat menahan rasa sedihnya kehilangan Fany nantinya. Syifa langsung menerjang tubuh Fany.
"Fan, maafin gua ya kalo selama ini gua suka nyebelin"
"Cip, apasih lo. Ngomongnya gitu. Lo itu sahabat terbaik gua. Meskipun lo ngelakuin kesalahan sama gua, gua udah ga inget karena kesalahan itu udah ketutup sama semua kebaikan lo ke gua""Fan, jaga diri baik baik ya disana. Kalo nanti udah dapet temen baru yang bisa gantiin gua, jangan lupain gua"
Fany menggeleng dalam pelukan mereka "engga akan ada yang bisa gantiin lo cip, gua ga bakal lupain lo. Kita masih bisa sering ketemu kali. Cuma Jakarta-Bandung cip bukan Jakarta-Russia" keduanya menguraikan pelukannya.
"Kita kaya termehek-mehek mencari keluarga yang hilang deh ampe nangis separah ini" ujar Syifa menyadari dirinya sudah banjir air mata begitu pula dengan Fany.
Keduanya tertawa bersama. Setelah selesai berpamitan, Bintang dan Fany bersiap memasuki mobil. Sampai ketika suara teriakan seseorang mengehentikan langkah Fany yang sudah selangkah lagi masuk ke dalam mobil"
"Ka Fany tunggu" telah berdiri Lia bersama Vanesha di depan pintu gerbang rumah Fany. Keduanya hendak menghampiri Fany, namun tangan Syifa langsung mencegahnya.
"Mau ngapain kalian ? Gua ga akan ngebiarin kalian ngelukain ataupun nyakitin Fany lagi!" ujar Syifa sangat tegas.
"Ka Syifa, izinin kita buat minta maaf sama ka Fany sebelum ka Fany pergi" permohonan Lia sangat tulus terlihat di mata Syifa dan Fany.
Syifa memandang Fany dengan isyarat memastikan apakah Fany mau berbicara dengan kedua orang ini. Fany mengangguk menanggapi pandangan Syifa. Kakak beradik itu langsung menghampiri Fany. Lia langsung memeluk Fany.
"Ka Fan, maafin aku ya. Aku udah salah nilai kaka. Aku udah jahat banget sama kaka. Aku pasti ga layak dapet maaf dari kaka. Tapi aku mohon banget ka maafin aku" Lia melepaskan pelukannya.
Lia dengan wajah bersalah dan menyesalnya itu membuat Fany tak tega. Fany tersenyum ke arah Lia."Aku udah maafin kamu sebelum kamu minta maaf" Fany mengusap puncak kepala Lia.
"Makasih ya ka, ka Fany emang baik banget. Ga salah kalo ka Iyan milih kaka" Fany langsung memutuskan pandangannya dengan Lia. Fany mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Setelah dia kembalikan pandangannya menghadap depan, ternyata Lia sudah tak berada di hadapannya dan tergantikan oleh Vanesha.
Terjadi hening dan canggung yang cukup lama diantara keduanya hingga Vanesha membuka suaranya.
"Fan maafin gua ya, gua tau gua salah banget sama lu. Gua ga masalah kalo lu gamau maafin gua. Tapi gua mohon lu jangan pergi. Gua sadar sekuat apapun gua meminta Iyan buat balik sama gua, itu ga akan mungkin bisa. Gua sadar cinta dan sayang gabisa dipaksain. Iyan sayang banget Fan sama lo. Gua sama Iyan udah pegat Fan, gua mau ngelakuin sesuatu yang berharga buat kalian. Gua mau kalian nyatu. Lo ga perlu lagi khawatir dengan omongan orang. Gua ada di pihak lo Fan" Fany tercengang mendengar semua ucapan Vanesha. Fany tak menyangka jika semudah itu tuhan membolak-balikkan semuanya. Vanesha yang dulu memaki-maki Fany kini meminta maaf padanya. Vanesha yang dulu tak suka jika Fany dekat dengan Faisal, sekarang malah mendukung hubungannya. Salah satu alasan Fany melepas Faisal memang sudah tak bisa menjadi alasannya lagi. Vanesha sudah mendukung hubungannya, tak perlu ada yang ditakuti lagi untuk Fany bersatu dengan Faisal. Namun sayang, Fany tetap pada pendiriannya. Fany tak mau merepotkan Faisal dengan penyakit dirinya yang akan berimbas pada keturunannya dengan Faisal nanti. Fany tak mau itu terjadi. Fany memantapkan hatinya sebelum menjawab semua permohonan Vanesha. Fany tersenyum dan mengusap bahu Vanesha.
"Pertama, gua udah lupain masalah yang dulu dan gua udah maafin lo cha. Kedua, alasan gua pergi buat ngelanjutin studi gua. Ketiga, keputusan gua buat ga lagi bersama ical bukan karena lo. Ya meskipun awalnya iya. Tapi ada alasan lain dan itu bukan karna lo. Jadi mau sekuat apapun lo minta gua buat stay disini dan bersatu sama Faisal, gua gabisa. Gua bakalan tetep pergi" bahu Vanesha melemas. Sudah tak ada lagi harapan bagi Vanesha untuk menyatukan Fany dan Faisal.
"Maafin gua juga ya cha. Gua titip Ical sama lo. Sama gua titip ini buat dia, tolong kasihin ya cha" Fany memberikan sapu tangan merah mudanya kepada Vanesha.
Vanesha langsung memeluk Fany erat, Fany tersenyum dan membalas pelukan Vanesha.
Begitu mudahnya tuhan melakukan sesuatu yang gak mungkin menjadi mungkin.
.
.
.
.
.
Selesai!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
The bloods
Teen FictionDarah ? Banyak dari kalian yang phobia akan dirinya bukan ? Aku bukan takut akan dirinya, tapi aku benci! Sampai ketika kamu datang dan mengubah semua persepsiku tentang darah. Darah sama kamu tidak beda jauh dimataku, sama-sama sering hadir dalam (...