Epilog

1.9K 65 7
                                    

Sore ini langit sangat bersahabat. Langit seperti menunjukkan senyuman kebahagiaannya.

Laki-laki dengan lesung pipi di kedua pipinya sedang duduk di pinggir taman. Laki-laki itu sedang mengamati keadaan taman yang ramai dengan anak kecil yang penuh dengan senyuman bahagia.

Ya, laki-laki itu adalah Faisal Adrian Demian. Laki-laki dengan status barunya sebagai mahasiswa psikologi semester 3 di Universitas Indonesia.

Ya, selama 1tahun belakangan ini setiap sore hari Faisal selalu menyempatkan diri untuk datang mengunjungi taman di berbagai perumahan yang ada di Jakarta. Faisal melakukan ini untuk menyalurkan rasa rindunya kepada gadis mungilnya.

Sudah setahun lamanya Faisal diberi kesempatan untuk melupakan Fany dan diberi kehidupan baru di perkuliahan, tapi tetap saja Faisal tak mau menghilangkan kehidupan lamanya. Terutama kehidupan saat dirinya masih bisa bersama dengan Fany.

Faisal tak pernah merasa bosan untuk melakukan rutinitas di sore harinya ini. Dia merasa saat dia mengunjungi taman dan melihat banyak anak kecil yang sedang bermain, saat itu juga Faisal selalu melihat Fany sedang tersenyum ke arahnya. Meski Faisal sadar itu semua hanya ilusi, tapi Faisal tetap melakukan rutinitasnya itu selama setahun ini.

Saat mata Faisal melihat anak perempuan dengan pita pink di kepalanya jatuh akibat tersandung kerikil kecil di pinggir taman, refleks Faisal bangkit dari bangkunya dan menghampiri anak kecil itu.

Faisal menggendong anak kecil itu dan mendudukannya di bangku taman. Faisal mengambil sapu tangan merah muda dari kantung celananya. Faisal mengelap darah yang mengalir di lutut anak kecil itu. Faisal merasa de javu ketika melihat darah mengalir di lutut anak kecil itu. Lamunan Faisal buyar ketika ibu dari sang anak menghampirinya dan mengucapkan terimakasih kepadanya. Setelahnya ibu dan anak itu pergi meninggalkan Faisal.

Faisal kemudian duduk kembali di bangku taman. Faisal masih menggenggam sapu tangan merah mudanya. Faisal membuka sapu tangan yang selama setahun tak pernah digunakannya hingga tadi adalah pertama kalinya digunakan untuk mengelap darah yang mengalir di lutut anak kecil yang terjatuh. Sapu tangan itu terbuka sempurna dan menampilkan banyak tulisan yang tertiban sedikit bercak darah.

"Hai cal,
Mungkin ketika kamu baca tulisan aku ini, kita udah beda kota.

Maafin aku
Aku tau maaf aja gak cukup. Tapi kamu harus tau aku ngelakuin ini karna aku punya alasan. Kamu tau kan aku wanita penderita hemofilia ? Seandainya kita berjodoh, aku gamau nantinya ngerepotin kamu dengan melahirkan anak penderita juga. Cukup aku aja yang ngerepotin kamu. Dan aku juga udah mau menyudahi itu.

Aku gamau saat kamu baca ini emosi kamu dalam keadaan marah dan sedih. Kamu hanya perlu tahu alasan aku tanpa harus memikirkannya.

Kamu inget kan sapu tangan ini ?
Sapu tangan ini udah pindah tangan 4kali. Dari aku ke kamu, ke aku lagi dan ke kamu lagi.

Sapu tangan ini seperti jadi saksi bisu pertemuan kita. Lewat sapu tangan ini kamu tinggalin jejak kamu supaya aku bisa nemuin kamu. Id line kamu masih tertulis rapih di sudut sapu tangan ini.

Selain sapu tangan ini, darah aku juga menjadi saksi pertemuan kita.

Mungkin selama kamu kenal aku, kamu bosen ya ngeliat darah terus ?

Tapi lewat itu tuhan ngasih pelajaran berharga ke aku, ga selamanya darah itu nyeremin dan nakutin. Karna adanya darah itu ngebuat aku bisa ketemu kamu, deket sama kamu, di lindungin sama kamu.

Untuk pertama kalinya aku bahagia ketika darah mengalir deras ketika tubuh aku terluka. Karna saat itu kamu selalu hadir di dalam ingatan aku. Ya, darah selalu ngingetin aku sama kamu. Jadi kamu ga perlu khawatir bahwa aku akan ngelupain kamu. Karna itu ga mungkin. Kamu tau kan hidup aku selalu dipenuhi oleh darah ? Dan itu berarti hidup aku juga selalu dipenuhi oleh kamu.

Makasih udah mengubah persepsi aku tentang darah.
Aku tak lagi membenci darah karna kamu.

Kamu sama darah ga beda jauh. Sama-sama sering hadir dalam (hidup)-ku.


Yupi Addict

Tiffany Aprilia Atmaja

Selain tulisan, Fany juga membubuhkan gambar abstrak wajah Faisal di sapu tangan merah mudanya.

Setahun lalu ketika Vanesha memberikan sapu tangan merah muda ini dan Faisal langsung membuka sapu tangan yang di lipat rapih ini, kemudian Faisal langsung membaca tulisan Fany ini.

Jangan tanya sebesar apa amarah Faisal ketika membaca ini dan tahu bahwa Fany telah pergi meninggalkan Jakarta. Namun dengan penuh kesabaran, Vanesha menenangkan Faisal dan menjelaskan semuanya kepada Faisal.

Sudah setahun ini hubungan Faisal dan Vanesha membaik. Mereka bersahabat. Vanesha tak lagi mengharapkan Faisal menjadi miliknya. Yang Vanesha harapkan adalah kembalinya Fany ke dalam sisi Faisal.

Faisal menyudahi rutinitasnya. Faisal melipat lagi sapu tangan merah muda yang amat sangat di sayanginya dan memasukannya ke dalam saku celananya. Faisal meninggalkan taman dengan perasaan yang lebih tenang.

.
.
.
.
.

The bloodsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang